Setelah menghujat takdir dan nasib sialku di kehidupan kedua dan, lagi-lagi, membuat Lanna tertunduk gemetar ketakutan, aku meminta Lanna keluar.
Kupesankan juga kepadanya untuk tidak membangunkanku karena aku ingin tidur lebih lama. Lanna mengangguk, mengucapkan undur diri dan dengan kecepatan penuh menarik pergi tubuhnya menghilang ke balik pintu.
Sepertinya, satu jam di dunia ini sudah cukup membuat pelayan yang baru bekerja tiga bulan itu menjadi semakin takut dengan Arabella.
Aku merobek kertas yang berisi sinopsis tentang ‘My Chiara ’ dan melemparkannya ke dalam perapian. Cukup lama aku termangu menatap kertas itu termakan api dan menghilang jadi abu.
Saat kakiku mulai lelah, aku berjalan gontai ke arah kasur dan menjatuhkan diri ke atas lapisan selimut sutra. Kepalaku pening dan pandanganku berputar-putar, sibuk memikirkan apa penyebab kecewaku dengan alur yang sudah terlanjur berjalan ini.
Apa aku berniat mengubah cerita di mana Thierry jatuh cinta dengan Arabella? Aku menggeleng, terlalu klise. Lagipula sudah terlambat, cerita mereka sudah dimulai.
Atau, apakah aku ingin menjadi orang baik, yang hanya diam dan membiarkan cinta Thierry dan Chiara bersemi, sementara lagi-lagi aku jadi penontonnya? Aku juga menggelengkan kepala. Peran Arabella cukup penting sebagai pemicu konflik.
“Apa lebih baik aku pasrah dan mengikuti alur cerita?” Aku melempar tanya pada diriku sendiri. Benar, selama ini aku hidup seadanya, kenapa aku harus mengubah nasib yang sedari awal membenciku?
Jika aku dibawa ke dunia ini di tengah-tengah cerita, bukankah lebih baik aku mengikuti alur. Jadi antagonis yang mempertahankan gelarnya agar tidak dicuri juga bukanlah hal yang buruk. Lalu tersenyum saat waktu penghukuman dan tetap diingat sebagai wanita jahat sampai akhir.
“Ya, lebih baik aku mengikuti alur dan menjadi Arabella yang jahat.” Aku memantapkan hati sambil mengancam takdir.
“Kalau tidak suka dengan jalan yang aku pilih, kembalikan saja aku ke jalanan beraspal tempat seharusnya aku berada!” Aku berbicara seakan ada yang mendengar, lalu menggulung diri dengan selimut, membuat tubuhku nyaman dan memejamkan mata.
Entah sudah berapa lama aku tertidur. Setengah tersadar. Aku merasakan sensasi dingin di atas kepalaku. Suatu cairan seringan air mengalir dipelipisku. Yes! Apakah takdir merespon ancamanku yang tidak mau mengubah nasib Arabella?
Aku bahkan merasakan kupingku sedikit berdenging dan ada seseorang yang membelai lembut rambutku. Tunggu, membelai lembut? Apalagi ini? Bukankah seharusnya aku kembali jalanan aspal dekat kosan?
Dengan pelan aku membuka mata. Setengah cahaya dari balik tirai jendela masuk ke ruangan itu. Sial. Ternyata aku masih jadi Arabella.
Aku kembali samar merasakan kehadiran seseorang di sampingku, dia tersenyum, senyum manis yang lebar dengan gigi taring mencuat diantara gigi seri dan gerahamnya yang rapi.
“Apa tidurmu nyenyak My Lady? Kamu bahkan meninggalkan kucing-kucing kesayanganmu selama seminggu.” Suara laki-laki muda bertanya lembut, tapi, kucing? Kenapa pula dia membahas hal seperti itu sekarang?
Tunggu…dia adalah satu-satunya orang yang bisa memasuki kamarku, bahkan setelah kuperintahkan Lanna untuk tidak menganggu. Dia pasti adalah orang terdekatku.
Aku mengerjapkan mata hingga pandanganku fokus, hingga…sosok itu berubah menjadi laki-laki berambut hitam legam dengan iris matanya tertimpa cahaya menaburkan warna keemasan.
Laki-laki itu tampan. Tertampan yang pernah kutemui di sepanjang kehidupan tiga puluh tahunku! Lho? Deskripsi ini bukannya mirip dengan Thierry?
“Yang..Yang Mulia? Apa yang Anda lakukan dikamar saya?” Ucapku tergagap ketika sadar laki-laki tampan itu adalah Thierry. Kenapa juga aku harus bertemu secepat ini dengan Sang Male Lead?!
“Haha,” Tanpa terduga, Thierry justru tertawa renyah.
“Apa demam membuatmu menjadi sopan denganku? Sudah berapa tahun aku tidak mendengarmu berbicara formal saat kita sedang berdua.”
Gawat. Apa aku terlihat sangat berbeda? Bukankah gawat kalau aku yang sudah bertekad menjadi Arabella yang jahat justru mengubah kepribadianku di depan Thierry.
Arabella adalah sosok yang sama kaku, kasar dan kejam seperti Thierry di awal cerita. Setiap kali muncul dia terlihat memandang remeh semua orang dan lebih banyak diperlihatkan untuk merencanakan adegan jahat ke Chiara.
Hubungan Thierry dan Arabella tidak begitu diceritakan. Tapi, jika melihat Thierry sempat-sempatnya mengompres kepalaku yang sudah sakit berhari-hari. Bukankah tandanya hubungan kami cukup harmonis?
Baiklah, aku akan berimprovisasi. Arabella punya harga diri yang tinggi, dia mungkin akan kesal jika tiba-tiba bangun dari tidurnya.
“Aku akan kembali demam kalau dikagetkan dengan kompres dingin dan basah hasil racikanmu.” Ucapku sambil mencoba duduk dan mengembalikan kain kompres yang menempel di keningku ke Thierry.
Lelaki itu mengambilnya dengan tersenyum dan bangkit dari duduknya untuk menyalakan lampu.
Thierry kembali duduk di dekatku, tangannya memegang secangkir teh untuk diberikan kepadaku. Hm, sikapnya cukup manis untuk seseorang yang telah bertemu dengan Sang Main Character selama seminggu.
Aku mengambil teh yang tidak sempat kuminum tadi malam karena terlalu syok. Masih hangat dan juga, percampuran rasa manis dan sitrus memenuhi indra perasaku.
“Sepertinya kamu masih tetap menikmati honeybush tea favoritmu.” Thierry kembali memandangiku dengan tersenyum. Nah apa kubilang, hubungan mereka harmonis. Dia bahkan tahu teh favorit Arabella.
“Apa kamu selalu menontonku saat tertidur dan kesakitan?” Aku mencoba menggodanya. Namun, ternyata Thierry menjawab dengan cukup serius.
“Aku seharusnya menghukum dokter itu. Dia bilang kau hanya kelelahan karena sibuk mempersiapkan malam perjamuan. Kalau hari ini kau tidak terbangun juga, aku pasti sudah memenggal kepala dokter penipu itu.” Akhirnya..ini dia sosok Thierry yang kubaca dan kumaki-maki di awal cerita ‘My Chiara’.
“Karena aku sudah sadar dan kembali sehat, kau cukup memecat dokter itu dan mencari pengganti yang lebih kompeten. Aku juga tidak suka dengan model rambutnya.” Meskipun tidak pernah melihat dokter itu dan tidak tahu model rambutnya, aku memberikan saran sesuai dengan kepribadian Arabella.
Ya, mungkin juga sedikit balas dendam dariku sebagai Aram. Mengingat kelalaian dokter itu bisa jadi salah satu alasan aku terseret masuk ke dalam cerita ini. Thierry dengan cepat menyetujui saran jahatku dan beralih ke topik lain.
“Aku dengar kau terbangun tengah malam dan membuat keributan hingga pelayan penjaga pintu panik.” Thierry balik menggodaku.
Tentu saja rumor Arabella yang demam seminggu lalu marah-marah tengah malam akan cepat menyebar.
“Sepertinya aku terlalu bosan karena terkurung lama di dalam kamar sempit ini.” Aku membalasnya dengan mengangkat bahu acuh tak acuh.
‘“Hari terlalu siang untuk sarapan, dan terlalu pagi untuk makan siang. Bagaimana kalau kita menikmati kudapan di taman untuk mengisi waktu?” Thierry tiba-tiba merencanakan jalan-jalan ke luar.
Akupun teringat, Arabella tinggal di salah satu bangunan di istana kerajaan, akan menyenangkan jika aku bisa berjalan menikmati pemandang yang tidak akan kutemui sebagai pekerja bergaji UMR.
Sesaat, aku melupakan perasaan jengkelku dan mengangguk setuju dengan ide Thierry.
Thierry bilang akan menungguku di depan taman selagi aku bersiap-siap. Tak lama, pelayan pagi yang memperkenalkan dirinya sebagai Helen masuk.
Aku meminta agar dia mempersiapkanku dengan cepat. Yah, tak ada salahnya menikmati waktu bersama pemeran utama, sebelum membulatkan tekad menjadi antagonisnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments