"Sial!" Nia melempar hpnya setelah panggilan berakhir. Sambil meremas rambutnya, ia bergumam emosi, "Kenapa bisa pikiran wanita tua itu sepositif ini!"
Sebelumnya Nia terlihat enjoy karena membayangkan pernikahannya dengan Robin. "Rekaman udah aku kasih sama si calmer. Pasti pernikahanku secepatnya dibatalkan. Apalagi sekarang masih jam 7. Mana ada orang yang habis bertempur di ranjang bangun secepat itu. Hahaha, gimana ya reaksi calmer liat Musa tidur sama Iva?"
Namun senyuman dan kesenangannya hilang setelah Zile menelpon.
"Hallo Tante, kenapa?" Suaranya dibuat selembut mungkin.
"Tante udah buat perhitungan sama Musa, Sayang. Tolong jangan sedih karna Musa tidur sama perempuan lain sebelum nikah sama kamu. Tante janji akan kasih kompensasi karna perbuatan bodoh putra Tante, Sayang."
Kening Nia mengerut, hatinya mengomel tak terima. "Jad-jadi… Perempuan yang tidur sama Musa, ga Tante grebek?" tanyanya ingin tahu.
"Untuk apa? Lagian, Putranya Tante yang salah. Perempuan itu hanya wanita panggilan, Sayang."
Nia menggeleng tak percaya dengan pikiran calon mertuanya itu. "Tapi Tan, harusnya Tante liat dulu siapa perempuannya. Kita, kita kan ga tau gimana kedepannya. Nia ga mau terima ya, kalau perempuan itu kembali lagi ke kehidupan Nia apalagi setelah nikah."
"Hus, jangan pikiran buruk menguasaimu. Bersiap saja menikah dengan putraku ya? Tante yakin Musa hanya khilaf."
Nia merasa kecewa dengan keputusan calon mertuanya itu. Dia melempar hp dan menggeram kesal.
"Aku harus usaha gagalin pernikahan bodoh ini!" Ia bertekad. Tak lama kemudian berdiri dan keluar dari dalam apartmentnya.
Tapi langkahnya terhenti karena Robin memanggil. "Sayang? Kenapa pergi? Ada masalah?" tanya pria itu penasaran.
"Aku harus temui si Iva. Dia yang bertanggungjawab atas semua ini!" jawab Nia penuh emosi.
"Aku temani?" tawar Robin.
"Aku bisa sendiri." Nia melangkah pergi begitu saja. Membuat Robin kembali mengejarnya. "Ayolah, aku hanya menemani."
"Ga bisa, sayang. Ada calon mertuaku di sana. Dia bisa curiga kalau aku datang sama kamu. Apart Iva dan Musa kan sama." Nia berusaha meyakinkan Robert untuk tidak ikut dengannya. Beruntungnya, pria itu menurut.
Dengan mengendarai mobilnya, Nia melewati berbagai gedung dan sampailah ke gedung apartemen Iva dan Lemusa.
Mobil milik Nia sebenarnya sama sekali tidak rusak. Perempuan itu hanya menggunakan trik untuk memanipulasi Iva supaya mau datang sehingga malam panas itu sukses terjadi seperti keinginannya.
Mobil itu diparkirkan di basement. Baru Nia hendak membuka pintu, ia melihat Zile memasuki mobil.
"Untung calmer ga liat aku," ucapnya sambil mengelus dada.
Setelah memastikan mobil calon mertua sudah sepenuhnya keluar dari basement, Nia menggunakan lift untuk naik ke lantai 9, kamar nomor 87.
"Aku harus kasih pelajaran ke Iva," gumamnya merasa geram sendiri.
Setelah berdiri di depan kamar nomor 87, Nia memencet bel berkali-kali, bahkan berusaha membuka pintu dengan kata sandi yang ia pikir benar, semua usahanya tak kunjung berhasil.
"Pemilik kamar nomor 87 sudah pindah tadi pagi, Dek," ucap seorang Ibu yang ucapannya membuat Nia terkejut.
"Hah?"
"Iya. Saya tetangganya. Masa ga tau keadaan tetangga saya sendiri?"
Nia meremas tangannya sendiri. "Apa rencana gadis itu? Dia pindah kemana?" gumamnya kesal. Ketika melihat Ibu yang memberinya informasi itu mulai melangkah, Ia pun memanggilnya. "Bu!"
"Ya, ada apa?" Ibu itu menoleh.
"Kira-kira, Ibu tau kemana teman perginya teman saya?"
"Enggak dek. Saya hanya kebetulan lihat dek Ivanya keluar dari kediamannya sambil menyeret koper."
Nia terkejut. Dia sampai menganga dan menggeleng. Sialan! Aku ketinggalan informasi!
"Makasih ya, Bu." Buru-buru Nia pergi dari gedung apartemen itu.
"Pasti ke Bandara!"
*****
Pesawat yang ditumpangi Iva sudah terbang dengan beberapa penumpang lain. Iva duduk dengan tenang, sambil meminum pil pencegah kehamilan.
Kejadian buruk yang ia alami, jelas saja membuatnya tak ingin ada benang merah yang menyatukannya dengan sosok Lemusa.
Dia tidak ingin ada anak yang akan menghancurkan reputasi keluarganya, mengingat Iva belum berkeluarga.
Iva kemudian menutup mata dan menenangkan perasaannya untuk melupakan semua kebahagiaan, atau mimpi buruk selama di kota Jakarta.
Sementara Nia baru saja sampai ke bandara, dan perempuan itu sama sekali tidak menemukan sosok Iva di sana.
"Sial! Aku kecolongan!"
Dia yang hendak membeli tiket, ditampar kenyataan kalau dompetnya ketinggalan. Air matanya mengalir deras, dan dia menangis di mobilnya.
Haruskah aku menikahi Lemusa sialan itu!? Padahal maksudku baik untuk menyatukan Iva dan Musa. Sementara aku nikah sama Robin. Udah penyatuan yang pas itu!
Derrtttt… Ponselnya berdering.
Melihat Mamanya menelepon, Nia mengerutkan kening. "Tumben nelepon," gumamnya.
"Hallo Ma."
"Sayang! Penyakit Nenekmu kambuh lagi! Please datang ke sini, oke? Jangan sampai kamu menyesal di kemudian hari."
Tut. Nia mematikan ponselnya dan melemparkan benda itu kursi sampingnya.
Nia menggeram kesal. "Bisa ga sih, jangan ada ancam-ancaman?! Dikit-dikit ancam. Teruslah ancam! Biar puas! Pasti nenek tua pembuat masalah itu sakit biar minta aku mempercepat pernikahan sama si Musa!"
Bukan tanpa alasan Nia mengatakannya, sudah sejak 12 tahun lalu neneknya sakit. Dan keinginan wanita tua itu hanya menyatukan Nia dan Lemusa.
"Mungkin umur Nenek udah ga lama lagi, Cu. Kamu dan Musa punya energi kuat yang luar biasa kalau bersama." Nia mengingat ucapan Neneknya saat usianya baru 11 tahun kala itu.
Dan dua keluarga yang dekat, lagi senang ada penghubung silaturahmi mereka, semakin menjodoh-jodohkan Nia dan Lemusa padahal kedua anak ini tidak tau apa-apa.
Dua minggu lalu, pertunangan diadakan karena Nenek tua kembali berkata, "Usia nenek mungkin semakin dekat untuk dipanggil pencipta. Jadi nenek pinta, kalian menikahlah. Usiamu dan Musa udah pantas menikah. Tapi, tunangan saja, itu sudah bagus."
"Huh! Ntah apa yang akan dibilang nenek tua sialan itu sama aku!" kata Nia geram.
Soalnya bukan sekali dua kali hal ini terjadi. Nenek terus mengancam dengan usianya yang dikata mau menjelang ajal.
Padahal sang nenek mampu bertahan hingga 12 tahun lamanya.
Derrtttt… Panggilan telepon kembali muncul. Kali ini dengan nomor Zile, sang calon mertua.
"Hallo, Tan?"
"Ini Mamamu. Awas aja kamu ga datang, seluruh warisan, dan fasilitas kenyamanan kamu akan mama tarik!"
"Iya-iya. Sebentar."
Setelah panggilan berakhir, Nia mencibir. "Nenek-nenek… Ntah kapan kau mati. Sulit juga aku hidup kalau kau juga hidup."
Nia membawa kendaraannya melintasi beberapa rute jalan dan gedung yang berdiri kokoh.
Tak lama kemudian sampailah ia ke gedung rumah sakit, tempat sang nenek selama ini dirawat.
Baru sampai di ruangan, banyak anggota keluarga yang menunggu di luar kamar sang nenek. Sementara Nia justru didorong masuk ke dalam oleh Mamanya. Ia melihat Lemusa sudah ada di dalam ruangan itu sejak tadi.
"Kenapa ini Ma?" tanyanya panik setelah melihat ruangan sang nenek berubah menjadi lokasi pernikahan. Banyak bunga, dan dekorasi ala pernikahan ditempel.
"Kamu akan menikah secepatnya dengan Lemusa," jawab Mamanya dengan suara rendah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Rini Eni
kasihan si iva/Cry/
2024-01-02
1
Buke Chika
teman jahat demi selingkuhan temannya jdi korban
2023-11-20
1