Bab - 02

"Ada yang sedang kamu pikirkan, Hanin?" Mas Harsa menarikku duduk di depan rumah. Jauh dari pendengaran Ibu untuk bicara serius.

"Ada, banyak." Aku meliriknya sekilas, wajah teduh itu selalu bisa menenangkanku meski kadang tingkahnya sedikit menyebalkan.

"Tentang Mas Firman?" tanyanya tepat sasaran. Dan aku hanya bisa mengangguk lesu.

"Mas Firman semakin gencar mendekati kamu?" tebaknya membuatku diam beberapa saat.

Lagi, hanya anggukan singkat yang aku lakukan mengingat pertanyaan Mas Harsa benar adanya.

"Apa dia menyentuhmu? Bagian mana yang dia sentuh?" Menatapku lekat, tangan Mas Harsa mulai mengepal, hingga buku-buku jarinya memutih. Pertanda bahwa kekasihku itu sedang berusaha menahan emosinya.

"Nggak, aku selalu menolak. Karena ada hati yang harus aku jaga. Kakak sepupumu itu benar-benar gila," keluhku.

"Memang, makanya aku selalu mewanti-wanti padamu untuk mengurungkan niat. Dendam itu tidak baik, Hanin."

"Aku tahu, biarkan aku memberinya sedikit pelajaran, Mas! Kamu nggak berniat untuk membocorkan rencanaku kan?"

"Aku lebih takut kamu jatuh cinta sama Firman dan meninggalkanku, Hanin." Ada nada gusar di ucapan Mas Harsa. Aku tahu kekhawatirannya karena dia begitu sayang padaku.

Tapi sekali lagi, dendam ini harus sampai pada akhir.

Membiarkan semilir angin malam menemani obrolan kami beberapa waktu. Mas Harsa akhirnya pamit, karena esok dia harus kembali bekerja.

"Hati-hati, Mas!" teriakku seiring mobilnya yang mulai berjalan keluar dari pekarangan rumah.

Ting...

Bunyi getar ponsel membuyarkan lamunanku, menghela napas karena nama Firman terlihat jelas dari notifikasi atas, beberapa pesan berjejalan masuk.

[ Kamu sedang apa, Hanin?]

[ Apa kamu sibuk? Kenapa pesanku tak kamu balas. Istriku lagi mode ngambek, aku capek bujuk-bujuk. Kekanakan sekali dia.]

Aku menghela napas, "rasain kamu, Mas. Punya istri se-sabar Mbak Naura aja kamu campakan. Sekarang dapat istri modelan kaya gitu kamu bilang capek!" lagi aku meneruskan membaca rentetan pesan-pesan Mas Firman.

[ Kalau aja kita bertemu lebih dulu, Nin? Takdir kenapa sebercanda ini sama kita? Aku suka kamu sejak pertama kali kamu masuk pabrik. Sayangnya, statusku... Kamu tahu lah.]

"Dasar buaya darat, playboy cap kaki lima," umpatku menahan kesal.

"Masuk, Nduk. Ngapain ngomel-ngomel sama Hape? Apa belum puas ketemu Harsa-nya?" goda Ibu melongokkan kepalanya dari dalam rumah.

"Ibu, ishhh..." Rengekku kemudian masuk. Berusaha menutupi semuanya dari Ibu, jangan sampai Ibu tahu rencanaku balas dendam untuk Mbak Naura.

***

Pagi hari, karena terlambat aku jadi tak sempat sarapan. Bergegas pergi setelah ojek pesananku datang. Aku menuju pabrik milik Mas Firman yang berjarak lima kilo meter. Langkahku tergesa memasuki gerbang bercat biru tua itu.

"Mbak Hanin telat ya?" tegur satpam jaga.

Aku hanya mengangguk sambil meringis, "iya nih, Pak. Boleh masuk kan?" tanyaku.

"Boleh, tadi Pak Firman pesan kalau Mbak disuruh menemui beliau di ruangannya kalau sudah datang."

Aku mengangguk singkat.

Berjalan pelan memasuki area pabrik konveksi, aku menghempas tubuhku di kursi kerja.

"Mbak Hanin, tumben telat? Nyiapin naskah drama dulu?" goda Nadia berbisik.

"Kebetulan belum, gak tau nanti bakal dapat kejutan apa? Aku ke ruangan Mas Firman dulu, ya?" Aku bangkit, meninggalkan Nadia dengan segala kekepoannya.

Berjalan ke arah kantor, aku mengetuk pintu berulang. Hingga pelakor itu muncul dengan wajah tersenyum aneh.

"Pagi-pagi udah nyamper suami orang, gak ada kerjaan kamu?" hardiknya menatapku tajam.

"Mas Firman memanggilku, jadi aku harus segera masuk." Aku tersenyum simpul, dia pasti kesal karena aku memanggil suaminya dengan panggilan 'Mas' yang terdengar menyebalkan baginya.

"Panggil suamiku 'Pak', dia bossmu!" tegasnya bersedekap.

Mengabaikannya, aku memilih menerobos masuk dan mendapati Mas Firman keluar kamar mandi tanpa memakai baju.

"Oh sial, apa dia habis melakukan sesuatu dengan wanita murah itu? Sepagi ini? Di kantor? Apa dia sengaja memanggilku untuk melihat ini semua, agar Marsya bisa menjatuhkanku. Aku harus memikirkan cara."

"Maaf, Pak." Aku bergegas membalikkan badan dan menunduk, akan tetapi Marsya justru mendorongku masuk.

"Kamu suka dengan Mas Firman kan? Lihat lah tubuhnya, lihat. Dia tampan bukan? Kamu pasti suka, aku berbaik hati membiarkanmu melihatnya," sinis Marsya dengan senyum menjengkelkan.

Mas Firman menatapku terkejut, kemudian melirik istrinya. "Sya, apa-apaan sih? Pagi-pagi sudah ribut, hal kaya gini kamu sampai niat banget manggil Hanin. Kamu dah janji kan semalam gak akan bikin masalah lagi?"

Aku tertegun, memanggil Hanin? Apa dia sengaja meminta tolong satpam agar aku datang ke ruangan ini? Dia pasti sengaja agar aku terlihat bodoh. Tiba-tiba tenggorokanku terasa sangat kering, aku sungguh terlihat konyol di depan mereka.

"Ehem, lain kali nggak usah pesan ke satpam, Mbak. Kalau mau pamer! Pakai segala minta aku suruh datang ke ruangan Pak Firman." aku menekan kata Pak Firman di depannya, Mas Firman menatapku tak enak, gegas aku memanfaatkan keadaan dengan memilih segera pergi dari sana.

"Nin... Hanin..." Mas Firman memanggilku berulang-ulang. Aku memilih tak mendengarnya dan kembali ke tempat kerjaku.

"Ribet ya kalau jatuh cinta sama atasan. Minimal sadar diri lah Mbak, kamu dan Pak Firman itu cuma ibarat 'pungguk merindukan bulan', sindir Maya melirik sinis ke arahku.

"Kamu benar, May. Dan aku bulannya, begitu kan?" Aku tersenyum menatapnya dengan senyum mengejek. Bisa-bisanya semua orang mengenal baik Mas Firman sampai-sampai menilai bahwa laki-laki itu si paling sempurna? Kalau mereka tahu, kelakuan minus-nya yang menelantarkan Haikal dan Mbak Naura demi seonggok sampah yang dipuja-puja, mereka mungkin akan geleng-geleng kepala.

Istirahat makan siang tinggal lima menit lagi. Mas Firman datang menghampiriku dengan box makan siang merk restorant junk food ternama.

"Hanin, gimana kerjaan hari ini? Kain oke kan? Masuk sama permintaan order?" tanyanya basa-basi.

"Oke, Pak."

"Kenapa panggil Pak lagi? Kan aku sudah bilang, kalau kamu bisa memanggilku dengan,---"

"Mas?" tanyaku sarkas.

"Ya, biar lebih akrab."

Aku membalikkan badan, melirik sebentar ke arah Maya yang memperhatikan gerak-gerikku. Lalu pada Nadia yang malah asyik menonton kami seolah menemukan drama tontonan baru.

"Akrab dalam artian?" tanyaku masih membelakanginya.

"Aku ingin lebih dekat denganmu, mungkin jika suatu hari nanti aku tidak tahan dengan kelakuan Marsya. Aku akan memutuskan untuk mengejarmu," akunya terang-terangan.

Aku membalikkan badan, lalu menatapnya tersenyum.

"Aku menunggu saat itu tiba." aku harap, Maya mendengar percakapan kami dan melaporkannya pada Mbak Marsya, biar tahu rasa wanita itu melihat suaminya menggoda wanita lain. Bahkan terang-terangan di depan pegawainya.

"Oh iya, ini makan siangmu. Tadi aku keluar, lalu inget kamu jadi sekalian aku beliin makan siang."

"Seharusnya kamu gak perlu repot-repot, Mas. Apalagi aku orangnya gampang terharu," ujarku.

"Hanya makan siang, kamu gak perlu khawatir kalau Marsya akan datang dan melabrakmu hanya karena hal sesepele ini. Dan kalian..." tunjuknya pada Maya, Nadia, Ririn si paling pendiam.

"Jangan sampai ada yang laporan, atau tanggung sendiri akibatnya," ancam Mas Firman.

"Ck dasar buaya, bilang aja takut diamuk Marsya," umpatku dalam hati.

Menatap box makan siang itu dengan antusias, aku membawanya keluar area gedung dan memilih makan di taman. Menarik Nadia, setelah memastikan Mas Firman sudah kembali ke ruangannya.

"Wah lumayan Mbak, dapat chiken gratis." Nadia menatapku berbinar.

"Kamu aja yang makan, kita tukeran."

"Yakin nih, gak sayang gitu?" tanya Nadia. Ia bukan gadis seegois itu untuk meminta makan siangku mesti kepengen.

"Aku nggak nafsu, hari ini kamu bawa apa?"

"Ini, ayam geprek sambel ijo. Tapi ala-ala rumahan."

Nadia meraih box makan siangku dengan wajah berbinar, sementara aku hanya tersenyum melihatnya. Sejenak ia menatapku sebentar dengan kening berkerut seolah ingin menanyakan sesuatu.

"Kenapa sih, Mbak Kalau dapat makan siang dari Pak Firman selalu ditukar dengan milikku? Gak mungkin kan Mbak gak nafsu makan berkali-kali?"

Aku menghela napas tersenyum, "ah andai kamu tahu Nad, kalau aku selalu teringat dengan Haikal jika makan makanan enak dari Mas Firman. Hanya di waktu bedua dengannya saja aku mau makan makanan darinya."

"Haikal?" tanya Nadia heran.

"Ya, Haikal."

Nadia diam, dia mungkin sedang menerka-nerka siapa Haikal hingga ucapan terakhirnya berhasil membuatku tersedak sambal.

"Aku tahu, Mbak merasa bersalah karena di belakang Mas Haikal dekat dengan Pak Firman. Tapi Mbak, jodoh kan gak ada yang tau..."

"Sudah makan, nanti ketahuan!" tegasku setelah batuk ini mereda.

Terpopuler

Comments

𝐀⃝🥀👙𝐄𝐥𝐥𝖘𝖍𝖆𝖓 E𝆯⃟🚀

𝐀⃝🥀👙𝐄𝐥𝐥𝖘𝖍𝖆𝖓 E𝆯⃟🚀

hastagaa buaya cap kaki lima 🤭🤣🤣🤣🤣
heleh emg dasar nya cowo murahan..untung aja kamu Naura pisah sama si firman,bersama pun ga bkln jamin kamu bahagia

2024-03-16

0

👙⃝ʀɪsᴍᴀ 𝐙⃝🦜

👙⃝ʀɪsᴍᴀ 𝐙⃝🦜

emang ya kalo tukang selingkuh emang gak bakal pernah berubah gak tau aja si firman kalo Hanin mau Deket gitu karena balas dendam

2024-03-16

0

𝐙⃝🦜Md Wulan ᵇᵃˢᵉ 🍇

𝐙⃝🦜Md Wulan ᵇᵃˢᵉ 🍇

mas Harsa kali🤔

2024-03-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!