Alice mulai mengerjap-ngerjapkan matanya setelah tiga hari tidak sadarkan diri akibat terlalu banyaknya darah yang keluar dari kepalanya. Jorell sangat terenyuh melihat hal itu, matanya pun berkaca-kaca dan dengan segera ia memeluk putrinya itu. Setelah beberapa menit dokter dan perawat segera masuk ke dalam ruangan untuk memeriksa keadaan Alice. Pintu ruangan pun terbuka dan munculah Doni dari sana.
“Berterima Kasihlah kepadanya, dia lah yang telah menyelamatkanmu Alice.” Jorell mengusap pelan puncak kepala Alice.
Bola mata Alice berputar mengikuti arah pergerakan Doni yang mendekatinya. Alice masih terdiam ia hanya menatap ke arah Doni dan memperhatikannya dari ujung kepala hingga kaki, terus saja begitu hingga membuat Jorell menyentuh pundak Alice.
“Ada apa Alice?” Mendengar ucapan ayahnya Alice segera menghentikan tatapannya terhadap Doni.
“Terimakasih.” Ucap Alice lirih karena tubuhnya masih sangat lemah.
Doni hanya tersenyum dan mengangguk kecil. Dan Jorell menepuk pelan pundak Doni memberikan isyarat lewat matanya untuk meninggalkan Alice sebentar karena ia harus berbicara dengan dokter mengenai kondisi Alice.
Doni hendak membalikkan badannya dan akan duduk pada sofa yang berjarak tidak jauh dari ranjang Alice. “Dimana pria yang menyelamatkanku itu?” Mendengar perkataan Alice sontak langkah Doni terjeda.
Kini mata Doni pun membulat dan ia berusaha menelan kasar ludahnya. “Ah sial Alice menyadari keberadaan Jacob waktu itu.” Gumamnya dalam hati.
Doni segera merubah mimik wajahnya dan membalikkan badannya, lalu melangkah di sebelah ranjang Alice. “Mungkin kepalamu ter-”
“Aku akan mencari tahu sendiri tentang pria itu.” Potong Alice.
Doni pun hanya mematung di tempatnya, dan merekahkan senyumnya yang terlihat canggung di depan Alice.
***
Doni sudah duduk di meja besarnya dan berkutat dengan berkas-berkas yang sangat membuatnya cukup pusing. Tiba-tiba teleponnya berdering dan setelah berbicara sesaat ia menutup kembali panggilan teleponnya. Dan tak lama setelah itu pintu ruangannya pun terbuka. Doni segera bangkit dari tempat duduknya dan menyambut tamu pentingnya hari itu yang tidak lain adalah Jorell Van Rexton. Setelah berjabat tangan Doni mempersilahkan Jorell untuk duduk di sofa yang berada di dalam ruang kerjanya itu.
Jorell pun menjatuhkan tubuhnya pada sofa empuk berwarna hitam itu. “Bisa ceritakan padaku kenapa kau berada di rumahku malam itu? Kini tatapan Jorell berubah menjadi serius. Sorot matanya pun terlihat tegas dan berwibawa.
“Anda menuduhku sebagai pelaku utama?” Doni mengangkat satu kakinya dan menyilang dengan elegan sambil menyatukan kedua tangannya dengan siku yang bersandar pada lengan sofa.
Sebuah senyum menyungging di wajah Jorell, ia menundukkan sedikit kepalanya dan tangannya merogoh pistolnya yang ia selipkan di dalam jas. Melihat gelagat Jorell sontak Doni juga merogoh pistolnya yang ia selipkan di belakang pinggulnya. Kini mereka berdua saling menodongkan pistol dan wajah keduanya pun mulai menegang.
“Tidak ada yang kebetulan anak muda. Pastilah semua sudah direncanakan.” Tatapan mata Jorell seakan bersiap untuk meledakkan kepala Doni.
Doni pun hanya mengulas senyum manisnya pada wajah tampannya itu. Tak lama kemudian seorang pengawal Jorell masuk dengan tergesa-gesa lalu membisikkan sesuatu pada telinga Jorell. Dan mata Jorell pun membulat menatap lurus ke arah Doni.
“Kita sudahi main todong menodongnya tuan?” Doni mengangkat kedua tangannya ke udara sebelum meletakkan pistolnya di atas meja.
Jorell pun mengikutinya, ia juga meletakkan pistolnya di atas meja. “Maafkan aku anak muda, aku hanya khawatir pada putriku.” Jorell melemparkan senyum ramahnya bak tak ada hal apapun yang terjadi sebelumnya.
“Jadi anda sudah tahun dalangnya?” Ucap Doni dengan nada rendah.
Jorell terkekeh. “Jordan dia ingin merebut proyek yang kita garap dan memberiku peringatan lewat Alice.”
“Setelah ia memutuskan untuk mundur pada perebutan proyek itu satu bulan yang lalu, saat itu aku mulai mengawasinya karena hal yang sangat tidak mungkin ia mundur secara cuma-cuma tanpa merencanakan sesuatu. Dan saat itu juga aku di tuntun ke rumahmu lalu menemukan Alice yang tidak berdaya dibuatnya.” Doni kembali mengulas senyumnya.
“Sekali lagi terimakasih sudah menyelamatkan putriku. Jordan menyewa mantan tentara bayaran untuk menghabisi Alice.” Jorell mengeraskan rahangnya mengingat akan perbuatan Jordan.
Setelah beberapa saat berada di sana Jorell memutuskan untuk pulang. Setelah Jorell keluar dari ruangan itu Doni mendongakkan wajahnya dan ia bersandar lesu pada sofa yang ia duduki. Menghela nafas panjangnya dan memejamkan matanya sesaat beberapa detik kemudian ponselnya pun bergetar. Sebuah pesan masuk di sana.
Mari bekerja sama anak muda. Musuh kita sama, maka kita adalah sekutu.
Doni meletakkan ponselnya di atas meja dan kembali memejamkan matanya seperti posisi di awal.
***
Siang itu Jacob sudah berada di depan gerbang sekolah Valerie, ia berdiri dan bersandar pada mobilnya. Menunggu putri kecilnya yang sangat cerewet itu, tak lama kemudian Valerie berjalan keluar dari gerbang bersama dengan seorang temannya.
“Hai daddy.” Valerie berlari kecil dan langsung berlari memeluk Jacob yang seraya mencondongkan tubuhnya lalu di berikan kecupan di pipinya oleh Valerie.
“Hai Sarah.” Sapa Jacob kepada teman putrinya.
“Hai uncle.”
“Menunggu jemputan atau mau sekalian uncle antar pul-”
“Sarah.” Ucapan Jacob pun terjeda saat seorang gadis dengan tubuh langsing dan tinggi tiba-tiba datang menghampirinya.
Melihat Jacob yang berdiri di depan Sarah mata gadis berusia 25 tahun itu langsung melotot seakan ingin melompat keluar, mulutnya sedikit menganga seakan air liurnya siap untuk terjatuh. “Ah ****. Dia sangat mempesona” Gumamnya lirih.
“Amber Zendaya.” Amber langsung menyodorkan tangannya ke arah Jacob yang masih memasang wajah datarnya.
“Jacob.” Jacob pun menjawab dengan singkat dan segera menarik tangannya yang ditahan oleh Amber saat berjabatan.
“Ah iya dia adikku Sarah bukan anakku, aku wanita single berusia 25 tahun yang cukup mapan karena karirku sangat sukses di dunia modeling.” Ucapnya dengan wajah yang menggoda.
Jacob hanya bersedekap sambil menyandarkan tubuhnya pada mobil, ia tidak ingin bersuara karena merasa tidak penting dengan ucapan gadis bodoh di hadapannya itu.
“Apakah Kamu kakak Valerie?” Tanya Amber.
“He is my daddy.” sahut Valerie spontan.
Jacob pun terkekeh dan mata Amber membulat seketika. “What, are you serious?” Amber memiringkan kepalanya seakan tidak percaya.
“Apa aku terlihat cukup muda untuk memiliki anak nona?” Ucap Jacob datar.
“Ah ti-tidak, ah iya.” Amber mulai gugup dan wajahnya pun memerah menahan malu.
Jacob membuka pintu mobilnya dan Valerie pun langsung masuk ke dalamnya. “Bisakah anda minggir nona jika tidak ingin tertabrak.” Ucap jacob lirih di sebelah telinga Amber.
Amber yang masih terpaku melangkah mundur agar Jacob dapat lewat. Valerie pun membuka kaca mobilnya dan melambaikan tangannya kepada Sarah teman baiknya itu. Dalam sekejap mobil itu pun menghilang.
“Daddy jangan mencari ibu yang seperti itu, dia terlihat sangat gatal dengan laki-laki. Aku tidak suka.” Ucap Valerie tiba-tiba sambil melipat tangannya di dada dan mengerucutkan bibirnya.
Jacob pun langsung melirik ke arah kaca spion dan memperhatikan wajah putri kecilnya itu. “Siap my princess.” Jacob pun terkekeh sambil menggeleng-gelengkan kepalanya , ia merasa bahwa Valerie sudah dewasa dan sangat pintar sekali untuk protes mengenai hal apapun.
Dalam perjalanannya ponsel Jacob pun berbunyi ia segera melihat di layar dashboard mobilnya dan terpampang nama Doni. Jacob segera mengenakan air pods pada satu telinganya dan menjawab panggilan Doni.
“Alice tahu jika bukan aku yang menolongnya saat itu.”
Jantung Jacob pun bergemuruh matanya membulat dan rahang mengeras. Inikah akhir dari persembunyiannya. Ia tahu betul siapa Alice, gadis itu tidak dapat dianggap remeh karena ia mewarisi otak liciknya dari Jorell. Ia akan berusaha mencari tahu atau bahkan menguliti hingga ke intinya jika mencari tahu akan sesuatu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments