Bab 4: Tugas Pertama Seorang Istri

“Nona, kamarnya di sini. Silakan masuk!”

Dua orang pelayan yang tadi menemani Scarlett mengganti pakaian berhenti di depan pintu sebuah kamar. Mereka membukanya dan mempersilakan Scarlett masuk ke dalam.

Scarlett merasa tegang melihat Ethan sudah ada di dalam kamar. Lelaki itu tengah duduk di atas ranjang sembari membaca buku. Debaran jantungnya kembali terasa kencang, bahkan memori ciuman mereka saat pengucapan janji pernikahan masih jelas terbayang.

Dengan perasaan cemas dan gugup, ia perlahan melangkah memasuki ruangan. Pintu kembali

ditutup oleh pelayan. Ia semakin panik, mengingat di dalam sana hanya ada mereka berdua. Sejenak ia menghentikan langkah, takut jika Ethan tidak berkenan atas kehadirannya di sana.

“Kenapa berdiri di sana? Kemarilah!” pinta Ethan yang menyadari kehadiran wanita itu.

Scarlett tersenyum canggung. Ia memberanikan diri kembali melangkah mendekat ke arah ranjang. Kepalanya tertunduk saat berada di sisi ranjang.

“Naik! Duduk di sini!” kata Ethan lagi.

Meskipun ekspresi wajah lelaki itu terlihat dingin, namun sepertinya Ethan seorang lelaki yang peduli. Scarlett lantas mengikuti kemauan lelaki itu, naik ke atas ranjang lalu duduk di sebelahnya meski dengan perasaan yang masih gugup dan

malu-malu. Baru kali ini ia benar-benar tidak tahu harus melakukan apa.

“Sepertinya kamu takut padaku?” tebak Ethan. Ia kembali mengambil bukunya lalu melanjutkan

membaca.

“Ah, tidak, aku tidak takut,” tepis Scarlett.

Sebenarnya jika dikatakan takut, perasaannya lebih pada sungkan dan canggung. Mereka baru

bertemu lagi beberapa kali dan tiba-tiba sah sebagai suami istri. Apalagi Ethan bisa dikatakan pernah menjadi gurunya untuk kelas memanah saat SMA.

“Tenang saja, aku tidak akan menggigit. Kalaupun bisa menggigit, bukannya kamu mampu melawan? Aku kan lumpuh,” ujar Ethan.

“Sepertinya aku akan pasrah,” gumam Scarlett dengan suara yang lirih.

“Apa?” Ethan mengalihkan pandangan ke arah Scarlett. Ia memicingkan sebelah alisnya seakan masih ragu dengan apa yang barusan didengar.

Reflek Scarlett menutup mulutnya menyadari sudah kelepasan bicara. Ia hanya asal berkata dengan niatan bercanda.

Ia bahkan tidak khawatir jika lelaki itu menerkamnya. Ia lebih khawatir jika dirinya yang hilang kendali lalu menerkam suaminya sendiri. Bisa menikah dengan seorang lelaki yang merupakan cinta pertamanya merupakan sesuatu yang tidak pernah disangka-sangka. Ia berusaha menahan diri untuk menyembunyikan rasa bahagianya yang membuncah.

“Jadi, kenapa kamu mau menikah denganku? Kamu tahu kan, kalau aku lumpuh?” tanya Ethan.

Scarlett menggigit bibirnya, menatap lelaki di sampingnya dengan tatapan terpesona. Ingin rasanya ia berkata bahwa ia sama sekali tidak menyesal menerima tawaran kakek menjadi cucu menantunya. Meskipun awalnya demi melunasi hutang sang ayah, mengetahui suaminya ternyata adalah lelaki idaman seperti Ethan, mana bisa ia tidak bahagia.

“Aku … tentu saja karena uang. Kakek sudah melunasi hutang ayahku. Juga menjamin pendidikan aku dan adikku sampai perguruan tinggi. Mana mungkin aku menolaknya.”

Pada akhirnya apa yang keluar dari mulut Scarlett berbeda dengan isi hatinya. Ia terlalu malu untuk mengakuinya, takut Ethan akan menganggapnya sebagai wanita aneh.

“Em, apa boleh aku bicara seperti ini? Apa aku harus memanggilmu ‘Pak’ atau ‘Tuan’?” tanya Scarlett. Ia khawatir Ethan tidak nyaman dengan cara bicaranya yang seperti orang sok akrab.

“Tidak usah. Panggil aku dengan namaku saja, itu tidak masalah.” Ethan mengulaskan senyum simpul. Seakan jawaban Scarlett yang didengarnya membuat ia kecewa. “Aku harap kamu tidak akan menyesal sudah menikah dengan orang lumpuh sepertiku,” ucapnya.

“Itu tidak akan terjadi. Kakek selama ini sudah sangat baik padaku. Sudah sewajarnya jika aku mendampingimu sebagai bentuk balas budi,” kata Scarlett. “Kamu pasti sudah tahu kan, kalau sebelumnya aku bahkan pernah bekerja sebagai pelayan di klab malam?” imbuhnya.

“Ah, iya. Kakek pernah mengatakan hal itu.” Ethan menganggukkan kepalanya.

“Hidupku memang sesusah itu sampai semua pekerjaan harus dilakukan. Beruntung aku bertemu dengan orang sebaik kakek.” Scarlett mengatakannya dengan wajah yang dipenuhi binar kebahagiaan.

“Orang memang mampu untuk melakukan apapun demi bertahan hidup,” ujar Ethan.

Ketika mereka tengah asyik berbicara, tiba-tiba terdengar suara ketukan dari arah pintu. Ethan menyuruh orang yang ada di depan pintu untuk masuk ke dalam.

Seorang lelaki berpakaian rapi mengenakan kacamatanya muncul dari balik pintu. Tampaknya ia ragu-ragu saat melihat Ethan tengah bersama Scarlett di atas ranjang. Dia adalah Zigra, asisten pribadi Ethan.

“Ada apa, Zigra? Kenapa berdiri saja di sana?” tegur Ethan. Biasanya Zigra langsung masuk menghampirinya.

“Ah, maaf, Tuan. Saya hanya ingin mengatakan bahwa sudah waktunya Anda mandi. Tapi, sepertinya saya datang di waktu yang tidak tepat,” jawab Zirga dengan perasaan canggung. Ia sampai menundukkan pandangan tak, sungkan melihat wanita yang kini menjadi istri atasannya.

“Tidak. Ini memang waktunya aku mandi. Lakukan seperti biasa,” tepis Ethan.

Zigra bergegas masuk, menghampiri Ethan yang tengah berusaha beringsut turun dari ranjang menjangkau kursi rodanya. Ia membantu atasannya menaiki kursi roda.

“Tunggu! Biar aku yang melakukannya!” cegah Scarlett.

Wanita itu menghentikan Zigra yang hendak membawa Ethan menuju ke kamar mandi. Kedua

lelaki itu tercengang dengan kelakuan Scarlett.

“Aku yang akan memandikan Ethan. Sekarang, aku sudah menjadi istrinya,” kata Scarlett dengan lantang.

“Zigra ….”

“Sepertinya ucapan Nyonya memang benar. Anda sudah menikah sekarang, Tuan, jadi bukan tugas

saya lagi untuk melayani Anda,” kata Zigra sedikit gugup. Ia bahkan memotong ucapan Ethan yang belum tuntas. “Saya permisi dulu!”

Zigra melepaskan tangannya dari pegangan kursi roda Ethan. Ia secara terburu-buru melangkah pergi meninggalkan kamar itu dan kembali menutup pintunya.

Ethan menghela napas seraya menepuk dahinya sendiri.

“Kamar mandinya ada di sana, kan?” tanya Scarlett dengan penuh semangat. Ia seakan

tanpa beban mendorong kursi roda Ethan dengan riang. Ia tidak sabar untuk melakukan tugasnya sebagai seorang istri. Seperti yang dikatakan kakek, dia harus rajin dan perhatian supaya Ethan menyukainya.

Akses menuju ke arah kamar mandi sangat mudah dengan lantai yang dibuat rata dengan

lantai kamar, sepertinya sengaja dibuat kondisi Ethan. Kamar mandi yang terhubung dengan kamar itu memiliki ukuran yang luas, mungkin seluas ukuran kamar. Sudah tersedia area wardrobe dengan pakaian yang tertata rapi di sana.

“Kamu tidak malu melakukan hal ini?” tanya Ethan. Dia hanya bisa keheranan dengan

tingkah wanita yang baru saja menjadi istrinya.

“Kenapa harus malu? Kamu tenang saja, aku sudah cukup berpengalaman merawat orang

sakit. Naikkan tanganmu, aku mau melepaskan pakaianmu,” ucap Scarlett dengan santai.

Ethan menurut. Ia ingin tahu seberapa jauh yang bisa wanita itu lakukan terhadapnya. Apa memang benar wanita itu terlalu polos atau tidak ada rasa risih berhadapan dengan lawan jenis. Apalagi status mereka kini sudah suami istri.

Scarlett masih terlihat tenang melakukan tugasnya. Ia hanya memikirkan jika kebaikannya

akan membuat Ethan bisa menyukainya. Sampai akhirnya baju milik Ethan terlepas, memperlihatkan tubuh sehat nan indah terpampang jelas di hadapannya. Ia sampai

tertegun memandangi pahatan tubuh yang tampak kokoh dengan dada bidang dan bahu

yang lebar. Bahkan tubuh lelaki itu seperti memancarkan cahaya yang mampu menghipnotis mata.

Wajahnya memerah, seketika ia sadar siapa yang ada di hadapannya. Ada rasa malu yang muncul padahal sebelumnya ia sangat percaya diri untuk membantu lelaki itu mandi.

Sementara, Ethan hanya mampu mengalihkan pandangannya ke arah lain. Ia tak mampu melihat Scarlett saking malunya. Ini pertama kalinya ia dibantu mandi oleh seorang wanita. Selama tiga tahun, Zigra yang selalu mengurusinya.

“Kenapa lama sekali? Kalau tidak bisa membantuku mandi, cepat keluar dari sini!” pinta

Ethan. Ia sudah sangat tidak sabar keluar dari sana.

“Ah! Iya, iya … jangan galak-galak, aku kan masih pemula,” kilah Scarlett menyembunyikan rasa gugupnya. Ia berusaha untuk menjernihkan pikirannya yang mulai keluar dari jalur.

Ethan tertawa kecil. “Katanya sudah berpengalaman,” sindirnya.

Tangan Scarlett terlihat gemetar. Ia berusaha meraih celana yang lelaki itu kenakan. Ia sampai mengalihkan pandangan dan menutup mata saking groginya untuk menyentuh lelaki itu.

“Aaa …, “ jerit Scarlett. Ia terkejut saat tangannya tanpa sengaja menyentuh sesuatu di balik celana itu.

“Kenapa?” Ethan ikut-ikutan terkejut mendengar teriakan Scarlett yang memekakan telinga.

Scarlett menjadi kikuk. “I … itu! Ada yang keras,” ucapnya sambal menunjuk ke arah milik lelaki itu.

Ethan tahu apa yang Scarlett maksud. Ia jadi malu sendiri. “Sudah! Sudah! Kamu pergi

saja! Sepertinya memang kamu tidak berpengalaman sama sekali. Panggilkan Zigra

ke sini!” perintahnya. Ia sudah tidak tahan lagi bersama dengan wanita itu.

Scarlett tak mau melakukannya. Jika kali ini ia gagal mengurusi Ethan, maka selanjutnya

ia hanya akan menjadi seorang istri yang tidak berguna. Ia akan merasa terbebani dengan kebaikan kakek jika tidak membalasnya dengan baik.

“Tidak, tidak … aku bisa melakukannya! Aku hanya kaget!” kilah Scarlett.

Ia melanjutkan tugasnya melepaskan celana yang masih Ethan kenakan. Ia sudah berusaha mengalihkan pandangan supaya tidak melihat sesuatu yang terlarang. Namun, rasa penasaran membuatnya membuka mata. Sesuatu yang terlihat sehat dan bersemangat berdiri tegak di antara kedua kaki Ethan. Scarlett sampai tidak

bisa berkata-kata. Ini pertama kalinya ia melihat itu secara langsung. Pikirannya langsung kosong. Ia kira benda itu akan ikut lumpuh seperti

pemiliknya.

“Apa kamu mau membantuku mandi karena ingin melihat sesuatu dengan cabul?” sindir Ethan.

Menyadari miliknya sedang menjadi pusat perhatian, ia menutupinya dengan kedua tangan. Meskipun malu, ia berusaha untuk bersikap tenang. Jika saja ia dalam kondisi sehat, wanita itu sudah ia tendang keluar dari sana.

Scarlett mengerjap-ngerjapkan mata. Ia memukuli kepalanya sendiri supaya kembali bisa

berpikir jernih. “Maafkan aku! Aku tidak sengaja melihatnya!” tepisnya.

Ingin rasanya Edgar tertawa. Wanita itu benar-benar menjengkelkan. “Sudah! Cepat

bantu aku mandi!” pintanya dengan nada tegas.

Scarlett merutuki dirinya sendiri. Ia ingin terlihat baik di depan Ethan, tapi kesan pertama sudah menunjukkan jika dirinya seperti orang yang mesum. Ia lantas membantu Ethan mandi sembari berusaha menjernihkan pikirannya yang sudah terkontaminasi dengan bagian tubuh Ethan yang terlihat sehat itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!