Aulia sangat cemas saat jarum jam terus berputar sementara mobilnya masih terjebak di antara mobil yang lain. Mundur kembali pun tak akan bisa. Menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskan kasar, mencoba menghilangkan kegusaran dalam hatinya.
"Sebaiknya aku menghubungi mas Aid. Takutnya mas Aid sudah pulang." Lirihnya.
Dengan cepat Aulia pun menghubungi Aiden. Satu panggilan sampai panggilan ketiga baru Aiden menjawabnya.
"Mas, aku terjebak macet. Apa mas sudah di rumah?" Tanya Aulia begitu telponnya di angkat.
Tak ada jawaban. Hanya hembusan nafas kasar yang terdengar. Aulia menjadi semakin cemas saja, takut Aiden akan marah.
"mas..."
"dari mana kamu?"
Aulia menelan ludahnya mendengar pertanyaan Aiden, suaranya begitu dingin.
"aku...baru mengunjungi makam kakakku."
Hening beberapa saat kemudian tak lama Aiden menjawab.
"oke."
Tut...
Panggilan terputus. Aiden memutuskan secara sepihak tanpa mendengar jawaban lagi dari Aulia. Wanita berlesung pipi itu menghela nafas panjang, semakin menyadari betapa dinginnya Aiden saat ini. Bahkan tak ada lagi kata manis dan cinta yang di lontarkan pria itu kepadanya saat bercengkrama lewat telpon.
"sebenar nya apa salahku? Apa aku melakukan hal yang membuat mas Aid kecewa." Sedih Aulia tak dapat menahan airmatanya.
Dia pikir menikah dengan pria pilihan sendiri akan sangat membahagiakan. Memang awalnya sempat ragu saat Aiden melamarnya karena mereka baru berpacaran sekitar 2 bulan. Tapi, karena pria itu begitu meyakinkan maka Aulia pun menepis keraguannya. Menanamkan sepenuhnya rasa percaya pada Aiden.
Tapi kenapa sekarang Aiden justru yang membuat rasa percaya itu kian luntur. Aulia tak mengerti dengan pria itu. Apa cinta nya tulus atau hanya sebuah nafsu saja.
Sementara itu Aiden melepaskan headset bluetooth nya dengan kesal. Moodnya semakin buruk begitu mendapat telpon dari Aulia.
"Cih... berkunjung ke makam kakak? hanya untuk membuktikan kalau kamu memang wanita munafik." Dengus nya.
Sepertinya apapun yang di lakukan Aulia nampak salah di matanya. Aiden terlalu memandangnya sebelah mata. Setiap cerita yang dia dengar dari Amora membuat pria itu tak menyukai Aulia.
"aku bingung, Aid. Ibu ku kenapa lebih peduli padanya. Padahal aku putri kandungnya bukan dia."
"seharusnya ini hari paling bahagia bagiku, tapi semuanya hanya angan-angan saja. Ibu dan ayah tiriku sama sekali tak mengingatnya. Mereka selalu ingat ulangtahunnya tapi kenapa tidak dengan ku."
"Aid, aku harus bagaimana? Semua milikku di pinta olehnya."
Aiden mencengkeram erat setir mobil menahan emosi. Mengingat semua keluhan Amora. Wajahnya yang nampak kacau dengan airmata penuh kesedihan itu tak pernah bisa hilang dari ingatannya. Setiap bayangan itu muncul maka rasa bencinya terhadap Aulia semakin bertambah.
"seandainya aku bisa melindungi dulu, mungkin saat ini kita masih bersama." Aiden tersenyum getir.
Harapannya untuk hidup bersama Amora telah sirna semenjak gadis itu pergi untuk selamanya.
Melihat ada celah di depan, Aide langsung melajukan mobilnya. Ingin segera tiba di rumah dan mengistirahatkan tubuhnya yang lelah.
Matanya menyipit saat melihat mobil Aulia berada tepat di depannya. Dengan cepat Aiden menambahkan kecepatan. Dia ingin memastikan apa wanita itu pergi sendiri atau dengan orang lain.
Melihat mobil Aulia yang terus melaju dan berhenti tepat di depan rumah mereka membuat Aiden memperlambat laju mobilnya. Dia memperhatikan setiap gerakan Aulia. Mulai keluar dari mobil hingga wanita itu masuk kedalam rumah.
...*****************...
Di kediaman keluarga Aulia.
Rada menatap sinis suaminya yang kini duduk di ruang tamu. Pria berusia 52 tahun itu sudah tak berguna lagi. Hanya bisa duduk seharian dan tak menghasilkan apapun. Pekerjaannya hanya diam di rumah, makan dan tidur saja.
"mas, jika terus seperti ini aku dan Alita makan apa?" Bentaknya kesal.
Rangga melirik Rada sekilas lalu kembali fokus ke layar tv. Pria itu merasa tak ada gunanya meladeni ocehan Rada yang tak akan berhenti sampai besok.
"Alita butuh biaya besar untuk kuliah. Sementara mas hanya leha-leha saja." Gerutunya.
Alita adalah putri Rada dan Rangga. Usianya baru 16 tahun. Gadis itu mengintip di balik pintu kamarnya. Matanya menatap sendu kedua orangtuanya yang kini sering sekali berdebat.
Dulu, dia selalu merasa paling beruntung dilahirkan dalam keluarga ini. Memiliki dua kakak yang begitu menyayanginya, ibu yang perhatian dan ayah yang selalu mengabulkan segala keinginannya.
Tapi sekarang semua kebahagiaan itu telah hilang. Semenjak kakak pertamanya meninggal, kebahagiaan di rumah ini menjadi semu. Alita tak lagi melihat ibunya yang lemah lembut. Ayahnya yang banyak uang. Bahkan sekarang, Aulia pun telah pergi ikut suaminya.
Alita mendesah panjang. Dia merindukan Aulia.
"Sebaiknya aku temui kakak saja." Alita masuk kedalam rumah.
Gadis itu bertekad akan pergi kerumah Aulia dan suaminya. Mungkin sedikit bercerita tentang keluh kesahnya pada Aulia akan membuatnya sedikit lebih baik.
"Mas, kamu dengan tidak sih?" Rada semakin kesal di buatnya karena Rangga hanya diam tak menggubris.
Pria beruban itu menatap tajam Rada. Rahangnya mengeras.
"Bukankah ini yang kamu mau? Aku diam di rumah seharian agar kamu bisa memantau keseharian ku?"
Rada menelan ludahnya. Tapi, bukan seperti ini. Dia hanya ingin Rangga berada di rumah jika hari libur saja. Selebihnya tentu saja harus mencari nafkah. Dia hanya tak mau pria tua itu terus mengunjungi Aulia. Dia takut jika kematian Amora akan bocor akibat Rangga salah bicara nanti.
"Mak.. maksud ku..."
"wanita macam apa kamu ini?" Seru Rangga tak habis pikir. "kamu terus menekan putri mu sendiri hingga mengantarkannya ke jurang kematian. Kamu tak pantas di panggil ibu." Teriak Rangga murka.
Akhirnya dia tak bisa lagi memendam segalanya. Kesalahan Rada tak bisa terus dia tutupi.
Alita yang hendak melangkah keluar menghentikan pergerakan kakinya. Mulutnya di bekap erat oleh tangan kanannya.
Gadis itu merasa jantungnya bergejolak. Mengingat bagaimana sang kakak meninggal. Begitu mengenaskan hingga wajahnya tak dikenali. Melompat dari gedung sekolah yang begitu tinggi membuat sebagian wajahnya hancur.
"ibu...ayah..." Suara Alita bergetar. "apa maksud ucapan ayah? Apa yang telah ibu lakukan sampai kakak..."
"tidak. jangan dengarkan ayahmu." Rada panik, tak ingin putrinya mendengar lebih dari itu.
Dengan cepat dia membawa Alita masuk kedalam kamarnya. Matanya menyorot tajam kepada Rangga.
"Awas kalau kamu memberitahu Alita ataupun Aulia." Ancamnya tanpa suara.
Rangga memejamkan matanya. Kenapa dia begitu tak berdaya. Rangga merasa seperti seorang pengecut. Dengan penuh sesal dia memukul kakinya yang kini sulit untuk di gerakan. Kecelakaan itu membuatnya tak berdaya hingga harus duduk seharian penuh. Bahkan toko emas miliknya kini di sita bank karena hutang.
"Aulia... Alita..maafkan ayah." Serunya. Dadanya terasa sesak.
...*****************...
Aulia baru saja berjalan memasuki ruang tamu saat tiba-tiba terdengar deru mesin mobil di luar. Dengan cepat Aulia berlari untuk menyambut kedatangan Aiden.
"mas..."
"Aku lelah." Aiden mengabaikan tangan Aulia yang hendak menyalaminya.
Dengan kecewa Aulia mengikuti Aiden. Pria itu mendudukkan tubuhnya di sofa.
"Mas mau makan malam? Aku akan buatkan dengan cepat."
"tidak perlu. Aku mau tidur." Aiden beranjak dari tempatnya. "dan...mulai malam ini jangan tidur dikamar yang sama denganku." Ujarnya tanpa melihat Aulia.
Tubuh Aulia menegang. Matanya berkaca-kaca. Dengan cepat dia menyusul Aiden. Butuh penjelasan dari pria itu. Kenapa harus seperti itu, bukankah mereka suami istri, kenapa harus tidur terpisah.
"tapi mas kenapa?" Tanya Aulia dengan suara bergetar.
Aiden menepis tangan Aulia yang menyentuh lengannya.
"asal kamu tahu, aku tak pernah mencintaimu."
Deg...
Jantung Aulia terasa berhenti. Untuk sesaat nafasnya tercekat. Tubuhnya menegang.
"ap..apa yang mas katakan?" Aulia menggelengkan kepalanya. "mas..."
Brak...
Pintu kamar di tutup dengan keras. Aulia terperosok ke lantai. Menangisi nasibnya. Kenapa Aiden bisa sekejam itu. Kenapa pria itu tiba-tiba mengatakan hal yang tak masuk akal.
Aiden memejamkan matanya mendengar tangisan Aulia. Hatinya sebenarnya tak tega tapi rasa cintanya terhadap Amora yang belum hilang membuat pria itu menjadi egois.
Mengabaikan Aulia sepenuhnya lalu merebahkan tubuhnya di atas kasur. Mungkin dia harus mengatakan semuanya besok kepada Aulia. Aiden tak bisa lagi hidup serumah dengan Aulia karena hatinya terasa panas. Kenangan Amora selalu muncul hingga membuatnya selalu ingin menyakiti Aulia.
...***************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments