Biasanya setiap pagi Aiden akan meminta Aulia membuat teh hangat lalu membawanya ke kamar. Tapi, akhir-akhir ini pria itu tak lagi meminta apapun padanya. Setiap pagi akan bangun lebih awal lalu pergi begitu saja tanpa sarapan.
Aulia semakin bingung dengan tingkah Aiden yang berubah drastis. Bahkan pria itu tak lagi menyentuhnya. Hanya dua kali saja mereka melakukan hubungan suami istri. Itupun di saat malam pertama dan saat Aiden pulang dengan keadaan mabuk. Setelahnya pria itu seolah enggan menyentuhnya bahkan hanya tidur bersama diatas kasur yang sama pun pria itu seolah tak mau.
"Aku harus mencari tahu sendiri." Ujar Aulia dengan yakin.
Jam menunjukkan pukul 8 pagi. Dia bertekad akan mengunjungi Aiden ke kantornya. Memastikan jika pria itu tak melakukan hal buruk di belakangnya.
Hanya mengenakan pakaian sederhana dan rambut di gerai begitu saja. Penampilan Aulia sama sekali tak terlihat seperti seorang istri direktur sebuah perusahaan besar.
"Aulia..." Panggil seseorang saat Aulia hendak memasuki mobilnya.
"mamah!" Aulia terkejut mendapati mertuanya kini tengah berdiri di ambang pintu gerbang.
Wanita paruh baya itu sepertinya tak membawa mobilnya. Dengan cepat Aulia berlari untuk membuka pintu pagar yang tingginya tak main-main itu.
"mamah kenapa? Mana mobil mamah? Apa sopir tak mengantar?" Tanya Aulia khawatir saat melihat keadaan mertuanya yang nampak lesu.
Dengan cekatan Aulia menggandeng lengannya. Memapahnya untuk masuk kedalam.
Sarah adalah ibu mertua yang baik dan pengertian. Selama menikah dengan Aiden, Sarah selalu memperlakukan Aulia seperti putrinya sendiri. Aulia merasa memiliki seorang ibu begitu bertemu dengannya. Bukan berarti dia tak memiliki ibu selama ini. Aulia memilikinya, meski hanya sekedar ibu sambung. Karena ibu kandungnya telah tiada saat dia berusia 7 tahun.
"Kamu mau kemana?" Tanya Sarah menelisik penampilan Aulia yang rapi.
"tadinya Lia mau kekantor mas Aiden, Mah." Jawabnya sambil menyodorkan segelas air hangat pada Sarah.
"oh...ya sudah, kamu pergi saja. Mamah akan menunggu disini."
"tidak-tidak" Aulia menggelengkan kepalanya dengan cepat. "lagipula aku hanya ingin melihat mas Aiden bekerja tak ada hal penting."
Sarah menganggukkan kepalanya. Wanita paruh baya itu tersenyum saat melihat keadaan rumah yang begitu rapi dan bersih. Dia sangat suka dengan berada di rumah anaknya ini. Sangat nyaman dan tenang.
Aulia menyentuh lengan Sarah dengan lembut.
"Mah, kenapa mamah bisa naik taksi? Mobil mamah kemana? lalu sopir pribadi mamah?" Tanya Aulia tanpa jeda. Kebiasaannya jika merasa cemas pasti seperti itu.
"mobil mamah di bengkel. Tadi mamah membawanya sendiri di tengah jalan ban nya pecah." Terang Sarah sambil terkekeh pelan.
Rasanya hangat sekali di perhatikan seperti itu oleh menantunya. Aiden saja yang putra kandungnya tak pernah se perhatian ini. Itulah sebabnya dia sangat menyayangi Aulia. Merasa beruntung karena memiliki menantu yang begitu baik.
Akhirnya Aulia pun memilih untuk menemani mertuanya di rumah. Memasak bersama dan mengobrol seharian penuh. Sarah tak begitu mengenal keluarga Aulia karena Aiden dan Aulia hanya berpacaran sekitar dua bulan lalu keduanya memutuskan untuk menikah.
Saat sudah menjadi menantu pun Sarah tak pernah mendapatkan kesempatan untuk berkumpul dengan orangtua Aulia karena mereka sulit sekali untuk di ajak bertemu. Hanya bertemu saat dihari pernikahan Aulia dan Aiden saja.
"Apa ibu dan ayahmu begitu sibuk Aulia?"
"ayah memang sibuk karena harus mengurus perusahaannya. Tapi mamah selalu ada di rumah."
"lalu kenapa sangat sulit di ajak bertemu? Ibumu seperti menghindari mamah." Keluh Sarah merasa kecewa karena besannya tak pernah mau di ajak untuk bertemu atau sekedar untuk acara makan malam.
Aulia sungguh merasa tak enak. Dia hanya bisa tersenyum canggung.
"Uumm...mamah memang begitu. Apapun yang berhubungan denganku mamah tak akan peduli." Tutur Aulia sedih mengingat sikap ibu sambungnya selama ini.
Sarah yang melihat raut kesedihan di wajah menantunya langsung mengusap punggung Aulia dengan lembut.
"ceritakan tentangmu, mamah ingin tahu." Pintanya.
Aulia pun mulai menceritakan seperti apa keluarganya. Ayahnya yang menikah kembali setelah kematian ibunya. Lalu ibu sambungnya yang tak pernah menyayanginya. Hingga sang kakak tiri yang begitu ia sayangi. Karena hanya kakak tirinya yang begitu peduli terhadapnya.
"Sekarang kakak sudah bahagia di atas sana." Aulia menghapus airmatanya yang berlinang. Mengingat sang kakak yang begitu dia sayangi.
"maafkan mamah sudah membuka luka lamamu."
"tidak, memang seharusnya mamah tahu."
"apa mamah boleh tahu apa yang menyebabkan kakak mu meninggal?" Tanya Sarah penasaran.
Aulia menghela nafas panjang. Dia sendiri pun tak begitu tahu pasti. Saat itu kakaknya selalu bercerita tentang kekasihnya. Berjanji akan mempertemukan mereka. Tapi, sebulan kemudian kakaknya di kabar kan tewas akibat bunuh diri. Aulia tak tahu apa penyebabnya, karena selama ini kakaknya terlihat baik-baik saja. Tak terlihat memiliki masalah.
Mendengar cerita menyedihkan itu Sarah tak bisa menahan airmatanya. Ikut menangis lalu memeluk Aulia dengan erat.
"Kakak mu sudah bahagia sekarang." Bisiknya dengan lembut.
"iya Mah."
Sarah melepaskan pelukannya lalu menghapus airmata Aulia.
"cukup bersedih nya, sekarang mamah ingin tahu bagaimana keadaan rumah tangga kalian saat ini? kenapa akhir-akhir ini Aiden jarang pulang tepat waktu?"
Mendapatkan pertanyaan seperti itu membuat Aulia gelagapan. Bagaimana menjelaskannya. Ia tak ingin mertuanya menjadi khawatir dengan kondisi rumah tangga nya saat ini. Jika Sarah tahu kalau Aiden telah melakukan hal buruk terhadapnya bisa-bisa Sarah marah besar dan memarahi Aiden habis-habisan.
Memikirkan itu membuat Aulia memilih untuk tidak mengatakannya. Ia berbohong dan berharap Sarah tak akan mencurigainya.
"mas Aid sangat sibuk. Mamah kan tahu bulan depan akan ada perilisan minyak wangi di perusahaan mas Aiden. Jadi..." Aulia meremas jemarinya sendiri. Gugup takut Sarah akan curiga dengan kebohongannya. "mas Aid sering lembur." Lanjutnya dengan cemas.
Menatap wajah Sarah yang nampak biasa saja. Sepertinya wanita paruh baya itu percaya.
"Umm...kamu tak apa kan jika Aiden terus sibuk dengan pekerjaannya?"
"tentu tidak Mah." Jawab Aulia dengan cepat.
Sarah menepuk paha Aulia pelan.
"makanya segeralah program hamil. Agar kamu ada teman nanti. Jika ada anak kamu tak akan kesepian lagi, mamah juga ingin segera menimang cucu."
Perkataan Sarah membuat Aulia semakin tertohok. Ia pun menginginkan hal itu, berharap segera memiliki momongan. Tapi, melihat sikap Aiden yang seperti ini sekarang membuat Aulia ragu untuk menyampaikan keinginannya. Lagipula Aiden pernah mengatakan tak ingin terburu-buru menjadi orangtua. Dia ingin lebih lama menikmati karirnya tanpa harus memikirkan masa depan anak-anak. Secara tak langsung Aiden mengatakan jika dia tak menginginkan seorang anak.
"kok diam, kamu mau kan ikut program hamil? Nanti mamah akan bujuk Aiden."
"ah...itu..biar aku saja yang bicara dengan mas Aid, Mah."
"baiklah." Sarah setuju. Lagipula memang seharusnya seperti itu. Itu hak Aulia dan Aiden untuk memutuskan semuanya.
...*******************...
TBC ........
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments