Pak Handoko, sang kepala sekolah, dan ibu Karunia, wali kelas 2A, cukup syok mendengar cerita yang dipaparkan Fhilip dan surat kabar yang ditunjukan remaja laki-laki itu.
Walau disana hanya ditulis inisal huruf nama depannya saja, tapi mereka tahu bahwa berita yang dimuat pada salah satu laman adalah tentang Shera dan keluarganya.
Kedua guru SMP Negeri 2 Mulawarman itu begitu prihatin atas nasib malang yang telah menimpa anak murid mereka yang selama ini telah mengukir prestasi dan mengharumkan nama sekolah.
"Dari apa yang telah saya sampaikan ini, saya minta Shera masih diberikan waktu untuk memulihkan mentalnya, saya sudah berusaha membujuknya dengan cara saya." mohon Fhilip pada kedua guru dihadapannya itu, merekalah yang sebelumnya meminta tolong padanya untuk mencari tahu kenapa Shera sampai tidak masuk tanpa keterangan, padahal selama menjadi murid di sekolah itu, Shera tidak pernah berlaku demikian.
"Baiklah, kita lihat saja perkembangannya kedepan. Bila sampai satu bulan ini Shera masih tidak masuk, dengan terpaksa--, pihak sekolah akan mengeluarkannya. Jangan sampai murid yang lain merasa ada yang di-anak emas-kan," putus sang kepala sekolah.
Pria itu memang merasa prihatin dan juga iba pada nasib Shera, tapi dirinya juga berusaha bersikap bijak dengan peraturan sekolah yang dipimpinnya, tidak ingin terlalu lunak, khawatir itu akan menjadi parameter para murid yang lainnya.
Kring! Kring! Kring!
"Kebetulan bel tanda masuk sudah berbunyi, jadi saya pamit undur diri. Terima kasih atas kesempatan yang diberi pada Shera." Fhilip berdiri, sedikit membungkuk sebagai tanda hormatnya pada kedua gurunya itu, lalu beranjak dari sana.
"S-Shera?" Fhilip kaget, melihat Shera menyusuri lorong sekolah menuju gedung kelas 2, tidak menyangka temannya itu akan turun secepat ini.
Dengan langkah terburu-burunya Fhilip gegas berlari menyusul.
"Sudah merasa jadi ratu sekolah ya, seenaknya saja membolos."
Shera tidak menjawab, dia terus melangkah seolah ucapan Maura yang berjalan menjejeri langkahnya tidak ditujukan untuknya. Maura memang tidak pernah bersikap baik padanya dari awal mereka sama-sama menjadi siswa baru dulu. Dan sialnya lagi, mereka berdua selalu saja satu kelas hingga dikelas 2A ini.
Itulah salah satu alasan mengapa Shera tidak berusaha menjalin pertemanan. Para siswa yang memiliki orang tua yang berkantong tebal disekolah itu, selalu menganggap rendah dirinya, karena hanya dia siswi yang menggunakan sepeda butut.
"Katanya pintar, berprestasi, cantik. Tapi sayang, BUDEK!" Maura yang kesal karena ucapannya tidak digubris sengaja memajukan salah satu kakinya, berharap Shera tersandung.
"Hufh!" refleks, kedua tangan Shera seketika bergelayut dirambut dan lengan Maura agar dirinya tidak terjatuh sia-sia dilantai berdebu, membuat Maura memekik kesakitan.
Tidak cukup sampai disitu, Shera mendaratkan lututnya keperut Maura hingga beberapa kali dengan gemesnya, membuat wajah teman sekelasnya yang semula songong kini menegang dan memerah menahan rasa sakit yang tak terkira.
"Maura!" Roni gegas menangkap tubuh Maura yang lunglai, hampir jatuh kelantai sambil memegangi perutnya yang sakit. "Kau apakan sepupuku?" remaja jangkung itu menatap marah pada Shera.
"Hanya memberi pelajaran. Karena mulut dan tindakannya sudah tidak bisa aku tolelir lagi," sahut Shera datar, sembari merapikan seragamnya yang sedikit kusut.
"Ron, perutku sakit," adu Maura dengan rautnya yang masih meringis, sakit diperutnyapun kian terasa hingga wajahnya pucat pasi.
"Shera! Kau harus bertanggung jawab!" Roni yang panik melihat kondisi sepupunya kembali memarahi Shera.
"Maaf, itu bukan salahku. Sepupumu saja yang selalu mencari gara-gara denganku. Aku hanya membela diri." kilah Shera.
"Dasar gadis pinggiran!" Roni mengayunkan tangannya hendak memberi tamparan, sementara tangannya yang lain masih merangkul Maura sepupunya.
Tap!
Roni menoleh, saat tangan seseorang tiba-tiba menangkap tangannya yang hendak memukul wajah Shera.
"Jangan pernah tangan jelekmu ini menyentuh Shera, aku tidak akan segan-segan mematahkannya. Mengerti?" Fhilip mengunci tangan Roni kebelakang punggungnya.
Krak!
"Awhh! M-mengerti!" ringis Roni dengan mata berair.
"Bagus. Aku tidak pernah main-main dengan ucapanku," Fhilip melepaskan tangan Roni yang ia kunci lalu menghampiri Shera.
"Ayo, kita masuk ke kelas." Shera tidak menolak, saat tangan Fhilip meraih tangannya dan mengajaknya berlari menuju kelas mereka.
"Sialan! Dia benar-benar serius mau mematahkan tanganku," ringis Roni memandangi tangannya yang terkilir.
"Lalu bagaimana dengan nasibku Ron," sungut Maura yang terbelorot dilantai lorong sekolah, karena Roni sudah tidak merangkulnya lagi.
"Urus dirimu sendiri. Lihat tanganku sampai jadi begini gara-gara kamu," Roni menunjukan tangannya yang sulit digerakan saking sakitnya.
"Apa liat-liat! Mau aku patahkan jari-jari kalian!" Sentak Roni kesal pada beberapa murid yang kebetulan lewat dan melihat kearahnya dan Maura yang masih terduduk dilantai.
"Dasar si jangkung sinting!" geram para murid itu sambil menggambarkan huruf X didahi mereka masing-masing sembari berlalu pergi.
"Akhh sial!" pekik Roni yang semakin kesal dikatai demikian.
...🍓🍓🍓...
"Aku senang kau ke sekolah hari ini," Ujung bibir Fhilip sedikit tertarik, menampilkan senyum tipis yang nyaris tidak terlihat diwajah datarnya.
"Aku tidak mau masuk dalam daftar sampah masyarakat di negeri ini," sahut Shera tidak kalah datarnya, ia menyimpan tasnya dibawah meja setelah mengeluarkan buku tulis, LKS, paket, dan kotak alat tulisnya diatas meja.
"Terima kasih, nasihatku kemarin bisa kamu terima," Fhilip masih dalam mode senyumnya yang nyaris tak terlihat itu, ada rasa senang tergambar disana.
"Nggak perlu ge-er. Itu bukan karena kamu, tapi niat dari diriku sendiri." hempas Shera tanpa ampun.
Mendengarnya, si datar Fhilip tidak berniat mengomentarinya sama sekali, hampir tiga bulan menjadi anak baru di sekolah ini membuatnya sedikit banyak mengenal karakter Shera dan teman-temannya yang lain.
"Terima kasih--, karena sudah menolongku tadi. Kalau tidak ada kamu, Roni pasti sudah memukulku," ucap Shera, setelah sekian lama keduanya saling diam.
"Tidak masalah. Jangan ge-er! Aku ngelakuinnya karena rasa kemanusiaan."
Shera kaget. Tidak biasanya Fhilip berbicara kencang padanya. Ia menoleh kearah teman-temannya yang ternyata sedang menatap kearah mereka karena suara Fhilip yang menggema didalam kelas.
Shera kembali beralih pada Fhilip, mendekatkan wajahnya ke wajah temannya itu dengan suara setengah berbisik, "kamu marah?" Fhilip tidak menjawabnya, ia hanya memasang wajah datarnya.
"Emang bule tau ge-er itu apa?" sambung Shera dengan mode penasarannya, tidak peduli melihat raut bad mood temannya itu.
Fhilip melirik malas kewajah Shera, terlihat sekali kalau dirinya sedang kesal. "Aku memang lahir di Jerman, tapi dibesarkan di Indonesia sejak berusia 4 tahun, hampir seluruh pulau di Indonesia sudah aku kunjungi dan tinggal disana bersama kedua orang tuaku. Jadi sedikit banyaknya aku mengerti." ucapnya kembali datar dan pelan.
"Wao hebat. Aku saja warga Indonesia belum sepenuhnya mengunjungi pulau-pulau di negeriku ini," kagum Shera.
Sejak kecil, ia memang memimpikan travelling keliling Indonesia. Selama ini ia hanya membaca buku dan melihat melalui layar televisi akan keindahan alam, dan keberagaman suku-suku dinegerinya ini.
Fhilip menatap Shera, walau kadang ia suka kesal akan sikap.Shera padanya, tapi didalam lubuk hatinya ia begitu merasa iba, apalagi mengingat kemalangan gadis remaja yang menjadi teman satu mejanya itu.
Bersambung...👉
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Syhr Syhr
Semoga Fhilp bisa menjadi teman baik Shera. Dan Shera, semoga kamu semangat, jangan patah semangat karena masa lalu/Sob/
2023-12-31
1
Teteh Lia
10 nonton iklan buat Kaka author.
2023-11-28
1
Noviyanti
semangat shera, jangan menyerah. iklan mendarat
2023-11-12
1