Dua bulan yang lalu,
Di negara F, seorang wanita muda berjalan terseok-seok dengan pakaiannya yang agak berantakan. Sudut bibirnya berdarah dan wajahnya dipenuhi lebam berwarna biru keunguan. Setengah menangis ia berlari berusaha menjauh dari arah yang menurutnya dapat menyelamatkan dirinya dari semua marabahaya.
FLASHBACK ON
Baru saja, ia dijual oleh ibu tirinya kepada seorang pria yang lebih pantas ia jadikan ayahnya sendiri. Ibu tirinya berhutang terlampau banyak kepada pria tua itu. Bukan untuk memenuhi kehidupan sehari-hari, tetapi untuk memenuhi gaya hidupnya yang terlalu jauh dari apa yang ia punya. Pada akhirnya, Rose lah yang harus menanggung semuanya.
Rose mempunyai saudara tiri yang juga seorang wanita, umur mereka pun hanya berpaut 1 tahun. Pria tua itu awalnya tertarik dengan saudara tiri Rose yang bernama Mirabel. Tapi atas hasutan ibu dan anak itu, akhirnya pria tua itu lebih tertarik dengan Rose. Ia akan menganggap urusan di antara mereka selesai jika Rose bisa menjadi istri kelimanya. Pria itu menatap Rose yang sedang menyapu halaman dengan mata buasnya. Tentu saja hal itu membuat kedua anak dan ibu itu begitu kegirangan.
"Rose!", panggil Nyonya Mira dengan suara yang begitu lembut.
"Ada apa Nyonya tua itu memanggilku dengan suara yang menjijikan seperti itu?!", gerutu Rose dalam hatinya.
Ia menghentikan kegiatannya, menyandarkan sapu panjangnya pada sebuah pohon rindang tak jauh darinya. Dengan wajah enggan ia melangkah ke arah ibu tirinya itu. Rasanya ada yang tidak beres dengan senyum-senyum yang mereka pasang pada wajah mereka.
"Ada apa dengan pria tua itu?! Matanya seakan dia siap memakanku saja!", lagi batin Rose tak suka.
"Ya, ada apa Nyonya?", ia bertanya dengan sopan namun tetap tak menyembunyikan wajah enggannya. Rose hanya menggunakan dress rumahan yang amat sederhana bahkan nampak usang. Ia mengepang rambut emasnya ke belakang dan menyisakan beberapa anak rambut di samping telinganya. Tampilannya sangat sederhana, bahkan tak ada kesan mencolok sedikit pun. Tapi jika sudah cantik pada dasarnya, seorang putri yang dipaksa memakai tampilan seorang pembantu pun akan tetap kelihatan bersinar. Begitulah Rose digambarkan, tampilan usangnya tak menutupi aura kecantikan yang ia miliki saat ini.
"Panggil aku ibu, sayang! Aku juga ibumu!", Nyonya Mira memasang senyum menawannya.
"Cih,, apa-apaan dia?! Bukankah jika sekali saja aku menyebutnya ibu dia akan menyiramku dengan air panas?!", ucap Rose dalam hati.
"Ya, baiklah ibu! Ada apa memanggilku? Pekerjaanku belum selesai!", ucap Rose dengan wajah enggannya.
"Kenalkan ini adalah Tuan Rogh!", Nyonya Mira memberi isyarat dengan matanya pada Rose untuk mengulurkan tangannya terlebih dahulu.
"Halo, apa kabar Tuan Rogh! Saya Rose!", ia memilih untuk membungkukkan tubuhnya memberi hormat kepada pria tua yang berada di hadapannya.
"Kenapa kau begitu sungkan, Rose. Seharusnya kau menyalami Tua Rogh dengan benar, kan!", Mirabel menarik paksa tangan Rose untuk bersalaman dengan pria tua itu.
"Ta,, tanganku kotor! Aku belum mencuci tanganku sehabis bekerja tadi!", seru Rose yang berusaha melepaskan tangannya dari cekalan tangan Mirabel.
"Hallo Nona Rose! Panggil saja aku Rogh! Jangan terlalu sungkan denganku ya!", sapa Tua Rogh yang sudah menggenggam erat tangan Rose. Ibu jarinya mengusap lembut punggung tangan Rose dan matanya berkedip memandangi dirinya dengan tatapan memangsa.
Buru-buru Rose menarik paksa tangannya. Memiringkan tubuhnya sambil bergidik ngeri sambil menatap pria tua itu dengan waspada. Lalu firasat buruk datang, ia melempar tatapan tajam ke arah ibu dan juga saudara tirinya.
"Ah, Rose! Bagaimana jika kau menemani Tua Rogh dulu di sini! Ibu masih ada beberapa pekerjaan di belakang!", Nyonya Mira dan juga putrinya segera bangkit dari duduknya.
"Pekerjaan apa? Semua pekerjaan sudah aku selesaikan kecuali menyapu halaman!", seru Rose masih dengan tatapan tajamnya. Ia mengerutkan alisnya dalam seraya menatap ibu tirinya lama, mencari tau apa yang sedang mereka rencanakan sebenarnya.
"Ah, menyapu halaman! Mirabel, kau bisa meneruskannya bukan! Ibu harus menyiapkan makan malam, ya makan malam!", Nyonya Mira mendorong tubuh putrinya ke arah depan dan memberi isyarat untuk menuruti perintahnya saat ini.
"Tapi Ma,,,!", bibir Mirabel mencebik kesal. Rasanya malas sekali ia harus mengerjakan pekerjaan kasar seperti itu. Ia tentu tak ingin kukunya yang sudah dicat dengan indahnya harus rusak karena pekerjaan kasar itu.
Bibir Nyonya Mira bergumam tidak jelas dengan mata yang membulat besar. Memberi isyarat kepada putrinya bahwa ini merupakan perintah yang tak terbantahkan. Mirabel menghembuskan nafasnya kasar sebelum akhirnya menurut dan melangkah keluar. Baik, biar ia mengalah dulu saat ini, daripada ia harus meladeni mata keranjang yang lebih pantas menjadi ayahnya itu.
Keheningan membentang di ruang tamu itu. Saat ini ayahnya yang merupakan seorang direktur di salah satu perusahaan, tengah berdinas di luar kota. Jadi saat ini, Rose hanya bisa bergantung pada dirinya sendiri. Setiap kali Tuan Benneth tidak ada, maka ia akan berubah menjadi upik abu yang harus siap mengerjakan seluruh pekerjaan rumah dan tentunya melayani ibu dan saudara tirinya. Namun jika ayahnya berada di rumah, ia akan berdiam diri di kamar layaknya seorang putri dari rumah ini. Tapi ia juga harus menjaga sikap dan perilakunya, karena ayahnya tidak menyukai seorang wanita yang tidak memiliki tata krama. Jadi ada atau pun tidak ada ayahnya, rasanya sama-sama menyiksa dirinya. Ia tak bisa menjadi dirinya sendiri.
Sibuk dengan pikiran itu, Rose tak menyadari tangan nakal Tuan Rogh mulai menyentuh jemarinya yang berada di atas pahanya. Tuan Rogh menggenggam paksa tangannya dengan seringai lebar di bibirnya.
"Jangan malu-malu, sayang!", ucap Tuan Rogh dengan mata kurang ajar yang mencoba menggodanya.
Sambil berusaha menarik tangannya, wajah Rose berkerut semua. Ia menatap pria tua itu dengan pandangan heran dan menjijikan.
"Ayolah, Rose sayang! Sebentar lagi kita akan menikah. Jadi kau jangan sungkan dan malu-malu begini terhadapku!", tangan yang satunya ia gunakan untuk mengelus-elus lengan Rose yang putih mulus dengan tatapan lapar.
Serasa disambar petir, tubuhnya memaku tiba-tiba. Saat ini otaknya tengah bekerja keras mencerna apa yang pria itu ucapkan barusan. Apa-apaan dengan ini semua. Siapa yang berani mempermainkan masa depannya. Rose menggeram marah ketika ia menyadari siapa dalang dibalik semua ini.
"Ibumu sudah menyerahkan dirimu untuk aku jadikan istriku yang kelima. Dia sudah menjualmu kepadaku untuk melunasi hutang-hutangnya!", bisik Tuan Rogh dengan nada menggoda di telinga Rose.
Wanita itu terkesiap, ia semakin waspada menatap pria tua di sebelahnya. Rose menjauhkan tubuhnya dari sana. Lalu tertahan karena tangannya masih tercekal oleh tangan pria itu. Tatapan lapar Tuan Rogh semakin menjadi. Ia menarik tangan Rose hingga tubuhnya mendekat, sangat dekat dengan tubuh pria itu. Tuan Rogh memiringkan kepalanya siap mendaratkan bibir busuknya pada bibir Rose. Wajah mesum pria tua itu nampak jelas di matanya.
"Oh Tuhan, tolong bantu aku!", jerit Rose dalam hatinya.
Otak Rose dipaksa bekerja keras untuk mencari cara lepas dari cengkeraman pria itu.
"Vas bunga!", batin Rose.
Ia melihat vas bunga kecil yang terbuat dari keramik berdiri di atas meja di hadapannya. Sambil terus menjauhkan diri dari tubuh Tuan Rogh yang semakin mendekat, tangannya yang bebas ia gunakan untuk menjangkau vas bunga itu.
prraakk
Cairan merah keluar dari kepala Tuan Rogh. Mengucur deras hingga membuat sebagian wajahnya berwarna merah. Darah segar itu mengalir akibat vas bunga yang Rose layangkan ke kepalanya. Hanya itu ide gila yang ia pikirkan untuk menyelamatkan hidupnya. Hanya itu yang bisa ia gunakan untuk membuatnya tak menyesali apapun yang akan terjadi nanti. Rose sudah siap menghadapi resiko yang akan ia ambil.
Tubuh Tuan Rogh memaku, tangannya terulur mencoba menyentuh kepalanya yang terasa basah. Ia mengecek cairan apa yang membasahi kepalanya saat ini.
"Sial!", umpatnya kemudian setelah menyadari cairan itu adalah darah.
plaakk
Tubuh Rose terhempas ke lantai akibat dari tamparan keras yang dilayangkan oleh Tuan Rogh. Ia memegangi pipinya yang merah dan panas. Ujung bibirnya terasa perih, dapat ia rasakan dengan ujung lidahnya bahwa itu terluka dan berdarah.
"Kurang ajar! Berapa nyawamu berani menentangku!", teriak Tuan Rogh penuh amarah.
Keributan itu berhasil memancing pasangan ibu dan anak itu datang mendekat karena rasa penasaran yang meliputi diri mereka masing-masing. Lalu keduanya kompak menutup mulutnya yang menganga dengan kedua tangan mereka masing-masing. Mereka tak menyangka bahwa Rose yang biasanya pendiam dan penurut akan melakukan tindakan impulsif yang amat beresiko seperti sekarang ini
Lalu keegoisan tetap menutup penuh hati mereka. Setelah melihat pemandangan di hadapan mereka, yang terbesit adalah setelah ini bagaimana mereka akan selamat dari Tuan Rogh yang nampak murka. Buru-buru Nyonya Mira mendekat, tetap berusaha menenangkan amarah pria tua itu.
"Oh, astaga! Tuan apa yang terjadi dengan kepalamu?! Rose, apa yang terjadi? Mengapa bisa seperti ini? Mirabel, cepat ambil kotak obat. Luka Tuan Rogh harus segera ditangani", Nyonya Mira memasang wajah khawatirnya seraya mengajak Tuan Rogh untuk duduk kembali.
Masih bersimpuh di lantai, Rose enggan menjelaskan satu hal pun. Yang pasti, menurutnya ibu dan saudara tirinya itu pasti sudah tau apa yang sebenarnya terjadi. Jadi ia tak perlu repot-repot menceritakan dengan detail apa saja yang ia alami. Mata Rose menatap tajam ke arah wanita paruh baya yang menjadi ibu tirinya ini. Lalu bergantian ke arah Tuan Rogh yang sedang ditangani dan kepada Mirabel yang juga sedang menatapnya dengan tatapan jijik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments
❤️yoomi❤️
bagus Ross harus tegas klo sudah berhadapan dengan aki² ganjen Kya gitu 💪
2021-05-24
0
Carlina Carlina
aku bru liat judul nya kok ketawa duluan ya😀😀😀🤣ngebayangin tuan ben yg orng nya dingin gitu🤣🤣
2021-05-02
0
Gia Gigin
Good Job Rose memang itu yg seharusnya rubah tua itu dapatkan
2021-04-21
1