Kematian Sang Ibu

"Wajarlah meninggal pula, karena Ibu sudah tua. Lagian kasihan kalau dia masih tetap hidup, dia hanya menahan sakit yang menyiksanya." jawab Wira tanpa sedikitpun menunjukkan kesedihan, walaupun orang yang meninggal adalah wanita yang sudah melahirkan.

"Aku nggak tahu hatimu terbuat dari apa, aku merasa sedih memiliki adik yang tidak memiliki rasa simpati sedikitpun di dalam hatinya. Aku menyesal memberitahumu tentang kematian ibu, kalau tahu begini jawabanmu." ujar Arwi dengan nada kesal dia menyempatkan waktu untuk mengabari ibunya yang sudah meninggal.

"Sudahlah Kak, Semua orang punya alur cerita masing-masing di dalam hidupnya, kita tidak bisa berbuat banyak, kalau Ibu sudah meninggal sekarang jangan buang waktu mumpung hari masih siang kakak segera cepat cari tempat penguburannya, karena walaupun ditangisi sama sekali kepergiannya, Ibu tidak akan hidup kembali." jawab Wira masih tetap dengan wajah santainya, Tak sedikitpun raut sedih terlukis dalam wajah tampannya, seolah hatinya memang benar-benar sudah mati menjadi batu.

Mendengar perkataan adiknya yang sangat menyakitkan, Arwi dengan segera memutus telepon kemudian dia mengurus kepulangan jenazah ibunya untuk dibawa ke rumah, sedangkan Wira meletakkan kembali handphonenya ke atas meja. Andi yang mendengar pembicaraan mereka menatap heran dengan iblis yang berada di hadapannya, Karena hati Wira memang benar-benar tidak sedikitpun memiliki kelembutan.

"Tante Linda meninggal?" tanya Andi yang masih menatap heran wajah sahabatnya.

"Iya, dia sudah tua mungkin sudah waktunya dia meninggalkan dunia ini. kamu jangan khawatir karena kita juga akan menyusulnya." jawab Wira membuat sahabatnya hanya menggeleng-geleng kepala seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.

"Ya sudah kamu pulang dan urus pemakaman ibumu, jangan sampai kamu menyesal di kemudian hari karena kamu tidak pernah berbakti kepada orang tua."

"Sudah, Sudah aku transfer uang untuk pemakaman Ibu, biarkan Arwi yang mengurusnya." jawab Wira dengan santainya, dia menganggap semua masalah bisa diselesaikan dengan uang.

Mendengar perkataan sahabatnya, Andi tidak berbicara lagi, dia mengambil makanan penutup lalu dimasukkan ke dalam mulutnya, Dia seolah Acuh dengan apa yang menimpa orang tua dari sahabatnya, karena anaknya sendiri terlihat tidak peduli kenapa dia harus repot-repot mengurusi orang yang tidak peduli dengan kehidupannya sendiri.

Wira terus mengajak Andi mengobrol tentang masalah-masalah pekerjaan, maupun wanita yang sedang ia dekati, dia selalu membanggakan dirinya ketika menaklukan hati para wanita, membuat temannya terlihat sangat kesal sehingga dia pun memutuskan untuk segera pergi dan melayat Linda meninggalkan anaknya yang memiliki hati Sekeras Batu.

Wira tidak bergiming sedikitpun dia seolah menikmati Suasana siang begitu memikat. Cahaya matahari yang lembut masuk melalui jendela-jendela besar, menerangi setiap meja dengan kehangatan. Meja-meja yang dilapisi kain putih bersih, didekorasi dengan bunga segar yang harum. Musik klasik yang lembut mengalun di latar belakang, menciptakan atmosfer yang santai.

Pelayan-pelayan berpakaian rapi dengan senyum ramah mengantar menu-menu berkualitas tinggi. Suara tawa dan bisikan para tamu yang menikmati percakapan santai, di sela-sela suara lembut aliran air mancur dekoratif yang mengalir dengan tenang.

Makanan yang disajikan adalah sebuah karya seni kuliner. Hidangan-hidangan gourmet disusun dengan indah di atas piring-piring cantik. Aromanya yang menggoda menstimulasi selera makan, dan setiap suapan memberikan pengalaman rasa yang tak terlupakan.

Restoran ini adalah tempat sempurna untuk merayakan momen istimewa, bersantai dengan teman atau keluarga, atau bahkan untuk pertemuan bisnis yang penting. Suasana yang mewah dan ramah ini menciptakan kenangan tak terlupakan bagi siapa pun yang mengunjunginya. Namun itu tidak berlaku bagi Wira karena dalam sisi hati yang paling dalam, Dia merasakan kesedihan yang bercampur aduk dengan rasa kesal, karena semenjak orang tuanya bercerai dia tidak pernah sekalipun mengunjungi keduanya, karena dia sangat kesal dengan orang tua yang tidak bisa menjadi figur bagi anaknya, mereka meninggalkan kewajiban yang harus mengurus anak.

Wira terus menunggu di tengah-tengah keramaian dan kemewahan, namun dia merasa sendiri tidak ada orang yang mampu menemani dan mendengarkan isi hatinya yang sangat sedih, dia selalu mencari kesenangan dengan bermain bersama para wanita, untuk mengaburkan perasaan yang tidak bisa dia ungkapkan.

Waktu terus berlalu hingga akhirnya pria dengan postur tubuh yang tegap membangkitkan dari tempat duduknya kemudian dia berlalu pergi meninggalkan restoran menuju parkiran karena makanan sudah dibayar oleh Andi.

Setelah berada di dalam mobil, matanya menatap kosong ke arah depan menampilkan restoran yang begitu megah, namun tatapan itu hanyalah tatapan yang tidak memberikan arti karena khayalannya sudah terbang ke mana-mana terbang ke tempat yang jauh tanpa ada penghalang.

Merasa bingung dengan apa yang harus ia lakukan Wira mengambil handphone dari dasbornya, kemudian dia menelepon Arwi untuk mengetahui sejauh mana perkembangan pengurusan jenazah.

Setelah mendapat informasi, Wira menekan tombol start, dan mesinnya pun hidup dengan halus. Ketika mobil melaju keluar dari restoran, cahaya matahari mencerminkan keindahan mobilnya yang elegan.

Perjalanan menuju Tempat Pemakaman Umum (TPU) terasa berat. Wira merenung tentang ibunya, mengenang semua kenangan indah yang mereka bagikan bersama. Air mata pun mengalir di pipinya saat dia mengemudi dengan hati yang berat. Musik lembut dari sistem audio mobilnya mengiringi perasaan yang campur aduk. Meski dia membenci dengan sikap kedua orang tuanya namun Wira tetaplah manusia yang memiliki sisi kelembutan dalam dirinya.

Saat tiba di TPU, Wira melihat kerumunan orang yang telah berkumpul untuk mengucapkan selamat jalan terakhir kepada sang ibu. Dia memarkir mobil dengan hati-hati dan berjalan menuju upacara pemakaman. Wira berdiri di tengah kerumunan di pemakaman Linda dengan wajah yang tampak datar. Dia mengenakan pakaian seadanya tidak yang sesuai dengan tradisi pemakaman, dan ekspresinya nampak dingin, seolah-olah dia sedang mencoba keras untuk menahan emosinya.

Seiring dengan kata-kata penghiburan yang disampaikan oleh ustadz dan doa-doa yang dibacakan, Wira terlihat sepenuhnya terfokus pada prosesi pemakaman. Dia menahan perasaan kesedihan dan rasa kehilangan yang mendalam, sehingga orang di sekitarnya mungkin tidak bisa membaca ekspresi sejati di wajahnya.

Tak satupun air mata yang jatuh dari mata Wira. Dia merasakan perasaan kesedihan yang dalam, tetapi dia memilih untuk mengungkapkannya dengan caranya sendiri, yang lebih tenang dan introvert. Teman-teman dan anggota keluarga mungkin mengira dia tidak merasakan apa-apa, tetapi dalam hatinya, dia merindukan ibunya dengan sangat ia cintai.

Setelah upacara pemakaman selesai, Wira tetap menjaga wajah datarnya. Dia membantu mengucapkan terima kasih kepada semua yang hadir. Dalam keheningan, ketika semua orang telah pulang, dia duduk di makam ibunya ditemani oleh Arwi yang masih terlihat nampak kesal dengan sikap adiknya, yang tak sedikitpun menunjukkan rasa simpati dengan wanita yang sudah melahirkannya .

"Kenapa kamu masih diam? apakah kamu menyesal sudah ditinggalkan oleh wanita yang melahirkan karena kamu belum sempat membahagiakannya. jangankan untuk membahagiakan datang menjenguk ketika di hari rawat di rumah sakit kamu tidak lakukan." Ujar seolah menumpahkan semua kekesalan yang menumpuk di dalam dada.

"Tidak, aku tidak menyesal karena aku tidak merawat ibuku. namun aku menyesal karena aku telah dilahirkan dari rahim seorang ibu yang tidak bisa menjaga keutuhan rumah tangganya, sehingga anak-anaknya harus menjadi korban terlantar dan berjuang sendirian. aku masih duduk di sini dan terdiam bukan meratapi kehilangannya namun aku duduk di sini untuk melihat bagaimana orang yang sudah menelantarkan anak ketika meninggal, siksaan apa yang akan dia terima.

Mendengar perkataan itu Arwi hanya menggeleng-gelengkan kepala seolah tidak percaya dengan apa yang ia dengar, karena dia tidak melihat sedikitpun sosok manusia yang hinggap di dalam tubuh adiknya, Wira terlihat nampak seperti iblis yang tidak memiliki perasaan.

"Sebelum meninggal ibu titipkan ini padamu dan Tolong kamu rapikan semua perabotannya." ujar Arwi sambil melemparkan sebuah kunci kemudian dia pun pergi tidak kuat berlama-lama bersama adiknya, dia takut tidak bisa mengontrol emosi sehingga dia bisa melakukan hal yang tidak diinginkan.

Episodes
1 Angga Wira Aditya
2 Kematian Sang Ibu
3 Bekunjung Kerumah
4 Ditegur Wanita Cantik
5 Merenung
6 Menikmati Malam Jakarta
7 Angelina
8 Mengatar pulang
9 obrolan Intens
10 Diusir Tiba-tiba
11 Merepotkan
12 Bantu
13 Perdebatan
14 Kembali Ke Apartemen
15 Mengudang Aulia
16 Ngopi Bersama
17 Janji Hari Minggu
18 Harus Sempurna
19 Kecewa
20 Menepati janji
21 Kelurga Aulia
22 Dua wanita Cantik
23 Dijebak
24 Mengenal Gadis Kursi Roda
25 Kembali Ke rutinitas
26 Taklukan Aluna!
27 Usir Rania!
28 Rania Marah
29 Kehidupan Arwi
30 Ketakutan Aulia
31 Takjiah
32 Introspeksi
33 Aluna Datang Kekantor
34 Semangat
35 Janjian
36 Carikan Aku Kursi roda
37 Antar
38 Menonton
39 Pertandingan yang sangat seru
40 Sang Juara
41 gejala kelumpuhan
42 Insyaf
43 Kambuh Lagi
44 Menjamu Cindy dan Clarisa
45 Ungkapan Wira
46 menaklukan dua Wanita
47 Melanjutkan Petualangan
48 Terperangkap
49 Jadi Korban
50 Lisa Yang Harus Memberesihkan
51 Lisa Merasa Lelah
52 Penyampai pesan
53 Lisa Tertarik
54 Belikan aku Tiket Konser
55 Mencari Kursi Roda
56 Pentas
57 Fans Baru
58 Menuju Restoran
59 Diner
60 Nyaman
61 mengantar Pulang
62 Terjebak
63 Kecewa
64 Menyegarkan Diri
65 Gagal Lagi
66 Menenangkan Diri
67 Lisa Ngambek
68 Curhat Dengan Andi
69 Mengajak Kencan Lisna
70 Janji dengan Aluna
71 Menjelaskan Semunya Ke Lisna
72 Pesona Yang Kuat
73 Mengantar Dita Pulang
74 Kesialan Terus Menimpa
75 Merenungi
76 Aluna Yang Ceria
77 Cara dia Menatapku
78 Villa di puncak
79 Diner Outdoor
80 Ungkapkan Perasaan
81 Menikmati Malam
82 Menang Taruhan
83 Masih Terbayang
84 Mencoba berpaling
85 Tidak bisa Melupakan
86 Menyibukkan Diri
87 Rasa Bersalah
88 Harus Bagaimana
89 Menemui Aluna
90 Teralihkan
91 Tak Mampu
92 Falling in love
93 Kegelisahan Wira
94 Mencoba Kembali
95 Lisa Mengganggu
96 Menggagalkan Rencana Sendiri
97 Tangan kosong
98 Bertemu Arwi
99 Arwi diminta Pertolongan
100 Aulia Menghubungi Wira
101 Pertanggungjawaban
102 Mencari Ketenangan
103 Menemui Bapak
104 Pencerahan
105 jauhi Wira
106 Sangat Perhatian
107 Aku sangat Bahagia
108 Tour Religi
109 Ustadz Ghufron
110 wira Ketauan
111 Belum Bisa
112 Aluna Terlihat Murung
113 Terbongkar
114 Penyesalan
115 Bangkit
116 Perubahan Sang Asisten
117 dikucilkan
118 Pelajaran
119 Mood Booster
120 Perubahan
121 Mengejar
122 Bertemu nurlela
123 Uji Kelayakan
124 Permintaan Maaf
125 Tamat
Episodes

Updated 125 Episodes

1
Angga Wira Aditya
2
Kematian Sang Ibu
3
Bekunjung Kerumah
4
Ditegur Wanita Cantik
5
Merenung
6
Menikmati Malam Jakarta
7
Angelina
8
Mengatar pulang
9
obrolan Intens
10
Diusir Tiba-tiba
11
Merepotkan
12
Bantu
13
Perdebatan
14
Kembali Ke Apartemen
15
Mengudang Aulia
16
Ngopi Bersama
17
Janji Hari Minggu
18
Harus Sempurna
19
Kecewa
20
Menepati janji
21
Kelurga Aulia
22
Dua wanita Cantik
23
Dijebak
24
Mengenal Gadis Kursi Roda
25
Kembali Ke rutinitas
26
Taklukan Aluna!
27
Usir Rania!
28
Rania Marah
29
Kehidupan Arwi
30
Ketakutan Aulia
31
Takjiah
32
Introspeksi
33
Aluna Datang Kekantor
34
Semangat
35
Janjian
36
Carikan Aku Kursi roda
37
Antar
38
Menonton
39
Pertandingan yang sangat seru
40
Sang Juara
41
gejala kelumpuhan
42
Insyaf
43
Kambuh Lagi
44
Menjamu Cindy dan Clarisa
45
Ungkapan Wira
46
menaklukan dua Wanita
47
Melanjutkan Petualangan
48
Terperangkap
49
Jadi Korban
50
Lisa Yang Harus Memberesihkan
51
Lisa Merasa Lelah
52
Penyampai pesan
53
Lisa Tertarik
54
Belikan aku Tiket Konser
55
Mencari Kursi Roda
56
Pentas
57
Fans Baru
58
Menuju Restoran
59
Diner
60
Nyaman
61
mengantar Pulang
62
Terjebak
63
Kecewa
64
Menyegarkan Diri
65
Gagal Lagi
66
Menenangkan Diri
67
Lisa Ngambek
68
Curhat Dengan Andi
69
Mengajak Kencan Lisna
70
Janji dengan Aluna
71
Menjelaskan Semunya Ke Lisna
72
Pesona Yang Kuat
73
Mengantar Dita Pulang
74
Kesialan Terus Menimpa
75
Merenungi
76
Aluna Yang Ceria
77
Cara dia Menatapku
78
Villa di puncak
79
Diner Outdoor
80
Ungkapkan Perasaan
81
Menikmati Malam
82
Menang Taruhan
83
Masih Terbayang
84
Mencoba berpaling
85
Tidak bisa Melupakan
86
Menyibukkan Diri
87
Rasa Bersalah
88
Harus Bagaimana
89
Menemui Aluna
90
Teralihkan
91
Tak Mampu
92
Falling in love
93
Kegelisahan Wira
94
Mencoba Kembali
95
Lisa Mengganggu
96
Menggagalkan Rencana Sendiri
97
Tangan kosong
98
Bertemu Arwi
99
Arwi diminta Pertolongan
100
Aulia Menghubungi Wira
101
Pertanggungjawaban
102
Mencari Ketenangan
103
Menemui Bapak
104
Pencerahan
105
jauhi Wira
106
Sangat Perhatian
107
Aku sangat Bahagia
108
Tour Religi
109
Ustadz Ghufron
110
wira Ketauan
111
Belum Bisa
112
Aluna Terlihat Murung
113
Terbongkar
114
Penyesalan
115
Bangkit
116
Perubahan Sang Asisten
117
dikucilkan
118
Pelajaran
119
Mood Booster
120
Perubahan
121
Mengejar
122
Bertemu nurlela
123
Uji Kelayakan
124
Permintaan Maaf
125
Tamat

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!