My Sweet Secretary
“Kamu kenapa sih, Mas? Kenapa sikapmu berubah begitu kepadaku?” ucap Erica dengan isak tangis.
“Harusnya aku yang tanya? Kamu bermain apa di belakangku selama ini?” tanya sang lelaki menahan amarah yang sudah membuncah.
“Aku tidak bermain apa-apa, Mas!”
“Ck! Sungguh, kau bermain sangat rapi dan epik,” ucap Bara suami Erica. Ia pun mencoba tetap tegar walau hatinya juga teramat perih.
"Mari kita berpisah!" lanjutnya.
Deg! Bagai disambar petir di siang bolong, hanya isak tangis pilu yang menyayat jiwa. Hati Erica pun sudah berkeping-keping hancur berantakan tak bisa dibenahi kembali. Memang pertengkaran di dalam bahtera rumah tangga itu nyata adanya. Kini semua angan-angan indah telah sirna, janji manis yang dahulu diucapkan saat ijab kabul pun hanyalah dusta semata.
Hanya saja semua itu memang sudah keputusan yang tepat bagi Bara. Walaupun hatinya juga sangat hancur menerima akhir sebuah perjalanan kisah mereka. Di satu sisi Erica pun tak ingin melepaskan suaminya, tetapi di sisi lain hatinya telah melabuh ke orang lain. Hingga kini hubungan mereka harus terpisah.
Percuma dirinya menangis, buat apa lagi? Sedangkan sang suami sudah tidak menginginkan dirinya kembali. Dengan cepat Erica mengemas semua bajunya ke dalam koper, tak lupa ia juga membawa seluruh barang-barangnya yang berada di dalam kamar.
Ya, kamar yang selama ini sudah menjadi tempat ternyaman baginya. Apa lagi banyak kenangan-kenangan indah bersama sang suami. Namun, hari ini Erica harus meninggalkannya, apa lagi dengan goresan luka hati.
“Huft!” Erica menghembuskan napasnya dengan kasar.
Kini dirinya pun sudah selesai mengemasi barang-barangnya. Hingga dengan berat hati ia harus pergi meninggalkan sang suami Bara Malik Revendra.
***
Di suatu hari, secara tidak sengaja Bara harus menyaksikan perselingkuhan istrinya, Erica Maharani. Apa lagi lelaki itu adalah seorang publik figur yang tengah naik daun.
Ya, semua itu tak luput dari kebetulan. Sepandainya kita menyembunyikan bangkai pasti akan ketahuan juga. Bara yang sedang mengikuti meeting dadakan di sebuah hotel ternama di kota Jakarta. Dengan membahas perencanaan dan pencetusan CEO baru.
Sebagai salah satu kandidat, Bara pun berkewajiban untuk menghadiri rapat besar itu secara langsung. Memang meeting itu hanya dihadiri oleh beberapa perusahaan saja, yang mana di dalamnya itu terdapat tiga perusahaan keluarga.
Juan Malik Rivendra merupakan salah satu pemegang saham terbesar di perusahaan Rivendra, yang mana ia adalah anak pertama dari maskot nama tersebut.
Stella Malika Rivendra, merupakan anak kedua yang juga memegang salah satu saham perusahaan sang ayah. Sayangnya ia harus mengundurkan diri, karena insiden kecelakaan yang membuatnya mengalami kelumpuhan.
Argadana Malik Rivendra merupakan Ayah kandung dari Juan, Stella dan Bara. Dirinya merupakan pemilik utama dari perusahaan Rivendra.
Kali ini, sang ayah menunjuk Bara sebagai pengganti Stella, karena secara kebetulan saat itu putra sulungnya baru saja mendapatkan gelar Sarjana Sastra dan Ekonomi.
Bara sudah menikah sejak ia berusia dua puluh tiga tahun bersama Erica Maharani yang merupakan seorang Model. Mereka menikah melalui perjodohan. Padahal saat itu, ia tengah mempunyai seorang kekasih yang sudah dipacarinya sejak kelas dua SMA.
Wanita itu mau menikah dengan Bara, karena sejak masih SMP dirinya sudah menaruh hati kepada lelaki berhidung mancung itu. Hingga mereka lulus dan akhirnya berpisah untuk meneruskan sekolah.
Hingga suatu hari mereka berdua kembali dipertemukan pada saat acara reuni sekolah. Saat itu, Bara sedang bekerja sambil kuliah di Universitas swasta Bandung.
Singkat cerita, karena Ayah Bara maupun Erica adalah rekan bisnis sejak lama. Mereka pun merencanakan perjodohan untuk kelangsungan bisnisnya. Dengan berat hati Bara harus menyetujui permintaan dari sang ayah yang sangat ia sayangi.
Dengan terpaksa pula dirinya harus meninggalkan kekasih yang sudah menemaninya sejak remaja. Ya, memang semua itu menyakitkan, tetapi itu adalah yang terbaik.
***
Saat di acara meeting Bara meminta izin untuk pergi ke toilet. Perlahan ia pun bangkit dari tempat duduknya, lalu melangkah pergi menuju ke toilet. Suasana memang tampak sepi, sesampainya di koridor paling ujung tanpa sengaja ada yang menabraknya.
“Sorry, saya benar-benar tidak sengaja,” ucap lelaki yang menabraknya itu dengan ramah.
“Its oke, santai saja,” jawab Bara dengan tersenyum.
“Oke, kalau begitu saya duluan, ya,” ucap lelaki itu sembari melangkah meninggalkan Bara. Langkah demi langkah, tetapi semakin cepat. Hanya saja sesampainya di ujung koridor lelaki itu sudah dihadang oleh banyak wartawan. Entah, dirinya harus bagaimana.
Bara sempat terdiam, ketika melihat wajah laki-laki yang baru saja bertabrakan dengannya rasa-rasanya ia mengenal wajah itu, akan tetapi perhatiannya teralih karena melihat kerumunan wartawan yang begitu banyak tengah mendatanginya satu persatu. hingga akhirnya ia memilih untuk memperhatikan kericuhan yang sedang terjadi di hadapannya.
Di satu sisi, Bara hanya terdiam, ketika melihat wajah lelaki tadi. Ia seperti tak asing dengan wajah itu, tetapi dirinya benar-benar tak ingat siapa dia. Kini perhatiannya malah teralih saat melihat wartawan mengerubungi lelaki itu.
Tak lama suasana di sana berubah menjadi sangat ramai. Jepretan kamera berbunyi dimana-mana, hingga para wartawan pun berebut untuk merekam setiap kata yang terucap dari mulut laki-laki itu. Bara sempat tersenyum kecil melihat keadaan yang seperti itu hingga di satu titik, ia membuka matanya lebar-lebar saat melihat sosok yang sangat ia kenal.
“Erica,” sapa Bara dengan tatapan yang begitu tajam juga mengintimidasi. Ya, wanita yang berada di hadapannya itu tengah bergelantungan manja di lengan lelaki lain.
Bara semakin mempertajam pandangannya, ketika ia melihat cara Erica memperlakukan laki-laki itu dengan sangat mesra. Sejenak ia menggeleng dan berusaha untuk mengikutinya.
Sepanjang koridor Bara melangkah secara diam-diam, ia terus menyusuri koridor yang mulai tampak sepi itu hingga keduanya berhasil kabur dari kejaran para wartawan dengan masuk ke dalam lift yang menuju ke lantai dua puluh lima.
Ting! Suara bunyi lift begitu sangat nyaring. Bara pun hanya bisa mengumpat di tepian tembok. Sembari melihat mereka berdua masuk ke dalam lift. Sementara dirinya mengikuti dengan lift yang berbeda.
Beberapa saat kemudian ketiganya sampai di lantai dua puluh lima. Bara pun masih terus mengikutinya, secara diam-diam. Hatinya yang sudah mendidih pun ia harus tahan. Semua itu hanya agar bisa mengumpulkan bukti. Memang rasanya ingin sekali memberikan pelajaran kepada lelaki sia*lan itu. Namun, dirinya masih bisa mengontrol emosinya dengan baik.
“Sayang, jalannya bisa pelan dikit ‘kan? Kakiku sakit,” ucap Erica. Dirinya mengeluh, karena sepatu hak tinggi itu membuat kakinya terasa pegal.
"Hmm, kalau gitu biar aku gendong aja, gimana?" jawab laki-laki itu menggoda. Erica pun tertawa lepas ia terlihat senang dan bahagia.
"Hem ...," gumam laki-laki itu, ia sempat terdiam sejenak sebelum dirinya melanjutkan mengangkat tubuh Erica dan membawanya ke dalam kamar VVIP bernomor 303 itu.
Bara terpaku saat mendengar dan menyaksikan adegan itu di depan matanya. Ia pun kembali mengingat kejadian tujuh tahun silam.
Ya, selamat tujuh tahun dirinya selalu mencoba untuk membuka pintu hati kepada Erica. Walaupun memang semua terasa sulit, tetapi ia tetap berusaha untuk mencintai sang istri. Selama tujuh tahun pula harus hidup tersiksa dalam penyesalan, karena harus rela meninggalkan wanita yang sangat berarti dalam hidupnya.
"Ya tuhan apa yang sedang mereka lakukan?" pertanyaan itu kini berkecamuk di dalam benaknya.
Ingin rasanya ia mendobrak pintu kamar, lalu masuk ke dalam untuk menyaksikan hal apa yang sedang mereka perbuat di sana. Namun, niatnya itu terhenti dengan suara ponselnya yang berbunyi. Terlihat di dinding kaca benda pipih tersebut terdapat nama sang kakak.
Bara pun segera mengangkat panggilan telepon itu, "Ia, halo kak," ucapnya.
"Kamu di mana? ini meetingnya sudah mau dimulai, kok malah ngilang?" tanya Stella panik.
"iya kak, aku baru saja selesai sebentar lagi aku tiba,” jawab Bara sambari mematikan ponselnya.
Sejenak Bara menoleh ke arah pintu kamar yang berada di hadapannya. Perlahan ia mengatur nafasnya yang berat dan berusaha menenangkan dirinya. Ya, tentu saja agar keputusan di saat rapat hari ini tentang siapa yang akan menjadi CEO pengganti bisa secepatnya selesai.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Ayesha Razeeta_
Erikaaa
2023-11-09
1