Satu minggu sudah berlalu setelah kepulangan Alice dari rumah sakit. Saat ini ia sedang berlatih membidik target dengan senapan di halaman belakang mansionnya. Jorell mengawasinya sambil menyeruput secangkir kopi. Sore hari yang hangat, udara bertiup sangat lambat dan suasananya sangat mendukung untuk melakukan jenis kegiatan apapun. Alice menggunakan peredam suara pada telinganya, ia membidik target-target yang berada beberapa meter di depannya.
Suara setiap peluru yang keluar dari senapan menimbulkan suara-suara yang bergemuruh dan menyesakkan dada. Sasaran pun tepat mengenai gambar target yaitu pada kepala, dada tepat pada bagian jantung, serta leher yang akan melenyapkan seketika jika tertembak di area-area fatal itu. Kejadian yang menimpa Alice pada saat itu, bukannya Alice tidak mampu melawan namun nasib buruk tak ada yang tahu kapan ia akan datang. Disaat Alice meminum obat tidur karena gangguan insomnianya, hal itu membuat tubuhnya lemah dan seperti tak dapat bergerak dengan gesit saat melawan baj*ngan yang mencoba membunuhnya.
Sekilas di tengah-tengah kesibukannya ia kembali terngiang akan wajah seseorang yang menyelamatkannya. Bayangan akan seseorang yang tampak kabur tapi ia yakin jika itu bukanlah Doni. Karena rambut pria itu sedikit tampak tidak rapi berbeda dengan Doni yang selalu merapikan rambutnya dan menggunakan pomade sehingga rambutnya seakan-akan tidak akan goyah meskipun terkena badai halilintar.
Darr…. Suara tembakan yang melesat mengenai lengan pada gambar target membuat Jorell menautkan kedua alisnya. Alice segera melepaskan peredam suara pada telinganya dan mengatur nafasnya. Ya ia sedang melamun mencoba mengingat wajah seseorang yang menyelamatkannya. Sehingga fokusnya terganggu dan target bidikannya pun melenceng. Alice menoleh ke belakang dan ia melihat raut wajah Jorell yang tampak marah.
“Apa yang kau pikirkan Alice. Kenapa tidak fokus?” Ucap Jorell yang tidak menyukai kata gagal dalam kamus hidupnya. Ia adalah seseorang yang selalu mendambakan kesempurnaan, sungguh manusia yang sangat serakah.
“Maaf ayah aku merasa sedikit pusing.” Alice mencoba mencari alasan yang tepat, tidak mungkin ia mengaku telah melamun.
“Istirahatlah, kita lanjutkan besok.” Jorel bangkit dari tempat duduknya dan meninggalkan Alice yang masih terdiam pada tempatnya.
“F*ck you Jorel Van Rexton.” Gumam Alice lirih seakan suaranya tertelan di tenggorokan. Sambil melirik kepergian Jorell.
***
Beberapa hari sudah berlalu namun di otak Alice tetap terngiang-ngiang akan sosok itu. Daripada mati dengan rasa penasaran ia segera berjalan menuju walk in closet mengambil jaket kulitnya yang berwarna hitam, serta mengenakan celana jeans hitam yang ketat, tidak lupa juga ia mengenakan topi hitam serta kaca mata hitam. Jangan salah bukannya ia akan menghadiri pemakaman, ia akan berburu ya berburu kebenaran. Alice segera berjalan dengan cepat menuju pada mobilnya yang terparkir di halaman depan mansionnya. Dalam sekejap mobil itu telah melaju menyusuri kota Los Angeles. Setelah beberapa saat mobilnya kini sudah terparkir di seberang gedung tinggi ELA’S Company. Pandangannya terus menatap ke arah arah pintu gedung memperhatikan siapa saja yang keluar masuk dari pintu tersebut. Ia menurunkan kaca jendela pada mobilnya lalu mengeluarkan sebatang rokok pada kotaknya. Saat ia mau meletakkan sebatang rokok itu pada mulutnya pandangannya terhenti pada sosok yang tidak asing. Ya Doni telah keluar dari perusahaannya dan berjalan menuju mobil mewahnya yang sudah terparkir di depan pintu masuk.
“Ah f*ck.” Alice melemparkan sebatang rokok ke dashboard mobilnya lalu ia segera menyalakan mesin pada mobilnya dan melaju mengikuti arah mobil Doni melaju.
Kejadian ini terus berlangsung hingga beberapa hari, namun Alice belum menemukan satupun titik terang. Doni hanya pulang ke apartemennya sepulang kerja. Terkadang ia hanya mampir ke minimarket saja untuk membeli beberapa kebutuhannya. Sungguh hidup yang sangat membosankan batin Alice yang mengikuti Doni beberapa hari belakangan. Namun bukan Alice jika ia menyerah begitu saja. Wanita ini cukup keras kepala dan ia terus mengikuti Doni, ia berharap segera menemukan sesuatu. Benar saja hari ini Doni tampak melajukan mobilnya namun tidak ke arah apartemennya., melainkan menuju ke sebuah rumah yang terdapat di pinggiran kota. Rumah yang tampak luas dan damai, rumah yang bisa dikatakan cukup mewah meski tidak sebesar mansion yang di huninya.
Alice memarkirkan mobilnya di seberang jalan, mengamati Doni yang masuk ke dalam halaman rumah itu. Setelah beberapa saat berada di dalam mobil Alice mulai mengamati keadaan sekitar dan memakai topi hitamnya untuk menyembunyikan wajah cantiknya. Saat ia membuka pintu mobil dan hendak turun tiba-tiba saja sebuah pistol sudah menempel tepat pada dahinya. Alice pun terdiam, namun wajahya tetap menunjukkan ketenangan bagaikan air yang dalam terlihat begitu tenang namun menghanyutkan.
Degan gerakan cepat Alice menampik tangan Doni yang mengacungkan pistol pada dahinya dan pistol itu pun terjatuh pada aspal. Alice segera menginjak pistol itu dan meraih pistol yang ia sembunyikan di balik jaket kulitnya dan ia bergantian menodongkan pistol itu pada dahi Doni.
“Satu banding satu tuan.” Ucap Alice tetap dengan wajah datarnya. Dan Doni pun terkekeh mendengarnya.
Brukk… Sebatang balok kayu telah menghantam kepala bagian belakang Alice, sontak gadis itu pun terjatuh dan tidak sadarkan diri. “Satu kosong dariku nona.” Ucap Jacob yang tiba-tiba muncul dari belakang Alice.
Melihat tindakan Jacob Doni sangat terkejut, mulutnya masih menganga dan matanya pun seakan ingin melompat dari tempatnya. “What?” Ucap Jacob dengan santainya sambil melihat ke arah Doni.
“Are you crazy?” Ucap Doni tidak percaya dengan tindakan Jacob yang cukup gila.
“Yeah, sejak kapan aku waras.” Jacob pun terkekeh lalu melemparkan balok yang ia pegang dan langkahnya pun melenggang meninggalkan Alice dan Doni.
Mau tidak mau Doni pun mengangkat tubuh ramping Alice dan membawanya masuk ke rumah Jacob. Dan ia tidurkan pada tempat tidur ruang tamu. Setelah itu Doni segera menghampiri Jacob yang duduk di ruang tengahnya sambil melipat kedua tangannya seakan sudah menunggu kehadiran Doni. Yang sudah pasti akan mengomel bagaikan radio rusak.
“Apa kau tidak ingin memanggilkan dokter Jac?”
“Tidak.” Sahut Jacob singkat dan datar.
“Dia sudah mengikutimu dari beberapa hari yang lalu. Dasar tikus kecil.” Cela Jacob sambil berdecak kesal.
“Bagaimana kalau dia tidak sadarkan diri dan bagaimana jika Jorell mencarinya?” Wajah Doni mulai menampakkan kekhawatiran.
“Bilang saja jika dia sedang tidur denganmu.” Jacob berdiri dari tempat duduknya dan melangkah hendak meninggalkan Doni yang sudah mengomel bak orang kesurupan.
Malam ini sepertinya Jacob tidak akan bisa keluar karena ia mendapatkan dua orang tamu yang tak diundang. Ia merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, dan menatap langit-langit seakan takut untuk memejamkan matanya. Ia takut bayang-bayang Jeslyn muncul di ingatannya. Karena sesungguhnya dalam lubuk hatinya yang terdalam ia masih menyimpan rasa pada mantan istrinya itu. Ya mantan istri yang mungkin kini sudah hidup bahagia dan memiliki banyak anak dengan laki-laki idamannya yang tak lain adalah Asher.
Senyum tipisnya pun tersungging di ujung bibirnya mengingat kejadian-kejadian yang ia alami saat pertama kali bertemu dengan Jeslyn di kapal pesiar. Ia tahu jika gadis itu sengaja mendekatinya saat itu dan ia pun dengan bangsatnya sengaja memasukkan obat perangsang pada minuman Jeslyn. Namun bukannya berakhir di ranjang bersamanya Jeslyn justru berakhir dengan Asher. Sayup-sayup angin yang masuk dari pintu balkon yang terbuka sedikit masuk ke dalam kamarnya dan menimbulkan perasaan yang sejuk membuat mata Jacob terpejam secara perlahan. Entah bagaikan tersihir ia mendapatkan rasa kantuk yang luar biasa.
Kriet…. Suara pintu kamar terbuka, seseorang telah mengendap-endap masuk ke dalam kamar Jacob. Dengan pelan langkah kaki berusaha mendekat tanpa menimbulkan suara kini sosok itu sudah berdiri tegak di hadapan Jacob memandang lekat wajah Jacob. Dan dengan gerakan cepat Jacob yang merasa terancam sontak menarik belati yang ia selipkan di balik bantal yang berada di sebelahnya. Menarik lengan seseorang yang berdiri di hadapannya lalu menindih tubuhnya dan menempelkan belati tepat di lehernya.
Tatapan Jacob pun membulat melihat Alice yang berada di bawah terkamannya. Wajahnya yang tersorot sedikit cahaya remang-remang menampakkan bola mata yang berwarna biru, sangat cantik dengan rambut berwarna kecoklatan. Alice pun menatap lekat pada wajah Jacob, ekspresinya tetap datar dan tangannya pun bergerak perlahan untuk menyentuh pipi Jacob.
“I found you.” Ucap Alice lirih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments