Dengan nafas yang masih ngos-ngosan Starla kembali menuju meja kerjanya, kakinya masih terasa gemetar karena kejadian tadi di depan ruangan atasannya itu.
Starla masih mengelus dadanya dengan pelan, lalu ia mendudukkan dirinya di kursi kerjanya dengan perlahan.
Matanya tiba-tiba terasa memanas dan hatinya pun terasa seperti akan meledak, bukan karena kejadian dia dipergoki oleh Pria yang tidak dikenalnya tadi. melainkan karena hari ini ia benar-benar kembali melihat Bara laki-laki yang selama ini ia lupakan dengan susah payah.
Raya yang melihat tingkah aneh dari sahabatnya itu pun dengan pelan menghampirinya.
Lalu menatapnya dengan penuh pertanyaan.
"Elo kenapa kok wajahnya tegang kaya gitu?"tanya Raya heran
Namun Starla masih betah dengan diamnya, ia masih terlena dengan kenangan pahitnya selama 10 tahun ke belakang.
Starla menyandarkan kepalanya pada kursi kerjanya, ia menutup matanya dengan perlahan lalu menarik nafasnya pelan berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri.
Namun belum beberapa detik ia melakukan itu tiba-tiba saja suara telepon di mejanya berdering dengan nyaring. sehingga membuatnya kembali terperangah karena kaget.
Raya yang berada dekat dengannya terkekeh tertawa kecil.
Starla yang melihat sahabatnya tertawa lepas pun melemparinya dengan tisu yang sengaja ia gulung agar bisa mengenai tubuhnya.
Kemudian dengan cepat Starla segera mengangkat telepon yang terus berdering di mejanya.
"Halo dengan Starla Monica ada yang bisa saya bantu"
Untuk sesaat Bara terdiam ketika mendengar suara Starla yang menjawab panggilan telepon darinya.
Dengan sengaja ia melakukan panggilan itu dari ruangan Stella yang tak lain adalah kakak perempuannya.
"Gimana, dia jawab enggak?" Tanya Stella sesaat kemudian setelah melihat Adiknya itu terpana diam di dalam sambungan teleponnya.
Bara melihat ke arah kakaknya sejenak, ia hanya menganggukkan kepalanya tanpa bersuara, lalu menyerahkan sambungan teleponnya kepada Stella.
Dengan cepat dan tanpa rasa curiga apa-apa Stella meraih teleponnya dari tangan adiknya itu.
"Halo Starla, ini saya Stella."
Starla yang tadinya masih terduduk lemas pun dengan spontan bangkit dari duduknya sambil membulatkan matanya bulat-bulat karena kaget ketika mendengar bahwa yang meneleponnya itu adalah atasannya.
"Iya Bu saya disini" jawab Starla panik, karena ia tahu letak kesalahannya itu dimana.
"Ya ampun kamu gimana sih, aku kan tadi udah menyuruh kamu untuk keruangan saya, kok sampe sekarang kamu belum kesini?" Tanya Stella nadanya sedikit terdengar seperti orang yang kesal.
"Oh, iya iya maaf Bu tadi sebenarnya saya sudah keruangan ibu, cuma tadi saya lihat ibu seperti sedang sibuk jadi saya memutuskan untuk kembali ke meja kerja saya" Jawaban Starla terdengar sedikit tergesa karena sejatinya ia merasa takut kepada atasannya itu, ia memang terlihat anggun dan lembut namun jika sudah menyangkut soal pekerjaan dia mendadak berubah menjadi wanita yang tegas.
"Ya sudah kalau begitu kamu segera keruangan saya sekarang" jawab Stella kemudian ia menutup sambungan teleponnya dengan pelan.
"Huft!"Starla meniupkan angin ke arah poninya ketika sambungan teleponnya bersama Stella berakhir.
Rasa lega kini datang menghampirinya seolah melunturkan semua beban dan ketakutan yang ada di pundaknya sejak tadi.
"Kenapa Lo?"Raya kembali bertanya karena keheranan.
"Gue disuruh keruangan Ibu Stella Ray," jawab Starla lemas
"Ya Udah lah gih sana pergi entar telat di omelin lagi lu" titah Raya
"Hmm" Starla hanya menggumam sambil menganggukkan kepalanya dan kemudian melangkah berat ke arah ruangan atasannya.
Beberapa saat kemudian Starla sudah berada di depan pintu ruangan Stella.
Dia enggan untuk masuk karen tahu jika ia masuk ke dalam ruangan itu, pertemuannya dengan bara sudah pasti tidak akan bisa terelakkan,
Ia merasa belum siap untuk bertemu dengannya.
Apalagi dengan cara mendadak seperti ini.
Luka yang Bara torehkan di dalam hatinya masih terukir jelas, meskipun Starla sudah pernah menikah bersama orang lain lalu kemudian terpaksa harus kembali bercerai karena suaminya mempunyai wanita lain diluar sana, padahal pernikahan itu baru saja berjalan satu bulan.
Tapi meskipun begitu pengalaman hidup baru tidak bisa mengobati luka di dalam hatinya.
"Ya tuhan seandainya saja jika aku tahu bahwa aku akan bertemu kembali dengan dia disini, mungkin dulu aku akan kembali mempertimbangkan kembali untuk menerima tawaran bekerja di kantor ini." Batinnya di dalam hati.
Starla terus mondar-mandir di depan pintu ruangan itu, kakinya seolah sangat berat untuk melangkah masuk ke dalam
Namun disisi lain, ini pekerjaannya ia harus bisa bersikap profesional dengan semuanya sekalipun ini menyangkut dengan hatinya.
Setelah beberapa menit Starla berusaha meyakinkan dirinya kemudian dengan mantap ia memutuskan untuk masuk ke dalam ruangan itu.
Perlahan ia mengangkat tangannya untuk mengetuk pintu ruangan atasannya itu.
Namun belum sempat tangannya menyentuh pintu. dengan tiba-tiba pintu itu terbuka dari arah dalam.
Sontak hal itu membuat dirinya terperangah kaget, karena lagi-lagi si Pria yang tak dikenalnya berhasil membuatnya mati kutu dengan kelakuannya sendiri.
"Kamu ngapain disini?" Pertanyaan itu kembali mengawali perbincangan antara Starla dan si pria itu
"Nah itu pasti Starla," terdengar sahutan Stella dari arah dalam.
Lalu ia tampak keluar dari ruangan dan menghentikan laju kursi rodanya di dekat Juan.
Saat itu Starla hanya mampu menebarkan senyuman sungkannya kepada Stella dan si Pria itu
"Oh, jadi ini Starla yang kamu maksud."ujar Pria itu kepada Stella seolah ia sudah mengetahui siapa dirinya.
"Iya, ayo Star masuk," titah Stella.
Untuk Sesaat Starla menarik nafasnya dalam-dalam sebelum ia menuruti perintah dari atasannya itu.
kemudian ia memberanikan dirinya untuk melangkah masuk ke dalam, sambil sesekali meluaskan pandangannya ke setiap sudut ruangan.
Iya, tepat di kursi sofa pojok ia melihat seseorang yang sangat ia kenal, tengah duduk dengan posisi membelakangi dirinya, ia tampak terlihat sedang asyik memandangi suasana pusat kota melalui jendela.
Dengan ragu Starla terus melangkahkan kakinya hingga tanpa sadar kini dirinya sudah berada di dalam ruang kantor CEO utama.
"Ok Starla silahkan duduk" Stella mempersilahkan Dirinya untuk duduk tepat di sofa yang sama dengan laki-laki yang sangat ia kenal itu.
Secara otomatis perintah itu membuatnya seperti memakan buah simalakama.
Posisi itu membuat dirinya kebingungan setengah mati, jika ia duduk disana secara otomatis ia dan Bara akan duduk satu kursi dengannya dan itu akan membuatnya kembali mengingat luka yang telah Bara berikan untuknya.
Akan tetapi jika ia tidak duduk di sana nanti yang ada Stella akan menganggapnya karyawan yang tidak mematuhi perintah.
"Duduk." Pria itu mengulurkan tangan dan mempersilahkannya untuk duduk.
Dengan berat hati, Starla mulai mendudukkan dirinya di sofa itu, ritme detak jantungnya mendadak berdegup dengan sangat kencang hingga nyaris terdengar keluar oleh Bara.
Berharap bahwa Bara akan terus dalam posisinya yang seperti itu, dan tidak akan pernah membalikan tubuhnya.
Namun harapannya salah, tak lama setelah beberapa detik dirinya duduk, dengan Perlahan Bara membalikan tubuhnya lalu kemudian menatap dalam kepada Starla yang kini tengah duduk sambil menatap lurus ke arahnya dengan mimik wajah yang tegang.
Spontan keadaan itu membuat mata dari keduanya saling menatap satu sama lain.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 159 Episodes
Comments