"Siapa itu?!" teriak Lemusa kesal.
Baru pukul 7 pagi, suara gedoran pintu kamar membuat Lemusa sangat terganggu. Kepalanya yang sedang berdenyut sakit karena masalah subuh ini, ditambah gedoran pintu pagi ini membuatnya semakin emosi. Seseorang sepertinya berusaha bermain-main dengannya.
Ia berjalan tegas dan cepat menuju pintu, kemudian membuka pintu dengan kasar sambil berkata, "Kan bisa pencet bel! Kenapa gedor-gedor pin; Ma?" Wajah Lemusa memerah malu karena ternyata Mamanya yang berdiri di depan pintu.
Tebazile [Zile] Mamanya Lemusa berkacak pinggang dengan salah-satu alis yang naik. Beliau juga memiringkan kepalanya seraya berkata, "Kau tidak mengenal Mamamu sendiri, My Son?"
Lemusa memijit kepala yang bertambah pening. "Kenal, Ma," jawabnya singkat. Karena pikiran yang dipenuhi masalah sejak subuh tadi, pemuda ini hampir lupa jika merupakan kebiasaan sang Mama mengetuk pintu apartemen meski sudah sering diberitahu ada bel.
Untung aku ga ngira itu si j•lang Iva. Kalau ga, mungkin aku habis dicecar pertanyaan sampai sore.
"Silakan masuk Ma." Lemusa membuka pintunya lebih lebar, dan leluasa untuk tubuh sang Mama yang gempal tersebut.
"Ga perlu," tolak Zila.
Kening Lemusa mengerut. "Kenapa Ma? Ada yang salah?"
Zila mengeluarkan ponsel miliknya dan menunjukkan rekaman CCTV. Terdapat aktivitas seorang wanita di kamar Lemusa. Pemuda itu dapat melihat bagaimana wanita yang ia pikir adalah Iva berjalan ke arahnya, beberapa saat setelah membuka baju.
Rekaman itu membuat Lemusa teringat kejadian tadi malam. Membuatnya berkeringat dingin dan ketakutan, Tolong ma, jangan minta aku nikah sama si J•lang Iva!
"Sekarang udah jelas kelihatan siapa yang suka menyewa wanita," kata Zila dengan suara rendah, dan menegangkan.
"Putramu ini mana mungkin menyewa wanita. Itu pasti hanya rekayasa." Lemusa berusaha membela diri. Dia sedang berkata jujur, seumur hidupnya, tidak pernah menyewa satupun wanita.
"Mama punya hacker yang meretas CCTV di kamar, bahkan seluruh ruangan di kediamanmu ini. So, kamu mau mengelak apa?"
Maksud Zila, hacker andalannya adalah Robin, kekasih Atnia. Dan Atnia ditugaskan mengendalikan aktivitas Lemusa. Namun, antara Robin dan Nia sama sekali tidak tahu status masing-masing di mata Zila.
"Kejadiannya baru tadi pagi loh, Musa. Pernikahan kalian diadakan bulan depan. Masa ga tahan lagi?" Zila memijat pelipisnya yang sudah mulai berdenyut. Putranya sangat meresahkan kali ini.
"Ini bukan maunya Musa, Ma. Ayolah, percaya Musa. Perempuan itu yang berikan badannya sama Musa. Makanya Musa terbuai." Lagi-lagi pemuda itu berusaha membela diri.
Zila lumayan tersinggung mendengar ucapan putranya itu. Dia mendengus. "Huh, lagi-lagi salahin perempuan. Gimana kalo mama buka baju terus coba rayu kamu. Kamu bakal tetap tertarik?"
"Enggak Ma." Kepala Lemusa tertunduk. Ia benar-benar terpojok saat ini. Namun sama sekali tidak mempunyai nyali untuk berdebat dengan sang Mama.
"La terus, sekarang maunya gimana? Nia bisa marah besar kalau tau kamunya bukan perjaka."
"Masalah perjaka atau perawan bukan masalah besar di zaman sekarang, Ma. Percaya aja sama putramu ini. Mana mungkin wajahku yang ganteng dan keren ini lakuin hal sebodoh itu?" Lemusa sampai me-macho-kan postur maupun wajahnya. Dia bersikap cool.
Namun, tatapan datar mamanya, serta penolakan beliau, membuat seorang Lemusa menghela nafas. "Ya udah. Aku menyerah, Ma."
"Menyerah untuk apa?"
"Menyerah untuk…" Lemusa menggaruk tengkuk yang tak gatal. Sungguh, ia bingung harus menjawab apa.
Zila mengambil tangan Lemusa. Wanita bertubuh gempal ini menautkan kelingkingnya dengan putranya.
"Janji sama Mama, jangan sewa wanita lagi setelah hari ini. Hargai wanita yang akan menikah denganmu. Satu-satunya menantu Mama, si Nia… Jangan kamu sakiti, oke?"
Karena Lemusa menyukai Nia, ia pun mengangguk. Berkomitmen dalam hatinya untuk tidak lagi menyakiti hati Nia, meski menurutnya Iva lah yang merangkak naik ke ranjangnya seperti j•lang.
****
Di kamar nomor 87, Iva duduk memeluk kakinya di atas ranjang. Ia menangis pilu membayangkan nasib yang bertubi-tubi mempermainkannya.
Ponsel disebelah kirinya, berdering tanpa suara dan layar menunjukkan seseorang sedang menghubunginya.
Mommy.
Beberapa menit lalu, Iva yang masih tidur setelah menangis meratapi semua kebodohannya, ia terbangun karena suara ponsel.
"Mommy?" Iva langsung tersadar dan bangkit dari tidur. Ia berusaha menghapus jejak air mata yang sudah mengering itu. Kemudian melatih senyum. Jangan terlihat menangis, oke? Ia mengingatkan dirinya sendiri.
Jarang-jarang Mommynya menghubungi.
"Hallo, Mom?"
"Ivaaaa, hiks hiks hiks…"
"Kenapa Mom?" seketika Iva panik karena suara Mommynya terlihat menangis di layar.
"Itu, toko kue kita bangkrut, Sayang. Daddy kamu struk dan sekarang kita miskiiiinnnnn…"
Setelah masalah subuh tadi menimpanya, Iva merasa, masalah pagi ini terasa sungguh berat menimpa bahunya.
Bukan tentang kemiskinan yang Iva pikirkan. Tapi, kondisi Daddy-nya.
"Daddy? Daddy struk, Mom?"
Yavit, mommy-nya Iva mengangguk sambil terus menyeka air matanya. "Subuh tadi salah satu karyawan kita nelepon Mommy. Dia bahkan tunjukkin video kebakaran toko kita, dan semuanya habis ludes, sayang. Semua bahan makanan, mixer, oven, semuanya … ludes! Daddy mu baru bangun, dan ga sengaja lihat video itu. Terus jadilah sekarang Daddy begini" Yavit menunjukkan situasi Daddynya yang berbaring di ruang rawat. Ia terus menangis pilu, yang membuat Iva semakin sedih.
Toko kue itu, yang sudah menghidupi keluarga kecil mereka hingga sekarang. Dari kerja sendiri, sampai memiliki total 10 karyawan.
Dan masalahnya, semua kejadian memilukan ini terjadi di waktu yang berdekatan. Iva kehilangan keperawanannya, persahabatannya, tapi mendapati sifat asli Lemusa. Ntah bagaimana sifat asli Nia. Tapi dugaan Iva, semua kejadian tadi subuh adalah rencana Nia.
Kemudian sekarang, Daddynya struk. Iva sangat kuatir dengan kondisi cinta pertamanya itu.
Setelah lelah menangis, Iva turun dari ranjang. Kakinya masih terseok-seok berjalan. Namun sudah lebih baik karena Iva menaruh obat pereda sakit.
Ia masuk ke kamar mandi, dan kembali membasuh tubuh. Suhu air yang dingin, berhasil menetralkan panas di kepalanya. Ia merasa lebih baik dari sebelumnya. Sambil berganti pakaian, ia berlatih berjalan normal.
Mungkin Tuhan langsung menjawab doaku dengan kejadian buruk yang menimpa kedua orangtuaku, dengan begitu aku punya alasan lain berada di samping kedua orangtuaku. Semangat, Iva Tessa. Kamu yang terbaik. Tinggalkan kota ini, beserta semua memori indah dan buruknya!
Pagi itu juga, Iva mengemas semua pakaiannya, memasukkannya ke dalam koper besar dan keluar dari kamar apartement yang selama 6 tahun ini menemaninya menjalani hidup senang, sedih maupun sengsara.
"Terimakasih atas kenyamanannya, apartemen. Kenanganmu takkan kulupakan." Iva banyak menghela nafas saat mengunci pintunya.
Ia melangkah pergi, meninggalkan apartemen. Sambil menyeret kopernya, Ia menghubungi pemilik kamar apartemen, dan memberitahu bahwa mulai hari ini takkan tinggal di sana lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments