"Aku terima nikah dan kawinnya Kaila Miranda binti Herman Nugroho dengan maskawin seperangkat alat sholat dan cincin berlian dibayar tuuuuunaiiiii."
"Bagaimana para saksi? Sah?" kata penghulu kepada kedua belah saksi.
"Sah ... sah ... sah ...."
Ruang tamu sekaligus pelaminan itu terdengar gemuruh suara sah dari para saksi dan seluruh tamu yang hadir.
Penikahan yang tidak aku inginkan ini, akhirnya terjadi juga. Setelah kata sah yang saksi ucapkan, maka aku telah resmi menjadi istri orang sekarang.
"Selamat ya nak, kamu telah menjadi seorang istri sekarang," kata mama sambil memeluk erat tubuhku.
"Mama, papa, maafkan semua kesalahan Kaila ya ma, pa. Kaila belum bisa menjadi anak yang berbakti dan belum bisa membahagiakan mama dan papa," ucapku sambil memeluk mama dan papa sekaligus.
"Kamu sudah berbakti anakku. Kamu sudah membuat mama dan papa bangga dengan melepaskan kamu menikah secara baik-baik," kata papa dengan bangga.
Sesi salam-salaman telah pun usai, setelah aku bertukar saling bersalaman dengan kedua mertuaku setelah aku bersalaman dengan mama dan papaku.
Kini tiba waktunya aku meninggalkan mama dan papa. Karna menurut adat, aku harus ikut kemana suamiku pergi, maka di situlah aku.
"Adya, papa titip Kaila pada kamu ya nak. Tolong jaga istrimu dengan baik," ucap papa pada Adya.
Yah, aku menikah memang bukan dengan Bram. Melainkan menikah dengan Adya Wijaya.
Dua hari sebelum pernikahan ini dilaksanakan. Bram menghilang entah kemana. Ia meninggalkan rumah dengan membawa semua barang-barangnya.
Ia juga meninggalkan sepucuk surat yang mengatakan, kalau ia tidak ingin menikah dengan aku. Karna ia sudah mencintai orang lain.
Dan yang paling membuat aku sedih adalah, Bram lari bersama dengan Maya sahabatku.
Waktu itu, aku kira, kalau Maya tidak akan tega menghianatiku. Tapi perkiraan itu adalah salah, ternyata Maya juga suka pada Bram. Ia malah memilih lari bersama Bram di bandingkan dengan mempertahankan persahabatan aku dan dia.
Dan yang paling aku tidak habis pikir adalah, laki-laki yang menyelamatkan aku pada hari itu.
Ternyata, Adya adalah anak pertama dari keluarga Wijaya. Pantas saja ia kaget saat aku sebut nama lengkap Bram. Ternyata, ia dan Bram adalah adik kakak.
Karna Bram kabur dua hari sebelum pernikahan kami. Maka, orang tua Bram menggantikan Adya yang baru pulang dari luar negeri itu menjadi suamiku.
Karna mereka tidak ingin malu akibat ulah Bram. Mereka terpaksa menikahkan aku dengan anak pertama mereka.
Mereka pun mengusulkan pada keluargaku terlebih dahulu, sebelum memutuskan perihal pengganti suami buat aku.
Mama dan papa setuju saat mendengarkan kesanggupan Adya saat mereka bertanya pada Adya. Dengan lantang dan tanpa beban, Adya menyangupi pernikahan ini.
Aku juga tidak akan menolaknya. Apa yang Adya katakan waktu itu, masih terdengar jelas di telinggaku.
Ia juga bilang, karna orang tua adalah segalanya buat ia. Maka tidak akan ada beban untuknya melakukan apapun untuk mama dan papanya.
Sebenarnya aku sedikit bersyukur dengan pelarian Bram. Karna dengan ketidak hadiran Bram di sini, aku bisa menikah dengan Adya.
Walaupun jauh di dalam lubuk hatiku yang terdalam, aku tidak menginginkan pernikahan ini. Karna aku tidak mencintai Adya sedikitpun. Yang aku cintai masih tetaplah Bram.
Tapi aku tidak bisa membuat mama dan papaku malu hanya karna ego yang aku miliki. Demi mereka, aku akan lakukan apa saja. Tidak mungkin Adya bisa melakukan apa saja untuk mama dan papanya, sedangkan aku tidak.
"Hei, melamun aja kerjaannya," ucap Adya sambil menyentuh bahuku dengan lembut.
"Jangan banyak pikir Kaila, kamu tidak sendirian lho ya."
"Aku tidak banyak pikir, Adya. Eh kaka," ucapku serba salah.
Aku jadi cangung sekarang saat bersama dengan Adya. Apalagi soal panggilan yang membuat aku merasa sedikit aneh.
Awalnya, saat aku bertemu dengan Adya, aku kira umur kami sama. Taunya, ia lebih tua dua tahun dari aku.
Tapi wajahnya tidak menunjukkan hal itu. Wajah itu terlihat sangat mudah dan tidak terlihat seperti kakak bagi aku.
Adya terkekeh saat mendengarkan aku memanggilnya dengan cangung.
"Jika kamu tidak keberatan, aku lebih suka kamu panggil dengan sebutan mas. Itu hanya jika kamu tidak keberatan saja," kata Adya masih dengan senyum manisnya.
"Mas?" kataku tidak mengerti.
"Iya, kamu adalah istri aku sekarang. Yah, walaupun hanya di atas kertas saja. Tapi aku juga lebih tua dua tahun dari kamu bukan?"
"Ya sudah, aku tidak keberatan kok untuk memanggil kamu dengan sebutan mas Adya. Itu kayaknya lebih cocok sama wajah mas-mas kamu itu," kataku sambil tersenyum.
"Tapi aku bukan mas-mas gorengan yah Kaila. Ingat itu," katanya sambil mencubit hidungku.
"Apaan sih mas, kamu itu sudah tua jugakan. Apa salahnya di samakan dengan mas-mas gorengan," kataku balas bercanda.
Sopir yang menyopiri mobil ini hanya diam saja saat mendengarkan semua celotehan aku dan Adya.
Sesaat, Adya mampu mengalihkan perhatianku pada kesedihan yang aku alami. Kesedihan karna kehilangan cinta, ditambah kesedihan karna berpisah dari mama dan papaku.
Karna aku adalah istri orang, aku harus pisah jauh dari mama dan papaku saat ini.
"Kaila, kedepannya, aku harap kita bisa berteman baik yah," kata Adya dengan nada penuh harap.
"Bukankah kita sekarang sudah berteman mas. Teman yang seperti apa lagi yang kamu harapkan?" kataku penasaran.
"Teman saling berbagi Kaila. Suatu saat nanti, bukan sekarang," kata Adya sambil melihat pemandangan di samping.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Oh ku pikir Adya tuh adek..bagus dong kalo Bram itu yg adek..Biar kenak tuh Bram sama Adya dan keluarga nya,bikin malu aja,Jangan nyesel kamu setelah ini Bram..
2025-01-18
0
Qaisaa Nazarudin
DASAR PENGECUT,SEMOGA MAYA ITU BUKAN CEWEK BAEK2 BARU TAU RASA KAMU,AKU TEPUK TANGAN DEH..
2025-01-18
0
Qaisaa Nazarudin
Ternyata adek kakak kah? Berarti Adya sebelum ini gak kenal calon kakak iparnya?
2025-01-18
0