"Brak …!!" Tak lama setelah menyaksikan Erica pergi Bara melangkahkan kakinya menuju kamar, ia membanting pintunya dengan keras karena emosinya yang masih memuncak
"Bruk..!!" Kepalan tangannya menghantam tembok dengan sangat keras hingga jari - jarinya mengalami lecet. Dengan nafas yang tersengal perlahan ia mendudukkan dirinya lalu menyandarkan dirinya ketepian tempat tidur king size-nya, ia tampak menutup matanya rapat-rapat.
Setitik air mata terlihat jatuh dari ujung matanya.
Namun dengan cepat ia mengusap air matanya, ketika menyadari kakak perempuannya masuk kedalam kamar dan menghampirinya.
Sejenak Stella meluaskan pandangannya melihat seisi kamar Adiknya yang biasa tertata rapi kini berantakan layaknya kapal pecah
"Kalian ribut lagi?" tanya Stella sembari mendudukan dirinya disamping adik bungsunya itu.
"Hmm," Bara hanya menggumam dan
menganggukan kepalanya dengan pelan.
Bibirnya terasa sangat kelu untuk menjawab pertanyaan dari kakaknya itu.
Stella menarik nafasnya perlahan, ia menatap Bara yang tampak hancur saat itu. lalu kemudian dia mengusap pundak adik bungsunya itu dengan lembut, sebagai seorang kakak tentunya ia merasa tidak tega ketika melihat adiknya terpuruk seperti saat ini. apalagi ia tahu bagaimana perjuangan Bara untuk bisa belajar menerima takdir hidupnya yang tak mudah.
"Kakak gak bisa bantu banyak, selain mendoakan hal yang terbaik untuk kalian.
Kakak harap kalian bisa menyelesaikan masalah ini dengan bijak, kasian Brian Bar." ucap Stella sambil terus mengusap pundak Bara
Bara kembali menganggukan kepalanya dengan pelan, seraya mulai membuka matanya lalu menatap kakaknya dengan penuh makna.
"Kenapa semuanya harus kayak gini kak, padahal aku sudah berjuang dan berusaha untuk menerima Erica yang menjadi takdirku. tapi kenapa Wanita itu malah seperti ini kak!" Bara meracau Ia tampak menyesali semua yang sudah terjadi di hidupnya selama 7 tahun kebelakang.
Stella perlahan memeluk tubuh adiknya itu dengan penuh kasih sayang.
Meskipun sekarang Bara sudah menjadi seorang Bapak beranak satu, tapi bagi Stella dia masih menjadi adik kecilnya yang sangat ia sayangi.
"Kaka sangat tahu perasaan kamu saat ini seperti apa Bar, tapi kalau hanya dengan menyesal saja semua masalah tidak akan pernah selesai.
Kakak yakin kamu bisa menyelesaikan semua masalah kamu bersama Erica.
Dan kakak akan selalu mendukung apapun yang nantinya akan menjadi keputusan kamu." Tutur Stella, dia mencoba menenangkan hati Bara yang masih kacau.
Suasana hening sejenak, Bara yang seperti kembali mendapatkan kekuatan setelah mendengar nasihat dari kakaknya itupun, kemudian membalas pelukan tubuh kakaknya itu dengan sangat erat.
"Makasih kak, cuma kakak yang selalu mengerti aku" ucap Bara lirih.
Stella pun tersenyum kecil sambil terus mengelus punggung adiknya itu.
****
Sementara itu Erica yang tengah mengendarai mobilnya, menambah laju kecepatannya dengan tinggi. emosinya terhadap Bara masih belum bisa dikendalikannya, sesekali ingatannya teringat kembali pada pertengkarannya tadi.
"Sekarang kalau kamu mau pergi silahkan, aku tidak akan pernah menghalang-halangi kamu lagi, Aku rasa hubungan toxic ini sudah cukup untuk kita.
Aku lelah dengan semua yang terjadi selama ini, Aku sudah berusaha menjadi suami dan Suami yang baik untuk kamu dan Brian, Bahkan aku juga sudah berusaha untuk mencintai kamu sepenuhnya meskipun sekalipun kamu tidak pernah mempercayai itu, dan sekarang kamu ingin pergi meninggalkan kita kan. pergilah Erica, pergi jika itu membuat kamu bahagia"
Erica menyunggingkan bibirnya ketika mengingat kalimat terakhir yang diucapkan oleh Suaminya itu.
Ia terus mengendalikan kemudinya sambil sesekali menggelengkan kepalanya.
"Kamu bohong Bara, selama ini kamu gak sesayang itu sama aku.
Yang ada di dalam pikiran kamu hanya wanita itu, dan dia akan selamanya ada di dalam hati kamu!" Racau Erica, rasa benci dan marah itu kian tumbuh,Ia tampak terlihat menahan tangis karena membayangkan Bara yang masih mencintai orang lain.
"Kriiing …!" Tiba-tiba ponsel Erica yang tergeletak di atas dashboard pun berdering nyaring, lalu ia meraih benda pipih miliknya itu. Wajah sedihnya perlahan sirna ketika melihat nama Mahesa terpampang di depan layar ponselnya.
"Halo" sahut Erica membuka obrolan antara keduanya.
"Halo Honey, where are you"?tanya Mahesa sambil menggosok handuk ke rambutnya yang masih basah
"Aku di jalan lagi mau pulang ke rumah orang tuaku sayang" jawab Erica ia terus memfokuskan pandangannya ke depan melihat jalanan yang kini sudah tampak sepi kendaraan.
Mahesa tampak memicingkan matanya ketika telinganya mendengar jawaban yang keluar dari dalam mulut Erica.
"Ck, kenapa gak pulang ke apartemen aku ajah sayang?" Mahesa berdiri sambil melihat ke arah jalanan melalui jendela apartemennya yang lebar Dan tinggi.
"Aku gak mau ngerepotin kamu sayang, udah gak apa-apa aku pulang ke rumah orang tua aku aja," Erica menolak saran dari kekasihnya itu.
Sebenarnya bukan karena ia ingin benar-benar pulang kerumah orang tuanya namun ia melakukan itu hanya untuk menarik perhatiannya, ia ingin tahu seberapa pedulinya Mahesa terhadap dirinya. lalu Erica menghentikan laju mobilnya, tepat di depan sebuah apartemen mewah di Kota Jakarta
***
"Teng Teng …!!"
Tak lama suara bel apartemennya berbunyi. Mahesa yang masih tertegun memikirkan pembicaraannya di telepon bersama Ericapun langsung berjalan untuk membuka pintu apartemennya.
Matanya terbelalak kaget ketika menyadari bahwa wanita yang ada di hadapannya saat ini adalah kekasihnya.
Erica yang sejak tadi sudah berada di depan pintu pun langsung ditarik oleh Mahesa masuk ke dalam apartemennya.
"Cup" kecupan itu mendarat begitu saja di Bibir manisnya Erica.
Kejadian itu sontak membuatnya kaget ia meremas pundak kekasihnya itu dengan sangat keras hingga jejak - jejak kukunya terpahat jelas di kulit Mahesa yang putih dan mulus.
Tak lama Mahesa melepaskan ciumannya itu lalu membawa Erica berjalan menuju kamarnya.
Sesampainya disana Erika dikejutkan dengan pemandangan indah, kamar itu sudah dihiasi oleh dekorasi berbagai warna dari bunga mawar serta diterangi oleh cahaya lilin kecil, sekilas ia melihat satu buket mawar dan satu buah kotak kecil berwarna merah tengah tergeletak di atas tempat tidur.
"Come here Honey," titah Mahesa kepada Erica seraya melangkahkan kakinya kemudian mendudukan dirinya diatas ranjang king sizenya.
Erica yang sejak tadi mematung di depan pintu pun menuruti perintah kekasih gelapnya itu.
"You Like It?"bisiknya di telinga Erica nada suaranya begitu pelan seolah sedang menggoda sang kekasih.
Dengan mata yang masih membulat gadis itu tersenyum kecil, ia merasa senang karena kekasih idolanya itu selalu saja bisa membuat hatinya bahagia di waktu yang tepat. selain itu ia juga adalah tipe laki-laki yang romantis, dia selalu saja memberikan kejutan-kejutan kecil kepadanya, dan hal itu adalah salah satu poin yang membuat wanita satu anak itu jatuh cinta kepadanya.
"Ini semua untuk aku sayang ?" Tanya Erica, sejujurnya ia masih tidak percaya dengan kejutan yang sudah disiapkan oleh Mahesa
" Iya dong, kalau bukan untuk kamu lantas untuk siapa honey." ujar Mahesa tangannya kini mulai meraih tengkuk leher jenjangnya.
"Ayo sayang ambil " titah Mahesa kemudian
Erica pun menuruti perintah kekasih gelapnya itu, kemudian ia meraih sebuah kotak kecil merah itu dan kembali ke dalam pelukannya Mahesa
"Apa suamimu sudah melepaskan mu honey?"Tanya Mahesa sambil mengecup pucuk kepala Erica dengan mesra.
"Belum tapi aku cuma melakukan apa yang harus aku lakukan sayang, Lagipula aku capek dengan semuanya" jawab Erica sambil tangannya terus menggenggam kotak merah itu.
"Hmm, ya sudah kalau begitu aku minta kamu untuk sejenak melupakan semua masalah kamu ya sayang, karena malam ini aku sudah menyiapkan sesuatu yang spesial buat kamu. malam ini aku akan membuat kamu bahagia" tuturnya sambil merengkuh tubuh Erica semakin masuk ke dalam pelukannya.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 159 Episodes
Comments