“AGHHH!!” Suara teriakan kesakitan menjadi refleks tubuhku saat mengantam tumpukan lembut. Tunggu, lembut? Sejak kapan tertabrak truk besar punya sensasi seperti ini?
“Nona, Anda tidak apa-apa? Apa Anda terluka?” Aku mendengar suara panik milik seorang perempuan yang datang mendekat.
Pandanganku yang buram tak bisa mengenalinya. Aku meraba-raba sekitar, mencari tanda jalanan beraspal dan pecahan kaca yang seharusnya berserakan disekitar tubuhku, namun, hanya sensasi bulu-bulu lembut mengitari.
“Maaf Nona, saya hidupkan dulu lampu kamar.” Suara perempuan itu masih bergema disekitarku.
Siapa yang dia panggil nona, sih? Lagipula, meskipun mengerti artinya, kenapa aku merasa asing dengan bahasa yang dia gunakan?
‘PATS’
Sinar lampu seketika menerobos penglihatanku. Pelan-pelan aku membiasakan mataku dengan bias cahaya. Namun, hal yang selanjutnya kulihat bukanlah tempat kejadian kecelakaan, bukan juga dunia akhirat yang seharusnya menantiku, aku justru terduduk di sebuah karpet bulu yang tebal.
“Nona, apa Anda terluka? Bagaimana bisa Anda terjatuh dari kasur yang sangat luas?” Suara perempuan yang sedaritadi kudengar mulai terlihat wujudnya. Lucunya, dia berpakaian seperti seorang pelayan di rumah-rumah gedongan yang dulu sering kulihat di sinetron jadul.
“Kau?” Aku bertanya bingung, mencoba mengerti situasi.
“Ma..mafkan saya, Nona.” Tiba-tiba saja suara pelayan tersebut bergetar ketakutan. Sebelah alisku naik, kenapa dia jadi setakut itu?
“Saya tidak bermaksud mempertanyakan hal remeh. Mari saya bantu Anda kembali ke atas kasur.” Pelayan itu segera membantuku bangkit, dan, disaat itulah aku tersadar pada rambutku yang terurai menutupi pandangan.
Rambut panjangku menyentuh lantai dan berwarna pirang? Sebentar, sebentar, sejak kapan rambut hitam lepekku jadi pirang!? Apa benar aku masih di dalam tubuh asliku?
“Cermin. Bawa aku menuju cermin!” Perintahku pada pelayan yang kebingungan namun takut bertanya itu. Dia akhirnya hanya menurut dan tergopoh memapahku menuju ke cermin besar di ujung ruangan.
Masih dengan pandangan samar, aku mendekat ke cermin dan tak percaya dengan apa yang kulihat di dalamnya. Wajah yang dipantulkan cermin itu adalah wajah yang aku kenal selama tiga puluh tahun. Namun, lebih muda, lebih cerah, lebih indah. Juga, berambut panjang dengan warna pirang keemasan. Siapa sebenarnya orang ini?
Aku kembali terduduk di lantai penuh karpet bulu. Pelayan yang kebingungan itu akhirnya kuminta untuk membuatkan teh hangat. Aku perlu mencerna hal aneh ini sendirian.
Aku memikirkan banyak kemungkinan, bagaimana aku, seorang pekerja kantoran kesepian dan berusia tiga puluhan, bisa terlempar ke diriku yang lain, yang muda dan berambut pirang?
Hah? Tunggu dulu. Bukankah sinopsis ini tipikal dengan cerita-cerita romansa yang jaman muda dulu sering aku baca? Isekai? Transmigrasi? Mungkinkah aku yang seharusnya mati tertabrak truk justru diberi kesempatan menjalani kehidupan kedua di dalam sebuah cerita roman? Klise sekali!
Mungkinkah aku masuk ke salah satu cerita yang pernah aku baca dulu dan bisa mengubah nasib cintaku?
“Hah? Haha!” Aku menertawakan imajinasiku sendiri. Aku pasti sudah gila, lalu sedang berada di fase skizofrenik akut.
Rambut pirang keemasan adalah tipikal seorang tokoh protagonis. Tapi, mana ada protagonis bermuka sangar seperti wajah asliku. Bukankah seharusnya mereka memiliki senyum indah sampai-sampai penggambarannya diharuskan ada bunga-bunga mekar.
“Nona Arabella. Jangan terlalu lama duduk di karpet yang dingin. Mari saya antar kembali ke kasur.” Pelayan yang tadi kembali datang membawa teko teh dan memanggilku dengan sebuah nama.
Ara siapa? Ara..bel..la? Apakah namaku di dunia ini bernama Arabella? Aku menatap lekat wajah dari pantulan cermin itu. Wajah yang mirip punyaku namun juga asing.
“Nona Arabella? Apakah Anda baik-baik saja?” Pelayan itu mendekat, kembali memanggil namaku.
“Kau tadi memanggil aku siapa?” Aku bertanya mencoba memastikan.
“Maafkan saya Nona!” Lagi-lagi saja suaranya kembali ketakutan, tubuhnya bahkan setengah menunduk seakan minta pengampunan. “Saya tidak bermaksud menyinggung perasaan calon putri mahkota. Maafkan ketidasopanan hamba.”
Waw, bukan hanya seorang Lady, aku bahkan punya gelar calon putri mahkota?
“Ha-ha. Tidak mungkin?!” Lirihku sambil bergerak menjauh dari cermin. Mana mungkin aku benar-benar masuk ke dunia lain! Dalam kekalutan tak percaya aku menjelajahi ingatanku tentang novel, manga juga manhwa yang dulu banyak kubaca.
Tapi, Arabella? Siapa itu? Aku kembali menatap pelayan yang masih menunduk ketakutan. Dan, kenapa pula pelayan itu sangat ketakutan setiap kali aku berbicara?
“Aku tidak akan memarahimu, jika kau memberitahu siapa nama panjangku.” Yap, salah satu cara bertahan di isekai adalah mengorek informasi tanpa terlihat mencurigakan. Pelayan yang ketakutan dihukum sepertinya adalah sumber pertamaku untuk mengetahui siapa pemilik dari tubuh ini.
“Na..nama Nona adalah Arabella Heinstrein, putri pertama dari Duke Severin Heinstrein. Calon tunggal istri Putra Mahkota Thierry de Diamant.” Pelayan itu tergagap namun dengan lancar mengenali siapa aku.
Seperti gelar dan segala nama di dalamnya harus dihafalkan di luar kepala. Dan juga, sepertinya aku tidak asing dengan putra mahkota bernama Thierry dan Kerajaan Diamant.
Aku menyamankan diri di atas karpet berbulu, berusaha menjelajahi memori genre bacaan masa usia awal dua puluhan yang kugemari, yaitu, fantasi barat.
Entah kenapa aku justru teringat dengan satu cerita yang membawaku ke genre ini, yaitu, novel yang ditulis oleh pengarang anonim berjudul ‘My Chiara. Cerita yang punya hubungan cinta-benci denganku karena alurnya yang klise dengan akhir yang sudah tertebak. Tapi, tetap saja aku tidak bisa berhenti dan membacanya sampai akhir.
Intinya, ‘My Chiara’ bercerita tentang hubungan romansa dari anak bangsawan miskin bernama Chiara dengan Thierry, putra mahkota Kerajaan Diamant yang berhati dingin dan kejam. Tapi, namaku tentu saja bukan Chiara dan gelarku sekarang adalah calon tunggal dari putri mahkota.
Tubuhku gemetar, sepertinya, aku ingat siapa itu Arabella. Aku kembali merangkak mendekatkan wajahku cermin. Meski asing dengan penampilanku sendiri, aku teringat penggambaran satu karakter yang mirip.
Iris mata hitam gelap yang tak cocok dengan rambut pirang, wajah dengan ekspresi bosan sekaligus selalu terlihat kesal. Ditambah lagi, pelayan yang selalu ketakutan setiap kali dia berbicara.
Bodoh! Seharusnya aku sadar kalau itu bukanlah respon saat melihat protagonis! Sebaliknya, itu adalah respon wajar saat berhadapan dengan si antagonis!
“Hahhh…” Aku menghela napas panjang sambil menelungkupkan tanganku ke wajah. Arabella de Heinstrein atau tubuh yang kurasuki sekarang adalah calon putri mahkota yang tegas dan kompeten dengan kepribadian sama kejamnya dengan Thierry. Dan dia adalah seorang antagonis dengan nasib tragis.
Di akhir cerita, Arabella dianggap telah melakukan penghianatan dengan tuduhan berlapis. Hal yang paling utama adalah, mencoba untuk meracuni calon putri mahkota yang baru, Chiara. Dia kemudian mati di penjara bawah tanah sebelum hukuman gantungnya dilaksanakan.
“No..Nona Arabella, apa Nona baik-baik saja.” Pelayan itu tergagap kembali menanyakan keadaanku.
Aku memandang pelayan itu sambil tertawa pasrah. Teringat harapanku sesaat sebelum tertabrak truk. Menertawakan kenyataan kalau keinginan terkonyol sekalipun akan dikabulkan jika menjelang ajal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments