Pukul lima lebih, aku keluar gedung setelah mendengar bell tanda pulang. Setengah berlari aku bergegas pergi, Mas Harsa sudah menungguku di depan. Hingga cekalan tangan Mas Firman membuatku tersentak.
"Kenapa harus lari?" tanyanya mengejutkanku. Aku gelagapan, takut kalau Mas Firman tahu keberadaan Mas Harsa di depan nanti, jadi sebisa mungkin aku harus membuatnya menjauh.
Berusaha melepas cekalan tangannya, aku menunduk. "Ada urusan."
"Ayo aku antar?" tawarnya.
"Kurang kerjaan banget ya, Mas? Mbak Marsya tar ngamuk, drama lagi. Aku dilabrak lagi. Aku gak mau ya jadi orang ketiga." Aku melipat bibir, pura-pura ngambek, padahal aslinya aku gedeg banget dengan tingkahku sendiri yang kelewat nekad.
"Tapi, Nin..." Mas Firman tampak keberatan hingga akhirnya kaki ini memilih berhenti tak melanjutkan langkah.
"Apa Mas? Alasan apa yang buat Mas nekad sementara sudah memiliki Mbak Marsya?"
"A-ku, aku suka sama kamu!" bukan di tempat romantis, bukan pula di taman, melainkan di depan gedung Firman menyatakannya. Perasaan menggebu-gebu yang dirasakan kala melihat Hanin. Firman menyukai gadis itu dengan segala sikap dan penolakannya.
"Suka, hahaha... Mas Firman jangan bercanda deh," balasku seolah tak percaya. Padahal aslinya, aku senang karena itu artinya langkahku membalaskan dendam Mbak Naura semakin lancar.
"Aku serius, kalau kamu mau aku akan meceraikan Marsya agar dia tak lagi seenaknya sama kamu," jelas Mas Firman membuatku membelalakkan mata, akan tetapi sejurus kemudian aku berhasil menguasai diri dan memasang senyum menggoda.
"Aku mau, kalau begitu aku kasih Mas waktu dua minggu." Aku berlalu cepat meninggalkannya yang seperti terkejut mendengar jawabanku. Tak lagi memperdulikan hal itu, aku masuk ke dalam mobil milik Mas Harsa yang menungguku agak jauh dari jalan depan pabrik dan memintanya membawaku pergi sesegera mungkin.
"Kenapa? Panik gitu? Mas Firman ngejar kamu lagi?" cerca Mas Harsa. Aku hanya bisa menghela napas panjang, berusaha menetralkan diri.
"Gak tau, tadi reflek lari karena merasa seram aja, Mas. Kayak gimana ya? Terlalu mainstream gak sih rencanaku?"
"Mas gak tau, ya! Yang jelas bukan cuma kamu aja yang gak tenang, Mas juga. Sebelum semuanya kejadian mending stop aja, Nin. Dendam itu gak baik, jangan jadi pelakor."
Hanin melotot sempurna, "Mas ngatain aku pelakor? Aku ini pacarmu loh kalau gak lupa. Aku bukan pelakor, meskipun yang aku lakukan untuk merusak rumah tangganya," kesalku melipat tangan di dada.
Aku memalingkan wajah ke jendela, emosi sendiri meski aku paham apa yang Mas Harsa takutkan. Aku selalu menganggapnya berlebihan, padahal kalau dipikir-pikir memang itu lebih baik. Artinya dia beneran cinta kan?
"Dua minggu, Mas. Setelah itu, aku akan angkat tangan dan lebih fokus ke hubungan kita. Kamu mau ngajak nikah pun hayo," lirihku seraya mengusap lembut bahunya.
"Aku tahu itu, dan aku percaya. Sekarang makan dulu," ajak Mas Harsa. Tanpa terasa mobilnya sudah berbelok ke salah satu resto viral yang terkenal dengan menu sederhananya.
Itu yang aku sukai dari Mas Harsa, ia selalu memprioritaskan diriku bahkan tak segan memilih tempat dimana aku merasa nyaman. Padahal, dia bisa saja makan di restoran mewah dengan masakan khas luar.
"Dua minggu ya, Nin." Mas Harsa menatapku lekat, diraihnya jemari mungil ini lalu menggandengku masuk dan memilih tempat duduk. Bernapas lega, karena resto dalam keadaan lenggang. Mas Harsa memanggil pelayan setelah menulis pesanan kami di kertas. Setelahnya ia kembali menatapku lekat-lekat.
Aku merasakan degup jantungku dua kali lebih cepat dari biasanya, Mas Harsa masih menatapku. Bersama dengan itu, makanan yang dipesan pun datang.
"Ayo makan, aku tahu kamu diam karena lapar," serunya mencoba mencairkan suasana.
Aku tersenyum, setelah pelayan pergi tanganku terangkat mengusap lembut pipinya.
"Mas Harsa ganteng."
"Nin, mulai lagi. Jangan bikin aku salah tingkah. Masa kamu gombalin aku," lirih Mas Harsa. Pipinya bersemu merah, dia memang laki-laki yang menggemaskan jika sudah salah tingkah. Kentara sekali dari pipinya yang merona tiap kali aku memujinya. Padahal kan dia memang ganteng, jauh sekali kalau dibandingkan dengan Mas Firman.
"Ya, emang ganteng kok. Kan aku jujur," seruku kemudian menarik tangan, akan tetapi dia malah meraih tanganku dan mendaratkannya kembali di pipi.
"Gantengan mana sama Mas Firman?" tanyanya membuatku tersenyum tipis. Dilihat dari pertanyaan Mas Harsa, aku tahu kalau dia cemburu dengan Mas Firman. Selain itu, dia juga tak ingin aku berpaling darinya, mungkin.
"Jadi sebenarnya Mas cemburu sama Mas Firman?"
"Aku selalu cemburu, Hanin."
Lagi, aku tersenyum mendengar pengakuan Mas Harsa. Takut tiba-tiba terkena diabetes karena ucapannya yang menurutku manis, meski cuma pengakuan rasa cemburu. Aku senang karena bersama Mas Harsa aku merasa sangat dicintai.
Semalaman dilanda gusar karena permintaan Mas Harsa membuatku tak bisa tidur dengan nyenyak. Permintaan untuk berhenti itu berulang-ulang, membuatku jadi bimbang apakah aku harus melanjutkan rencanaku atau berhenti saja.
"Aku mohon, Nin. Berhenti, kamu tahu Firman dan istrinya seberapa mengerikan? Aku tak ingin terjadi sesuatu buruk denganmu. Aku sayang sama kamu, Nin. Please, kita bisa berusaha bersama untuk membuat Mbak Naura dan Haikal bahagia." Mas Harsa menatapku lekat dan masih jelas sekali di ingatanku malam itu.
Keheningan menerpa kami. Dia dengan ketakutannya dan aku dengan keegoisanku.
Egois? Apa iya aku seegois itu?
Grep...
"Hanin, apa Harsa yang menyuruhmu mendekatiku, hah?"
Aku tersentak, lamunanku buyar saat jalanku sudah lagi berarah ke pintu masuk konveksi. Mas Firman mencekal tanganku erat, membuatku meringis menahan sakit.
"Lepas, Mas!" Aku meronta, berusaha melepaskan diri dari cekalan tangannya.
"Gak akan, sebelum kamu jawab. Apa tujuanmu masuk sini untuk menarik perhatianku, apa itu karena Harsa? Kamu membantunya membalas dendam istri pertamaku? Hah?"
Glekkk...
Aku hanya bisa diam seribu bahasa, rasa takut menyelimuti. Bukan takut kepada Mas Firman, tapi takut bahwa dia tahu rencanaku ini karena dendam Mbak Naura.
"Maaf, aku tidak tahu siapa istri pertama Mas Firman, aku memang mengenal baik Mas Harsa, tapi aku tidak tahu menahu apa yang terjadi diantara kalian. Atau..." Aku membungkam bibir pura-pura terkejut, "jangan-jangan Mas Firman mencampakkan istri pertama demi Mbak Marsya? Oh Ya Tuhan!!"
Mas Firman gelagapan, "siapa bilang? Aku tidak pernah mencampakkan siapa pun. Tapi, kalau kamu bersekongkol dengan Harsa untuk mengusikku. Aku tak akan segan."
Cekalan di tangannya menguat, aku hanya bisa menahan diri untuk tak mengamuk atau mencakar wajahnya. Dia laki-laki, terlalu kuat untuk aku lawan sendiri.
"Apa ini yang kamu bilang suka denganku, Mas? Bahkan baru sehari kamu bilang akan menceraikan Mbak Marsya," gumamku lirih mengiba. Dan bisa aku lihat, raut wajah Mas Firman yang berubah drastis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
𝕊𝔸𝕋𝕣𝕚𝕠ᴷ
korelasi antar pemain masih agak membingungkan...
Harsa firman masih kerabat.
kakak Hanin istri pertama.
Marsya istri kedua
Hanin balas dendam atas nama kakaknya.
otomatis Harsa nggk ada hubungan sama kakaknya Hanin.
trs kenapa Harsa harus dicuragi balas dendam. otaknya firman mikirnya gimana?
2024-03-21
0
𝐀⃝🥀👙𝐄𝐥𝐥𝖘𝖍𝖆𝖓 E𝆯⃟🚀
duh ngeri juga ya nin sama rencana blas dendam mu.smoga smuanya di lancarin lah jadi hubungan mu sama Harsya ga ke ganggu
2024-03-16
0
👙⃝ʀɪsᴍᴀ 𝐙⃝🦜
duh nin hampir ketahuan bener kata mas Harsya itu berhenti aja lah nin daripada nanti kenapa2...itu juga si buaya darat pengen ku garuk juga wajahnya
2024-03-16
0