Chapter 3

Jam sudah menunjukkan pukul 12 siang. Waktunya untuk makan siang bagi Aiden dan semua karyawannya. Pria berwajah tampan dengan tatapan matanya yang tajam itu menyentuh perutnya yang terasa perih. Tadi pagi dia tak sarapan karena buru-buru pergi. Bukan karena ingin segera tiba di kantor, tapi ia sengaja menghindari Aulia.

Aiden mulai merasa tidak bisa lagi menahan diri untuk tidak menyiksanya. Setiap hari di hantui rasa bersalah terhadap Amora karena telah mengingkari janji mereka.

Meski saat ini Amora sudah tidak ada lagi tapi Aiden masih tetap memegang janjinya. Untuk tidak mencintai dan menikah dengan wanita lain selain Amora.

"Tiger, aku butuh makan siang. Tapi, rasanya malas harus ke kantin. Bisa kamu pesankan makanan online untuk ku?" Tanyanya pada Tiger yang hendak pergi melangkah keluar.

Tiger selalu sahabat juga asisten pribadinya hanya bisa mengangguk lalu segera melakukan perintah itu. Pria yang lebih tinggi dari Aiden itu memesan beberapa makanan juga kopi panas untuknya.

"aku juga akan makan bersamamu. Karena sepertinya kamu butuh teman saat ini." Ujar Tiger mengurungkan niatnya ke kantin.

Aiden tersenyum tipis. Memang tak pernah salah, Tiger selalu tahu apa yang tengah di rasanya. Sambil menunggu pesanan datang mereka akhirnya mengobrol.

"Kamu tahu, aku merasa bersalah kepada Amora." Cicit Aiden, memijat pelipisnya yang berdenyut.

"kenapa? Apa yang telah kamu lakukan memangnya?"

Aiden menghembuskan nafas kasar. Berpindah tempat duduk di dekat Tiger lalu memejamkan matanya. Tiger hanya diam memperhatikan wajah Aiden yang nampak tak karuan.

"Aku berjanji untuk selalu setia padanya. Tapi, aku malah menikah dengan wanita licik itu."

Kening Tiger berkerut.

"apa maksudmu? Aulia tidak licik. Aku bisa melihatnya...dia..."

"dia apa? kamu tahukan ceritanya selama ini?" Sela Aiden cepat. Mata terpejam nya terbuka, menatap Tiger tajam.

"Aid, sebaiknya kamu selidiki yang sebenarnya. Aku merasa ada yang aneh. Cerita Amora tentang Aulia."

Aiden terkekeh kecil lalu menggelengkan kepalanya. Dia mengingat bagaimana kacau nya Amora setiap bercerita tentang adik tiri nya yang selalu merebut segalanya itu. Keegoisan Aulia, ketamakan dan juga kelicikannya. Hingga Amora pun akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.

"Aku percaya pada kekasihku." Jawab Aiden tak terbantahkan.

Tiger berdecak. Tangannya menepuk bahu Aiden dengan kuat.

"kamu harus bisa menerima kenyataan, sekarang Amora sudah tiada. Jangan terus berlarut dalam kubangan yang sama. Sekarang kamu sudah menikahi Aulia, perlakukan dia layaknya istrimu." Nasihat Tiger, ia tak ingin jika Aiden nanti akan terjebak dalam idenya yang menurutnya tidak masuk akal itu.

Tiger merasa jika Aulia tak seburuk yang dia dengar. Dia tahu seperti Amora, gadis itu selalu mencari perhatian setiap orang dengan cara apapun. Dan sialnya, Aiden tak pernah mau menerima kenyataan itu. Ia tetap percaya pada Amora, mungkin karena terlalu cinta. Tiger berdecak, itulah sebabnya kenapa sampai saat ini dia tak pernah memiliki kekasih karena tak ingin terjerat dalam hubungan yang rumit.

Tok...Tok..

Ketukan di pintu menghentikan acara mengobrol keduanya. Rupanya pesanan mereka telah datang. Aiden dan Tiger pun segera menikmati acara makan siangnya dalam diam. Tak ada lagi yang bersuara. Sepertinya keduanya kini tenggelam dalam pikiran mereka masing-masing.

Tiger sesekali melirik Aiden. Jelas sekali pria itu tengah banyak pikiran saat ini. Entah apa yang dia pikirkan, Tiger tak ingin mencampuri terlalu dalam.

...********************...

Aulia tersenyum sembari melambaikan tangannya. Mertuanya izin untuk pulang setelah seharian penuh menghabiskan waktu bersama. Rumah kembali sepi, hanya tinggal dirinya saja.

"aahh....aku jadi rindu dengan kak Amora." Ujarnya.

Matanya melirik jam yang melekat di dinding. Masih ada waktu untuk mengunjungi kakaknya karena belum terlalu sore. Aulia pun segera mengambil tas nya lalu pergi.

Hanya butuh setengah jam untuk tiba di sebuah pemakaman umum. Dengan hati-hati Aulia memarkir mobilnya.

"Mamah..." Aulia menghentikan pergerakan tangannya yang hendak membuka pintu mobil saat melihat ibu tirinya tengah berada di makam sang kakak.

Aulia memilih untuk diam di dalam mobil. Ia tak ingin bertemu dengan ibunya untuk saat ini. Moodnya bisa rusak nanti. Karena tahu, pasti ibunya akan mengatakan hal-hal menyakitkan jika bertemu. Karena begitulah selama ini.

Keningnya mengerut saat melihat hal aneh yang di lakukan ibu tirinya. Matanya terus mengawasi dengan tajam. Sayangnya dia tak bisa mendengar apa yang di katakan karena jaraknya yang begitu jauh.

Rada melemparkan buket bunga keatas makam sang anak dengan wajah marah. Sungguh perbuatannya tak layak dilakukan olehnya. Bukannya mendoakan, wanita tua yang masih terlihat cantik itu justru memaki sang anak yang kini terbujur kaku di dalam tindihan tanah merah.

"Dasar tidak berguna. Aku memintamu untuk melenyapkannya bukan menyuruhmu mengakhiri hidupmu sendiri." Decihnya penuh amarah.

Matanya melihat sekitar pemakaman yang sepi. Merasa aman tak ada yang melihat maka buru-buru Rada pergi. Langkahnya terhenti saat melihat mobil hitam yang terparkir di samping mobilnya. Merasa tak mengenali mobil itu ia pun segera masuk kedalam mobilnya lalu pergi.

Rada memang tak tahu jika Aulia kini memiliki mobil. Karena Aulia tak pernah membawa mobilnya ketika berkunjung kerumahnya.

"Kenapa mamah melempar bunganya bukan menaburkannya?" Aulia masih merasa heran dengan tingkah ibu tirinya.

Cepat-cepat Aulia pun keluar dan segera mendekati makam Amora. Meski sudah hampir setahun lebih, tapi bunga-bunga yang menghiasinya terlihat segar. Bahkan bunga-bunga itu nampak baru.

"Sebenar siapa yang selalu menabur bunga-bunga ini? Tak mungkin mamah kan!" Serunya merasa tak yakin karena melihat apa yang di lakukan ibu tirinya barusan.

Aulia berjongkok lalu berdoa. Dia selalu berharap bisa mendapatkan bukti, satu saja. Apa alasan Amora mengakhiri hidupnya sendiri. Kenapa Amora bisa melakukan hal itu padahal selama ini dia terlihat baik-baik saja.

Hampir setengah jam Aulia berada di sana. Wanita itu hampir lupa waktu saking rindunya dengan sang kakak.

Daaarr...

Suara petir yang cukup kuat membuat Aulia harus segera pergi sebelum hujan turun.

"Kakak, aku akan kembali lagi nanti." Ujarnya lalu mengecup batu nisan itu.

Sementara itu, di kantor.

Aiden dan Tiger nampaknya akan segera pulang. Hari ini Aiden terpaksa pulang tepat waktu karena paksaan Tiger.

"Lihat kan, langit menggelap. Kamu mau tinggal di kantor?"

"iya, aku akan pulang. Cerewet sekali jadi pria."

Tiger hanya mengangkat bahunya mendengar protesan Aiden.

Benar saja, beberapa menit kemudian hujan pun turun. Aiden berdecih di dalam mobilnya. Jalanan macet dan hujan lebat. Sungguh menyebalkan baginya.

Aulia pun nampaknya terjebak macet. Dengan gusar ia melihat jam tangannya. Sudah mau jam 7 malam dan jalanan masih padat. Mobilnya sulit sekali bergerak terjebak didalam kemacetan.

...******************...

TBC ........

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!