"Wah,, wah,, wah", mata Tuan Rogh berbinar bagai buaya lapar yang baru saja menemukan mangsanya.
Rose menahan nafasnya dengan tubuhnya yang menegang kaku tak berdaya. Ia meremas ujung dressnya yang tampak lusuh. Menatap geram dengan kilatan amarah pada dua wanita di belakang Tuan Rogh. Rasanya timbul penyesalan karena telah memenuhi rasa lelahnya dengan duduk mengistirahatkan diri di sana sejenak. Harusnya tadi ia terus berjalan hingga hampir lumpuh supaya siapapun tak dapat menemukan keberadaannya.
Bau-bau kekejaman tercium saat Tuan Rogh memunculkan seringai yang amat menyeramkan daripada sebelum-sebelumnya. Lalu tak lama muncul beberapa pria tegap di belakangnya. Hal itu membuat Rose semakin menciut, kakinya ia rapatkan dengan tubuh yang semakin gemetar. Matanya melirik ke kanan dan ke kiri, menimbang-nimbang sambil mencari sesuatu. Ia mencari sosok ayahnya di sekitar mereka. Namun ia tak mendapati sosok yang harusnya melindunginya itu di sana. Rose tersenyum penuh ironi, namun sebisa mungkin ia tetap menampilkan wajahnya yang tenang.
"Terima kasih, putraku! Kau telah berhasil menahan calon ibu tirimu selanjutnya", ucap Tuan Rogh pada Eric yang sejak tadi masih terdiam sambil mengamati apa yang sebenarnya terjadi.
Kedua mulut Rose maupun Eric terbuka. Saling melempar tatapan tidak percaya. Pahit, kenyataan yang amat pahit bagi Eric tentunya. Bagaimana mungkin ia bisa menerima kenyataan bahwa wanita yang selama ini ia damba, malah akan berakhir seperti wanita-wanita yang selalu dibencinya.
"Eric?", wajah Rose dipenuhi ribuan tanda tanya. Penjelasan, ia membutuhkan penjelasan dari pria yang kini berada di sebelahnya. Benar tidaknya membuat Rose terus menatap Eric hingga begitu dalam. Dan sorot matanya tak dapat menutupi sebuah kepiluan.
"Rose!", seru Eric seraya menggeleng tegas kepada wanita di sebelahnya. Ia bahkan tidak mengerti situasi apa yang sedang mereka hadapi kini. Bagaimana ia bisa mengenal ayahnya, bagaimana bisa hubungan mereka berakhir dengan keputusan yang selalu dibencinya. Eric juga memasang banyak tanda tanya di wajahnya.
Tapi melihat kilatan kesedihan yang mendalam, membuatnya menerka-nerka. Apalagi saat ditatapnya dua wanita, yaitu Nyonya Mira dan Mirabel putrinya yang ia sendiri juga mengenalnya. Kedua wanita itu terlihat sangat bahagia menatap ke arah Rose yang bahkan hanya sekilas saja bisa dilihatnya begitu banyak kesedihan di matanya. Otak Eric bekerja keras, sebuah perkiraan muncul di kepalanya.
"Mungkinkah mereka penyebabnya?", gumam Eric dalam hatinya.
Tapi untuk apa, Eric juga kembali bertanya-tanya. Karena sampai saat ini, ia tidak mengetahui ada hubungan apa antara Rose dan Mirabel yang selalu terlihat tegang.
"Eric!", tepat saat ia menghentikan pikirannya yang berputar kemana-mana Mirabel datang mendekat dan merangkul lengannya sambil bertindak manja.
"cih!", Rose maupun Eric mengumpat bersamaan dalam hati.
"Menjijjkan!", umpat Rose lagi.
"Ada apa ini sebenarnya?", tanya Eric pada Tuan Rogh selaku ayahnya. Namun nada bicara yang ia keluarkan tak ada kehangatan sedikitpun di dalamnya. Seakan hubungan mereka tidak begitu baik sejak lama.
"Begini, putraku satu-satunya! Besok aku akan melangsungkan pernikahanku yang kelima! Tapi calon istriku begitu marah hingga ia memilih untuk sedikit berjalan-jalan dan membuatku mencarinya. Kurasa calon ibu tirimu ini sangat suka dikejar!", penjelasannya yang ramah dan terdengar menyenangkan malahan membuat Rose jijik dan ingin muntah saat mendengar isi ucapan pria tua itu.
"Dan ah ya! Sepertinya kalian sudah saling mengenal ya! Tapi tak apa, biar ku perkenalkan! Ini adalah Rose Benneth, calon istriku. Dan ini adalah Eric putraku satu-satunya yang akan menjadi putramu juga!", ucapnya lagi bergantian pada Eric maupun Rose.
Sungguh ucapan ayahnya bagai peluru tajam yang sudah menembus tepat ke jantungnya. Jantungnya siap meledak saat itu juga. Ironi yang amat menyakitkan dan tak akan mungkin ia sanggup menerima kenyataan pahit itu.
"Dan kau juga sudah mengenal wanita itu rupanya! Dia adalah saudara tiri calon pengantinku, namanya Mirabel Benneth dan itu ibunya Mira Benneth!", jelasnya lagi dengan seringai kejamnya. Ia menjelaskan bahwa tak ada cela sedikitpun bagi Eric untuk mendekati wanita yang sudah jadi targetnya. Apalagi dengan lengan Mirabel yang mengukungnya untuk tak bergerak, membuat Eric harus menyadari siapa yang sebenarnya berkuasa.
Tadi saat diperjalanan, Mirabel telah menjelaskan bagaimana mereka bertiga saling mengenal. Tapi yang ia jelaskan adalah bahwa dirinya dan Eric saling menyukai satu sama lain hanya saja Rose sering sekali datang dan menggoda Eric sehingga Eric menjadi berpaling darinya. Cerita dongeng yang ia buat sukses dipercaya oleh Tuan Rogh yang sudah dipenuhi nafsu untuk menjadikan Rose miliknya.
Eric menatap ke arah Rose dengan tatapan yang sulit diartikan. Ada rasa simpati, empati, iba dan kasih yang membaur menjadi satu pada bola mata abu-abu miliknya. Ternyata begitulah kenyataannya, sedikit banyaknya ia jadi tau apa yang selama ini ada di balik senyum ceria yang selalu Rose tunjukkan kepada temannya. Dan alasan kenapa Rose selalu menghindarinya saat ia sedang bersama Mirabel tentu sangat jelas tertera pada situasi saat ini. Sebagai lelaki ia juga tau bahwa wanita genit ini menyukainya bahkan membuatnya kadang merasa risih dengan tingkahnya yang kelewat agresif.
"Tangkap dia!", perintah Tuan Rogh membentang di seluruh telinga orang-orang di sana. Pria-pria tegap yang tadi datang, kini menghampiri Rose kemudian memegangi lengannya pada kanan dan kirinya dengan begitu erat hingga ia tak mampu melawan meski ia sudah mengguncang tubuhnya supaya tangan itu terlepas.
Eric sempat menahan tangan salah satu tangan pria tegap itu. Berusaha mencegah orang suruhan ayahnya tidak menyentuh Rose sedikitpun. Tetapi tenaganya tidak cukup kuat hingga tangannya malahan terhempas.
"Lepaskan dia!", Eric menggeram marah pada ayahnya. Desakan amarah di dadanya sudah amat kuat dengan nafas yang memburu.
"Heh!", Tuan Rogh tersenyum sinis memandangi putranya. Tak ada satu orangpun yang akan bisa menghalangi apapun keinginannya.
"Tangkap dia juga!", perintah Tuan Rogh lagi sambil membalikkan badan tanpa melihat ke arah putranya.
Eric meronta, mengguncang tubuhnya dengan kuat, berusaha melepaskan diri dari jerat orang suruhan ayahnya itu. Ia tak mampu melawan dan akhirnya malah berakhir dengan tak sadarkan diri karena salah satu orang suruhan Tuan Rogh memukulnya di bagian belakang lehernya hingga ia terjatuh pingsan.
"Bawa dia pulang, lalu kunci kamarnya! Jangan biarkan siapa pun mendekat dan mengasihaninya! Dia harus berpikir siapa yang dia butuhkan saat ini!", perintah Tuan Rogh dengan arogannya. Padahal itu adalah putranya sendiri, tapi malah sikapnya tak ada bedanya dengan sikapnya terhadap musuh ataupun orang-orang yang tak berarti baginya.
Orang suruhan Tuan Rogh terbagi menjadi dua kelompok. Yang satu mengurusi Eric dan membopong pria itu masuk ke dalam mobil yang berada di belakang. Sedangkan kelompok yang satunya menyeret paksa Rose yang masih utuh kesadarannya dan memasukkannya ke dalam mobil yang berada di depan.
"Percayalah kita akan bersenang-senang, sayang!", tangan nakal Tuan Rogh mengusap lembut pipi Ross yang halus dan lembut dengan senyum menggoda yang menjijikan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments
Lenny Marlina
kayaknya tdk adil nih thor, masa mira dan anaknya mengutan, dan menikmati enaknya masa iya rose yg jdi pembatar utang, awas ya Thor😏
2023-04-02
0
Lilis Ferdinan
aissss,,, bandot tua,, 😠
2021-08-10
0
Gia Gigin
Ishh tua bangka menjijikkan 😝😏
2021-04-21
0