TERNODA
Shera mematut dirinya didepan cermin lebar, bayangannya nampak anggun dari pantulan cermin dihadapannya.
Gaun pengantin putih tulang menjuntai panjang hingga 4 meter dilantai kamar hotelnya, rambut tersanggul rapi, dan mahkota bertatahkan berlian bertengger dikepalanya bak putri dalam kisah-kisah negeri dongeng yang hidupnya berakhir bahagia karena bertemu sang pangeran pujaan hati.
"Fhilip, andai saja kau ada disini, pernikahan ini tentu tidak akan terjadi."
Bening air mata bergulir jatuh membasahi belahan pipi Shera yang sudah dipoles make-up dengan sempurna, siap melangsungkan prosesi pernikahan sakral di akhir pekan itu.
Wanita cantik berprofesi sebagai dokter spesialis ortopedi itu mengusap perutnya yang mulai membuncit dari balik gaun pengantinnya.
...🍡🍡🍡🍡🍡...
Tap! Tap! Tap!
Semua mata tertuju pada pintu kelas yang terbuka lebar. Ibu Karunia muncul didepan pintu bersama seorang remaja laki-laki blasteran Indo.
"Selamat pagi anak-anak!" sapa ibu Karunia melemparkan senyumnya yang terkesan dipaksakan. Guru matematika itu memang terkenal dingin, judes, dan disiplin tentunya.
"Selamat pagi Bu!" serempak murid kelas 2 SMP menyahut hormat, dan sebagian besar siswi dikelas itu nampak terkagum dengan remaja laki-laki yang berdiri disamping sang guru.
Pembawaannya tenang, berkulit khas eropa dengan hidung mancung dan bermata biru, telah menghipnotis sebagian besar penghuni kelas. Celana biru selutut, mode pelajar SMP era tahun 90-an di zaman orde baru itu, menambah kesan kejangkungan tubuh remaja yang layak menjadi idola di sekolah barunya ini.
"Anak-anak, hari ini kita kedatangan murid baru, namanya Fhilip Jhonson. Untuk berkenalan lebih lanjut kalian boleh melakukannya saat jam istirahat pelajaran pertama nanti. Mengerti?"
"MENGERTI BU!!!" Sahut seisi kelas serempak.
"Nah Fhilip, kau boleh memilih dua kursi yang kosong itu," tunjuk ibu Karunia pada kursi kosong paling depan deretan tengah dan kursi kosong paling belakang bagian sudut.
"Saya pilih kursi kosong bagian belakang sudut saja Bu," sahut Fhilip melirik kekursi yang ia maksud lalu menoleh pada ibu Karunia untuk mendapat persetujuan. Walau berwajah bule, tapi remaja laki-laki itu cukup fasih berbahasa Indonesia walau warna suaranya masih kebule-bulean.
"Tidak boleh!"
Seisi kelas menoleh ke sumber suara, begitu pula dengan Fhilip dan ibu Karunia yang nampak kaget mendengar suara lantang dari Shera, siswi yang duduk paling pojok, dimana Fhilip berniat duduk dikursi kosong disebelahnya.
"Dia memang sombong, dan sok cantik!" cibir beberapa siswi perempuan yang memang anti pati padanya.
"Diam! Dan tenang!" tegur ibu Karunia, guru wanita itu memukul papan tulis dengan penggaris kayu ditangannya beberapa kali, supaya kelas yang sedikit riuh itu kembali tenang.
"Kenapa Shera? Bukankah selama ini kau duduk sendiri disana? Dan kursi disebelahmu itu memang tidak ada pemiliknya bukan?" ibu Karunia menatap tajam pada siswinya itu.
"Saya tidak suka duduk bersebelahan dengan siswa yang bodoh." sahut Shera gamblang, menatap tak suka pada siswa baru yang masih berdiri tenang dengan wajah datarnya didepan kelas.
"Baiklah Shera. Ibu mempersilahkanmu memberi soal matematika untuk dijawab oleh Fhilip. Bila dia bisa menjawab, maka kau yang harus pindah duduk dikursi kosong depan ini, dan Fhilip yang duduk dikursimu. Bagaimana? Ayo maju!" titah ibu Karunia dengan raut dinginnya memberi tantangan pada siswi kebanggaan sekolah mereka.
Shera memang dikenal sebagai siswi tersombong dan terangkuh di SMP negeri 2 Mulawarman, salah satu sekolah pavorit di kota Mulawarman. Remaja putri berusia 14 tahun ini adalah lulusan terbaik saat test penerimaan siswa baru, dan karena prestasi-prestasinya mengharumkan nama sekolah selama hampir dua tahun bersekolah disana, ia mendapat beasiswa pelajar berperstasi dari sekolah.
Tanpa ragu Shera berdiri, mengayunkan langkahnya kedepan kelas menuju papan tulis.
Seisi kelas memandang Shera dengan cara pandangnya masing-masing. Remaja berkulit kuning langsat dan berparas sangat elok itu menulis soal yang terlintas dalam kepalanya, memang tidak diragukan lagi kemampuannya dalam pelajaran matematika memang bisa diandalkan.
"Kau boleh duduk kembali."
Shera berbalik, kembali ke kursinya. Tak sedikitpun matanya melirik pada Fhilip yang berdiri disebelahnya. Ia tak yakin bila remaja laki-laki blasteran Indo itu mampu menjawab soal yang telah ia tulis dipapan tulis.
"Kau boleh mulai menjawabnya sekarang Fhilip." ibu Karunia menatap Fhilip sambil memperbaiki kacamatanya yang sedikit melorot.
Fhilip menatap sejenak soal yang ditulis oleh Shera, matriks operasi penjumlahan.
Siswa baru itu maju beberapa langkah di iring tatapan berdebar seisi kelas kecuali Shera. Fhilip meraih spidol dan mulai menuliskan penjabaran jawabannya dibawah soal yang dituliskan oleh Shera untuknya.
-1 + 4y \= 3 ⇔ y \= 1
y \= 1 → 3 + x \= 12 + 6y
3 + x \= 12 + 6(1)
x \= 15
Maka, nilai x yang memenuhi persamaan diatas adalah 15.
"Bagus! Jawabanmu benar Fhilip. Kau boleh duduk sesuai permintaanmu tadi." Karunia tersenyum, ia berharap siswa barunya ini juga bisa mengharumkan nama sekolah seperti halnya Shera.
"Bagaimana? Aku cukup layak duduk disini bukan?" bisik Fhilip pelan ditelinga Shera, ia setengah berjongkok, sebelum akhirnya duduk sempurna disebalah Shera.
"Heum, itu baru permulaan. Bila kau tidak mampu mengalahkanku hari ini, atau setidaknya setara, kau harus angkat kaki dari sebelahku. Aku paling tidak suka pada siswa yang hanya jadi benalu disebelahku." datar Shera tidak kalah pelannya, supaya tidak didengar oleh siswa-siswi lainnya apalagi guru yang tengah mengajar didepan.
Menanggapi ucapan sombong dan terkesan meremehkannya, Fhilip hanya tersenyum tipis mendengarnya. Ia melirik sekilas pada Shera, gadis itu bahkan tidak mau melihatnya sama sekali, bahkan memberi jarak seakan dirinya serupa kuman yang harus dihindari.
...🍓🍓🍓...
"Ikuti gadis berseragam SMP yang naik sepeda butut itu pak Jonggon."
"Baik Tuan muda." pak Jonggon mengurangi kecepatan mobil yang ia kemudikan, mulai membuntuti Shera dari belakang dengan pelan sepulang sekolah.
"Apa kita masih perlu mengikuti gadis itu Tuan muda?" pak Jonggon menepikan mobil dipinggir persimpangan, saat melihat Shera yang mereka buntuti mengayuh sepedanya keluar dari area jalan kota, menuju jalur pedesaan.
"Ikuti saja. Aku ingin tahu rumah gadis sombong itu ada dimana?" ucap Fhilip datar, memperhatikan Shera yang berada jauh didepan mereka, mengayuh sepedanya dengan sekuat tenaga dijalan yang sudah tidak beraspal, hanya ditaburi kerikil disepanjang badan jalan.
Tidak jarang ban sepeda Shera terpeleset dibebatuan kerikil yang berhamburan, tapi gadis itu dengan sigap menjaga keseimbangan hingga tidak terjatuh.
Kiri kanan jalan, nampak padat rumah penduduk yang berbahan dasar kayu terpoles debu jalanan, sehingga tidak jarang para warga yang rumahnya dipinggir jalan menyirami jalan didepan rumahnya untuk mengurangi debu yang berterbangan disaat panas terik.
Setelah hampir 30 menit berlalu, pak Jonggon menghentikan mobil yang dikemudikannya, ketika Shera menyebrang jalan dan memasuki satu rumah kayu yang sederhana berpagar kayu pula.
Menolak untuk percaya, tapi itulah kenyataannya. Rumah kediaman dan lingkungan Shera lebih dari sekedar sederhana, membuat Fhilip tersenyum kecut melihatnya, sungguh sangat berbanding terbalik dengan sipat sombong dan angkuh gadis itu disekolah.
Bersambung...👉
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Tenth_Soldier
Hmmm gaya penulisan dan penyampaian mirip Pramita Rosiani... menarik tak kasih mawar ya
2024-11-11
3
〈⎳Mama Mia
novel sebagus ini tp kenapa Like nya cm dikit ya
2024-05-23
2
〈⎳Mama Mia
aku mumet
2024-05-23
2