Malam semakin larut. Bunda masih saja terus menatapku kemudian tersenyum.
"Pernah!"
jawab Bunda singkat, padat dan jelas.
"Bagaimana rasanya Bun?" aku coba bertanya pada Bunda bagaimana rasanya jatuh cinta.
Bunda menarik nafas panjang baru kemudian menjawab pertanyaanku.
"Hhhhhhhh bagaimana ya? Rasanya itu- perasaan kita jadi gelisah dan tidak tenang. Ada perasaan ingin bersama tapi takut," jawab Bunda.
"Kenapa takut Bun?" balasku penasaran.
"Karna Bunda masih sekolah. Bunda khawatir jadi tidak konsentrasi lagi. Tugas sekolah saja sudah bikin pusing, di tambah harus memikirkan perasaan yang belum tentu, orang yang kita pikirkan itu punya perasaan yang sama dengan kita."
Aku terdiam memikirkan jawaban Bunda.
"Iya juga ya. Gue punya perasaan sama Kak Sarah, tapi apa Kak Sarah juga punya perasaan yang sama seperti yang gue rasa?" gumamku dalam hati.
"Tapi Bun, mencintai hanya dalam diam itu kan cuma bikin nyesek doang Bun." Bunda tertawa mendengar jawabanku.
"Haha Iya juga sih. Bunda pernah merasakan seperti itu kok, tapi mau bagaimana lagi. Disisi lain, Bunda sangat memegang prinsip. Masih terlalu dini untuk status Bunda yang masih pelajar pada saat itu, bilang cinta sama seorang laki-laki. Walaupun tak bisa Bunda pungkiri jika perasaan itu memang ada, karna manusia kan memang diciptakan Allah berpasang-pasangan. Pasti Allah juga menitipkan rasa cinta dan sayang juga di hati setiap hamba-Nya" jawab Bunda yang membuat aku makin kagum pada dirinya.
"Makanya, Bunda hanya bisa mencintai dalam diam? Nggak pernah mengungkapkan perasaan Bunda sama laki-laki?" balasku yang lagi-lagi membuat Bunda tertawa, lalu mengusap kepalaku.
"Hehehe Bunda ini perempuan sayang, mana mungkin Bunda ungkapkan perasaan Bunda pada Laki-laki. Perempuan itu hanya menunggu lalu memberikan jawaban. Laki-laki lah yang harus berusaha mengambil hati perempuan yang dia sukai," jawab Bunda membuat aku tertegun lalu ku tatap matanya yang teduh.
"Apa pernah ada laki-laki yang mengungkapkan perasaannya pada Bunda waktu SMA dulu?" tanyaku yang membuat Bunda terdiam cukup lama seperti teringat sesuatu.
"Iya pernah ada," jawab Bunda setelah terdiam cukup lama.
"Apa Bunda terima?" tanyaku makin penasaran dengan kisah cinta Bunda sewaktu di SMA.
"Nggak, kan tadi Bunda sudah jelaskan. Saat itu juga sudah mau ujian, Bunda nggak mau konsentrasi belajar Bunda pecah," jawab Bunda. Aku hanya menganggukan kepala mendengarnya.
"Bunda juga suka sama laki-laki itu?" tanyaku sekali lagi, membuat Bunda menatapku cukup lama.
"Sudah ah, pertanyaan kamu sudah terlalu jauh. Masa sma Bunda sudah berlalu. Sekarang, yang ada hanya Ayah, Kamu, Anindya dan Anindita," jawab Bunda kemudian tersenyum menatapku.
"Ya, aku kan hanya mau tahu aja Bunda," jawabku dengan wajah lesu karna tidak mendapatkan jawaban yang aku mau.
"Bunda hanya bisa kasih nasehat buat kamu. Kalau kamu benar-benar menyukai seorang wanita, maka kamu harus siap membahagiakan dia. Karna wanita itu, wanita yang kamu sukai adalah anak dari seorang Ayah dan Ibu yang begitu menyayanginya. Dia terbiasa mendapatkan cinta, kasih sayang dan perhatian dalam keluarganya, maka dia juga harus mendapatkannya dari kamu, jangan sampai dia hanya mendapatkan kekecewaan setelah bersama kamu," jawab Bunda yang membuat hatiku tenang mendengarnya.
"Kamu masih ingat kan pesan Ayah yang selalu dia ucapkan padamu?"
"Ingat Bun. Wanita itu ibarat boneka dalam kotak kaca, maka kita harus menjaga kotak itu jangan sampai pecah. Kalau kotak itu sampai pecah, maka boneka itu akan rusak, dan tangan kita pun akan terluka karna pecahannya."
Bunda tersenyum senang karna aku masih terus mengingat pesan Ayah itu.
"Kamu ngerti kan maksudnya?"
"Iya Bun!"
"Perempuan itu punya mahkota yang selalu dia jaga, maka kamu jangan sampai merusak mahkota itu, jika belum halal untuk kamu sentuh. Bunda tidak pernah melarang kamu untuk menyukai seorang wanita karna rasa suka itu anugerah dari Allah. Cuma pesan Bunda, jaga dia jangan sampai kamu menyakiti fisik apalagi bathinnya," jawab Bunda kemudian memelukku.
"Bunda sayang Eyza. Bunda hanya ingin Eyza jadi laki-laki yang bertanggung jawab. Kalau saat ini Eyza sedang menyukai teman wanita Eyza di sekolah, ingatlah nasehat Bunda barusan," ucap Bunda yang malah membuat wajahku tersipu malu, lalu kulepaskan pelukan Bunda perlahan, kemudian ku tatap wajah Bunda.
"Nggak kok Bun. Siapa yang lagi suka sama cewek?" jawabku dengan wajah yang masih merona karna malu.
"Sudahlah, Nak! Bunda tahu, mau kamu tutupi seperti apapun. Bunda pasti tahu," jawab Bunda lalu tersenyum padaku.
"Sudah malam, tidur sana besok sekolah!"
seru Bunda padaku, aku pun segera beranjak meninggalkan teras depan menuju kamarku, di ikuti Bunda dari belakang, kemudian Bunda
mengunci pintu, baru setelah itu masuk ke ruang kerja Ayah.
"Kamu belum selesai dengan pekerjaanmu?" tanya Bunda pada Ayah.
"Ini sebentar lagi selesai, kalau kamu mau tidur, duluan saja!" jawab Ayah.
"Baiklah aku tidur duluan ya? Besok aja kita ngobrolnya," ucap Bunda, kemudian berjalan menuju kamar tidur.
"Memang mau ngobrol apa?"
langkah Bunda terhenti sesaat setelah Ayah bertanya.
"Nggak ada apa-apa kok, mau ngobrol soal anak-anak aja," jawab Bunda.
"Kenapa anak-anak? Apa dia buat masalah di sekolah?" tanya Ayah penasaran.
"Nggak kok, mereka nggak buat masalah apa-apa, aku hanya ingin ngobrol santai aja," jawab Bunda menghilangkan penasaran Ayah.
"Syukurlah kalau nggak ada masalah apa-apa. Oke, nanti kalau aku sudah tidak terlalu sibuk, kita ngobrol tentang anak-anak kita," jawab Ayah lalu berjalan menghampiri Bunda, kemudian mencium kening Bunda, lalu tersenyum. Bunda membalas senyuman Ayah, kemudian pergi meninggalkan Ayah sendiri di ruang kerjanya.
Pagi hari.
"Ayo habiskan sarapan kalian, Ayah akan antar kalian ke sekolah!" perintah Ayah padaku dan kedua adikku. Kami pun segera menghabiskan sarapan lalu pamit kepada Bunda.
"Aku jalan ya Bun!" ucapku, lalu aku cium tangan Bunda kemudian keningnya.
"Dya sama Dita juga pamit ya Bun!" sama sepertiku, Dya dan Dita juga mencium tangan dan kening Bunda.
"Iya. Hati-hati kalian, belajar yang benar ya!" ucap Bunda, lalu menghampiri Ayah, mencium tangan Ayah. Ayah pun membalasnya dengan mencium kening Bunda.
Pemandangan yang setiap hari aku lihat, adem rasanya hati melihat Ayah dan Bunda selalu mesra seperti ini.
Tiba-tiba halusinasiku kembali datang. Aku berkhayal Kak Sarah mencium tanganku, aku pun membalasnya dengan mencium keningnya.
"Aku berangkat kerja dulu ya sayang!" ucapku pada Sarah, dia menjawabnya dengan senyuman. Senyuman yang selalu membuat aku terpesona sejak aku di kelas satu sma.
" Woiiiii Kak! Mau bengong aja disitu? Kita bukan satpam kakak yang kerjanya nungguin kakak berkhayal sampe selesai," celetuk Dya membuat aku terkejut kemudian aku buyarkan semua khayalan dalam kepalaku.
"Siapa yang lagi berkhayal? Kamu tuh ya!" ucapku menahan malu, lalu aku usap kepala Dya sedikit kencang, hingga membuat rambut panjangnya berantakan.
" Iiih.... Kakak, aku udah sisir rambut nih. Berantakan lagi deh!" ucap Dya padaku dengan wajah cemberutnya. Aku tersenyum melihat wajahnya yang menggemaskan kalau lagi cemberut.
Ayah dan Ibu hanya tertawa melihat tingkah kami, lalu menggelengkan kepalanya.
"Sudah yuk, berangkat. Nanti ayah telat ini!" ucap Ayah lalu berjalan tergesa-gesa menuju mobil.
"Jalan ya Bun!" ucapku pada Bunda.
Bunda hanya tersenyum melihatku, seolah tahu apa yang sedang aku pikirkan barusan. Aku hanya tersipu melihat senyum Bunda, lalu segera menyusul Ayah dan kedua adik kembarku yang sudah berada di dalam mobil.
____ ____ _____ 🚗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Fira Ummu Arfi
okeeeeee🥰🥰🥰🥰
2021-09-22
0
Dhina ♑
♥️♥️♥️♥️♥️
2021-08-30
0
Desrayanii
Like 😍😍
2020-11-08
1