Suami Pengganti

Suami Pengganti

1

"Bram, bagaimana persiapan pernikahan kamu dengan Kaila?" kata seorang perempuan pada laki-laki yang bernama Bram.

"Ntahlah May, aku tidak tahu harus apa lagi sekarang. Aku merasa, aku tidak pernah mencintai Kaila sedikitpun," kata Bram pada Maya.

"Jika tidak cinta, bagaimana kamu bisa melamarnya Bram? Dan jangan lupa, kamu akan menikah dengan Kaila empat hari lagi," ucap Maya dengan wajah kagetnya.

"Aku hanya melakukannya karna permintaan papa dan mama Maya. Jika tidak, aku mungkin tidak akan pernah melamar Kaila," ucap Bram tanpa ada rasa bersalah sedikitpun.

"Gila kamu Bram. Kamu memang sangat gila sekarang," kata Maya.

"Maya, asal kamu tahu, aku memang sudah gila saat aku bertemu dengan kamu waktu itu. Aku gila karna aku jatuh cinta padamu, jatuh cinta pada pandangan pertama."

Saat itu, air mata sudah tidak terbendunglagi. Air mata yang aku tahan selama beberapa menit, kini tumpah dengan sangat deras membasai pipiku.

Aku yang sejak awal bersembunyi dibalik pohon di samping taman ini, akirnya menemukan sebuah jawaban atas pertanyaanku belakangan ini. Pertanyaan dengan perubahan sikap yang Bram miliki.

Ya, Bram yang sedang berada di sana dengan seorang gadis itu adalah pacarku. Pacar sekaligus tunagan yang akan menikah dengan aku empat hari lagi.

Dan gadis yang bernama Maya itu adalah sahabat baikku. Sahabat yang aku kenalkan dengan Bram sebulan yang lalu.

Aku mengenalkan Maya pada Bram, tepat di hari pertunangan kami berlangsung.

Aku tidak percaya dengan sebuah kenyataan pahit yang menimpa aku saat ini. Ternyata, Bram yang akan menikah dengan aku empat hari lagi, malah jatuh cinta pada sahabatku sendiri. Sahabat baik yang selama ini aku sayangi lebih dari saudara kandung.

Bisa aku katakan, aku dan Maya adalah sahabat yang saling melengkapi satu sama lain.

Kami sama-sama bersekolah dari bangku sekolah menengah pertama, hingga duduk di bangku kuliah juga bersama-sama.

Tapi sekarang, sahabat itu jugalah yang membuah aku harus menelan rasa sakit yang amat sangat perih.

Aku tidak bisa menerima apa yang Bram katakan. Itu sungguh-sungguh sangat menyakitkan untuk hatiku yang sedang berharap ini.

Beban ini terlalu berat, saat aku mendengarkan satu kata yang tidak pernah aku sangka selama ini.

Ternyata, Bram bertunangan dengan aku hanya karna mama dan papanya yang menginginkan, bukan niat tulus darinya.

Di mana semua janji manis yang Bram ucapkan selama dua tahun ini. Di mana sumpah setia yang selalu ia ucpakan di hadapanku selama ini.

Ternyata, satu bulan mampu mengikis rasa cinta dua tahun. Satu bulan kenal dengan orang baru, bisa mengubah hati Bram padaku.

Aku lari dari sana, meninggalkan kedua manusia yang aku sayangi, namun telah menusuk aku dari belakang dengan pisau berkarat. Sehingga menciptakan rasa perih yang sangat hebat.

Aku menangis sambil berlari menuju jembatan yang tinggi. Niatku sudah bulat, aku akan loncat dari atas jembatan ini.

Akan aku bawa luka hati ini pergi bersamaku. Lebih baik aku pergi untuk selama-lamanya, dari pada harus menelan pahitnya hidup berumah tangga dengan orang yang jelas-jelas sudah tidak mencintai aku lagi.

"Selamat tinggal dunia! Kalian semua boleh tertawa dan bahagia dengan kepergian diriku ini!" ucapku sambil berteriak dan merentangkan tangan untuk terjun dari jembatan ini.

"Tunggu! Jangan bertingkah bodoh kamu! Mati tidak akan menyelesaikan masalah," ucap seorang laki-laki dari belakangku.

Aku kaget, dan membalikkan badanku untuk melihat siapa yang telah berani mengatai aku bodoh. Tidak kah ia tahu, kalau aku sedang sakit hati saat ini?

Karna aku sangat ceroboh, tanganku licin dan aku tergelincir dari atas jembatan itu.

Dengan sigap, laki-laki itu menagkap tanganku dan menariknya sekuat tenaga. Aku naik keatas dengan selamat tanpa lecet sedikitpun.

"Kenapa kamu sangat bodoh sekali!" bentak laki-laki itu dengan sangat keras.

"Kenapa kamu malah menyelamatkan aku. Biarkan aku mati, aku tidak sanggup lagi hidup di dunia yang kejam ini," kataku berteriak sambil meronta-ronta dalam pelukan laki-laki itu.

"Jangan bodoh kamu, mati tidak akan menyelesaikan masalah. Malahan, kamu akan menambah masalah buat semua orang yang sangat menyayangi kamu."

"Tapi aku tidak sanggup lagi menahan rasa sakit hati ini. Kamu tidak tahu aku akan membuat orang tuaku malu jika aku tidak mati."

"Bodoh kamu, jika kamu mati, orang tua kamu akan sangat sedih. Kamu lebih menyakiti hati orang tua kamu dengan kamu bunuh diri."

"Pikirkan orang tua kamu yang selama ini berjuang susah payah demi membesarkan kamu. Kenapa sudah besar, kamu malah ingin mati kafir seperti ini. Cobalah gunakan otak mu untuk berpikir yang baik-baik, jangan pakai otak mu untuk berpikir yang tidak-tidak."

Aku teriam, tak mampu untuk angkat bicara lagi. Laki-laki itu terus memarahi aku dengan berbagai perkataan yang mengatakan kalau aku ini sangat bodoh.

Aku tidak melawan sedikitpun apa yang laki-laki itu katakan. Bukan perkataan dan marahannya yang mampu membuat aku bungkam. Melainkan, aku melihat wajah mama dan papa yang selalu tersenyum padaku. Itu yang membuat aku tidak bisa mengucapkan sedikit pun perkataan.

Laki-laki itu melepaskan dekapan eratnya setelah merasa aku agak sedikit tenang.

"Ayo bangun," ucap laki-laki itu sambil membantu aku berdiri.

Aku tidak menjawab, aku hanya mengikuti apa yang laki-laki itu katakan padaku.

Laki-laki itu memapah aku berjalan kearah mobilnya. Mobil hitan yang terparkir tak jauh dari sisi jembatan yang berlawanan arah dari posisiku tadi.

"Ayo masuk, aku akan antarkan kamu pulang kerumah," katanya dengan sedikit senyum manis.

Semanis apapun senyum laki-laki itu, tidak akan berati apapun buat aku saat ini. Karna hatiku sudah sangat hancur tidak tersisa sedikitpun.

Laki-laki itu membuka pintu mobilnya, lalu memasukkan aku kedalam mobil hitam ini.

Tidak ada sedikitpun perlawanan yang aku lakukan. Aku hanya menuruti apa yang laki-laki itu lakukan padaku.

"Ayo minum dulu," katanya sambil memberikan aku sebotol air mineral yang ia ambil dari jok belakang mobil.

Aku mengambil botol itu tanpa berucap sepatah katapun. Lalu meminum seteguk air dari botol mineral itu.

"Namaku Adya, mungkin kamu bisa berbagi rasa sedih kamu padaku. Jika kamu tidak keberatan untuk bercerita, maka aku akan dengan senang hati mendengarkannya."

Terpopuler

Comments

Petruk Berdosa

Petruk Berdosa

terdiam bukan teriam

2022-08-05

0

L

L

hadir thot

2022-05-22

0

Bunda Uyo

Bunda Uyo

lnjt

2022-05-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!