Sebagai karyawan baru di perusahaan ini, tak membuat Mayaza kesulitan untuk berteman dengan orang-orang di sini. Bukan saja karena Alula yang sudah lama dia kenal dekat, tetapi karena kebanyakan dari mereka itu ramah-ramah, dan humble terutama yang satu ruangan dengannya.
Baru beberapa jam saja berkenalan, Mayaza sudah merasa nyaman dengan mereka. Obrolan ngalor ngidul tentu saja terjadi di antara mereka. Seperti halnya saat ini Mayaza yang sedang berada di kantin kantor, bersama Alula, dan dua teman baru Cilla dan Aga.
Jam makan siang ini mereka memilih untuk makan di kantin kantor. Katanya sih, ketiga temannya ini biasanya makan siang di restoran yang letaknya berada tak jauh dari kantornya, tapi berhubung di luar sedang hujan lebat, jadi terpaksa makan di kantin kantor.
"Za, lo tuh beneran kocak ya." Ucap Aga membuka suaranya lebih dulu setelah tadi mereka ketawa-ketiwi ngobrolin yang nggak jelas.
"Jangan-jangan karena lo ketularan si Alula, lagi, kan katanya kalian temenan udah lama."
"Enak aja! Yang ada gue ketularan Mayaza." Protes Alula.
"Gue tuh aslinya pendiam tau!"
Ucapan Alula tadi sontak membuat mereka tertawa. Siapa yang akan percaya dengan pernyataannya barusan?
"Iyain aja deh, takut lo gantung diri." Ucap Aga di sela tawanya. Tentu itu membuat Alula semakin kesal.
"Udah, udah, kalian berdua tuh kalau lagi bareng nggak pernah akur mulu." Ucap Cilla menengahi, sedang Mayaza masih sedikit tertawa sambil melihat wajah Alula, dan Aga bergantian.
Mereka berdua itu lucu, dan sepertinya ada sesuatu. Kayaknya aku harus menanyakan ini pada Alula.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
"La, lo ada hubungan apa sama Aga?" Tanya Mayaza yang spontan membuat Alula menghentikan kegiatannya yang sedang memoles bedak pada wajahnya.
Saat ini Mayaza dan Alula sedang berada di toilet, dan hanya mereka berdua saja yang ada di sini, jadi Mayaza bebas bertanya macam-macam sama Alula.
"Kita temanan, Za." Jawab Alula singkat, namun Mayaza menangkap ada yang aneh dari nada Alula ngomong.
"Serius?" Mayaza menatap mata Alula lekat, mencari kebenaran di sana.
Alula menghembuskan napasnya berat, seperti ada sesuatu yang disembunyikan.
Bukannya Mayaza mau ikut campur sih, tapi sebagai sahabat, dia wajib tau dong tentang keduanya, biar kedepannya Mayaza lebih enak dalam bersikap.
"Sebenarnya gue udah lama suka sama Aga, Za, sejak pertama gue kerja di sini." Ungkap Alula yang seketika membuat Mayaza membelalakkan matanya.
"Sayangnya, dia suka sama orang lain."
Mayaza mengelus bahu Alula, memberi kekuatan.
"Sabar ... kalau jodoh pasti nggak akan kemana kok." Alula hanya mengangguk.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Nasib jadi anak baru ya gini, dikit-dikit di suruh, mau membantah nggak mungkin karena yang menyuruh si ketua divisi bu Sisil, yang konon katanya masih jomblo di umurnya yang sudah menginjak kepala tiga. Kebanyakan marahin karyawan sih, jadinya banyak kan yang doain biar jomblo terus, eh!
Seperti saat ini Mayaza di suruh buat memfotokopi beberapa berkas yang lumayan tebal, dan cukup berat dibawa olehnya yang kebetulan bertubuh mungil nan imut, manis dan cantik ini.
Sebenarnya sih, di ruang divisi ada mesin fotokopi, tapi berhubung lagi rusak, dan belum di perbaiki, akhirnya dengan sangat terpaksa Mayaza harus membawa berkas-berkas itu ke lapak fotokopi yang berada di seberang kantor. Mau nebeng fotokopi di ruang divisi lain jelas nggak mungkinlah, malu!
"Duh, berat banget sih!" Gerutu Mayaza begitu turun dari lift.
Saat ini Mayaza berada di lobby kantor, niatnya sih pengin minta bantuan sama Mbak Yola buat bantu bawain, eh, malah orangnya nggak ada di tempat. Terpaksa harus bawa sendiri sampai ke tempat kang fotokopi.
Berjalan dengan pelan, sesekali lihat ke depan, sesekali lihat berkas yang sedang di bawanya dengan susah payah ini, takutnya ada yang terbang kebawa angin. Kan berabe kalau sampai gitu, bisa-bisa kalau balik nanti di omelin sama mak lampir alias bu Sisil.
"Tumbenan banget nih lobby sepi, nggak ada satu orang pun. Mbak Yola nggak ada, pak satpam juga entah di mana rimbanya. Padahal kan pengin minta bantuan." Gumam Mayaza sambil celingukan ke kanan, dan ke kiri.
Tiba-tiba ....
Bruk ....
Berkas-berkas yang di bawa Mayaza jatuh semua gara-gara nggak sengaja menabrak orang.
"Kamu jalannya pakai mata nggak sih?!" Hardik cewek yang ada di hadapannya. Entah kapan datangnya Mayaza nggak tau, karena dia merasa dari tadi di lobby ini nggak ada seorang pun.
"Maaf Mbak, saya nggak sengaja." Ucap Mayaza datar. Dalam hati Mayaza nggak merasa bersalah sekali pun.
Memang sih, tadi dia lagi nggak fokus jalan karena tengok kanan, kiri, tapi bukan berarti semua ini murni kesalahannya, ya. Harusnya kan dia jalannya bisa menghindarinya yang tadi lagi nggak hadap depan kalau jadi tabrakan gini, berarti dia juga salah dong, karena dia jalannya juga sedang nggak fokus.
Cewek yang dia tafsir umurnya sekitar awal dua puluhan ini memicingkan matanya ke arah Mayaza, entah apa maksudnya.
"Lo orang baru di sini, ya?" Tanyanya dengan tatapan seperti tadi.
"Iya, Mbak, sekali lagi saya minta maaf, ya, benar tadi nggak sengaja, soalnya buru-buru." Jawab Mayaza sambil menelungkupkan tangan ke depan dada.
Cewek cantik yang masih berdiri di hadapannya ini masih menatap tajam penuh selidik, tanpa menjawab permintaan maafnya.
Karena Mayaza risih di tatap seperti itu, dia pun memilih jongkok untuk mengambil berkas-berkas yang tadi jatuh.
"Tuh, kan jadi kelupaan, untung aja nggak pada terbang." Batin Mayaza.
Mayaza sibuk memungut berkas-berkas yang berserakan, sedangkan cewek itu masih saja berdiri di tempat semula. Barang kali setelah ini cewek itu mau memakinya. Kalau sampai itu terjadi, maka Mayaza nggak akan bersikap ramah lagi seperti tadi. Bodo amat jika nanti di bilang karyawan baru yang nggak tau diri.
Selesai membereskan berkas-berkas yang tercecer di lantai, Mayaza kembali berdiri. Dia melihat cewek itu masih menatapnya.
"Permisi, Mbak." Pamit Mayaza sambil tersenyum padanya, meskipun sebenarnya terpaksa.
Baru saja satu langkah, cewek itu kembali bersuara setelah tadi terdiam lumayan lama.
"Tunggu! Gue belum selesai ngomong sama lo."
Mayaza memutar bola matanya, malas jika masalah tadi harus di perpanjang. Tanpa membuang waktu, Mayaza pun berbalik kembali menghadapnya.
"Ada apa lagi ya, Mbak? Tadi kan saya sudah minta maaf. Beneran tadi saya nggak sengaja, Mbak, tolong jangan diperpanjang."
"Ck! Siapa yang mau memperpanjang? Gue tuh cuma mau tanya aja sama lo." Ucapnya sedikit ketus.
"Lo Mayaza, bukan?"
"What?"
"Dia tau nama gue?"
"Dari mana coba? Perasaan baru kali ini gue ketemu sama dia?"
"Iya, Mbak, saya Mayaza. Kok Mbak tau nama saya, ya?"
"Ya, cuma nebak aja." Jawabnya enteng.
"Nebak?"
"Dia cenayang kali ya, yang bisa nebak dengan tepat?"
"Masa sih? Kalau cuma nebak, nggak mungkin bisa setepat itu dong, Mbak apalagi kita baru pertama kalinya ketemu." Mayaza yang tadinya ingin segera pergi dari hadapannya, tiba-tiba saja tertarik buat ngobrol sama dia.
"Lo it--"
"Anjani! Ngapain kamu masih di sini?" Suara seorang pria yang tiba-tiba datang, sontak menghentikan perkataan cewek itu.
Penasaran dengan pria itu, Mayaza pun menoleh ke belakang. Dan pada saat bersamaan pula, si pria itu menatap ke arahnya.
"Oh ... astajim ...?!"
"Dia?"
"Oh, ini kak, tadi aku nabrak dia." Tunjuk cewek yang masih berdiri di depan Mayaza.
"Ooh, jadi namanya Anjani? Terus apa hubungannya sama ..." Mayaza mengeryitkan dahi.
"Lo ngapain di sini?" Tanya pria itu ketus pada Mayaza.
"Ish! Lama nggak ketemu kenapa dia jadi berubah jadi begini sih. Mana tambah ganteng, lagi. Nyesel ketemu sama dia lagi." Gumam Mayaza yang masih bertatapan dengan pria di hadapannya.
"Ya gue kerja di sinilah. Lo sendiri ngapain di sini?" Mayaza balik bertanya dengan nada yang tak kalah ketusnya.
"Suka-suka gue mau di mana, bukan urusan lo!" Jawabnya dengan tatapan tajamnya pada Mayaza.
Sedetik kemudian, dia berbalik menghadap cewek yang bernama Anjani tadi.
"Sayang, udah yuk, kita masuk." Dia menggenggam tangan cewek itu, lalu pergi meninggalkan Mayaza yang kini masih terpaku melihatnya bersama cewek itu.
"Huh! Kenapa harus dipertemukan kembali dengan situasi seperti ini." Gumam Mayaza lesu.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
"La, gue mau cerita sama lo." Bisik Mayaza pada Alula. Kebetulan kubikel tempatnya bekerja bersebelahan dengan kubikel Alula.
"Ya udah, cerita aja." Alula ikut berbisik.
Sebenarnya sih, bu Sisil lagi nggak ngawasin, tapi dia takut kalau yang lain juga dengar tentang apa yang mau dia ceritakan pada Alula, apalagi ini menyangkut masalah pribadi, jadi harus bisik-bisik.
"Nanti aja waktu di kost-an. Nanti gue nginap di kost-an lo lagi. Tapi lo jangan bilang-bilang ke Cilla sama Aga ya." Ucap Mayaza masih berbisik.
"Emangnya kenapa?"
"Ini rahasia, La."
"Oke." Alula mengacungkan jempolnya.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
"Jadi lo mau cerita apa, Za?" Tagih Alula ketika mereka sampai di kostnya.
"Katanya rahasia. Emang apaan sih? Serius dari tadi gue penasaran tau."
"Sabar kenapa sih." Jawab Mayaza.
"Bentar gue mau minum dulu." Segera Mayaza menyambar gelas plastik yang ada di atas meja, lalu mulai menuangkan air dari galon.
"Aah, segarnya ..." Ucap Mayaza begitu air membasahi kerongkongan.
Alula kini tengah berbaring di kasur lantai miliknya sambil bermain ponsel. Karena tubuh terasa amat lelah, akhirnya Mayaza pun ikut berbaring di samping Alula.
"Cepetan cerita, keburu gue tidur nanti." Desak Alula.
"Sore-sore gini nggak boleh tidur tau, pamali! Nanti bisa jadi orang fakir, kalau nggak, bisa jadi gila kalau keseringan tidur sore hari, apalagi kalau sampai empat puluh hari." Ucap Mayaza sok menasehati.
"Ini sering Mama katakan padaku kalau lihat aku lagi tiduran di sore hari. Tuh, kan, jadi ingat Mama lagi."
"Iya, bawel! Makanya cepetan cerita biar gue nggak tidur."
BERSAMBUNG .....
TERIMAKASIH SUDAH MAMPIR 😘😘
JANGAN LUPA UNTUK FAVORIT 😍
LIKE 😍
KOMEN 😍
DAN BUNGA NYA 🥰🥰😘😘😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
Elizabeth Zulfa
itu mantannya mayaza kah
2023-12-11
0