2|Bullying

Aku menatap pantulan diri ku di cermin. Pagi ini aku sudah siap dengan seragam press body yang semakin menampakkan indah lekuk tubuhku, rambut cokelat yang selalu aku urai dan make-up natural yang kupoles di wajah cantikku. Siapa sih yang tidak akan terpikat dengan pesona cantik seorang Aurelia Grizelle.

Aku menuruni anak tangga menuju lantai satu dan langsung disambut oleh dua pelayanku yang bekerja mulai dari jam enam pagi hingga jam enam sore. Aku lebih suka tinggal di rumah besar ini sendiri karena itulah aku meminta mereka untuk datang dan pergi saja daripada meminta mereka tinggal bersamaku.

“Sarapan sudah siap, Nona.” Aku mengangguk dan langsung menuju meja makan. Sudah tersedia segelas susu dan roti bakar selai cokelat favoritku. Sebelum Trayon datang sebaiknya aku sarapan terlebih dahulu.

Aku langsung memotong roti bakarku, menusuknya dengan garpu dan memasukkannya ke mulutku. Paduan selai cokelat yang manis pahit ini menyatu dengan krispi roti yang dipanggang dengan baluran mentega, rasanya membuatku ketagihan untuk terus mengunyahnya.

“Ini benar-benar enak,” ucapku tanpa sadar.

Hingga beberapa saat kemudian aku mendengar suara klakson mobil Trayon yang sudah terparkir menungguku di depan rumah. Aku sudah kelar makan dan dengan segera meneguk segelas susu tadi hingga tandas. Aku pun bergegas keluar menghampiri Trayon lalu masuk ke mobil.

“Morning, my beautiful lady,” sapa Trayon seraya memasang sabuk pengaman untukku.

“Morning too,” ucapku yang langsung disambar satu kecupan hangat tepat di bibirku. Blush… kedua pipiku panas rasanya, aku tersenyum salah tingkah karena kecupan itu.

“Sudah siap, sayang? Atau apa mungkin masih ada barang yang tertinggal?” tanya Trayon memastikan ku sebelum melajukan mobilnya.

“Tidak ada, ayo kita berangkat,” jawabku penuh semangat kemudian Trayon langsung melajukan mobilnya menuju sekolahku.

Sepanjang perjalanan kami tak banyak bicara karena aku fokus menatap jalanan dari luar kaca mobil, suasana pagi yang damai dengan udara sejuk yang masih asri ini menghipnotisku menjadi enggan berbincang. Aku memilih diam menikmati indah semesta ini sampai akhirnya Trayon menghentikan mobilnya tepat di depan sekolahku.

“Kita sampai, sayang,” ucap Trayon.

“Terima kasih ya Trayon sayang!” aku tersenyum lebar menatap wajah tampan Trayon yang kini tengah menatapku juga.

“Have a nice day my beautiful lady, Aurelia,” ucap Trayon mengecup singkat bibir pink-ku saat mobilnya terhenti di depan gerbang sekolahku. Aku menunduk mencoba menyembunyikan rona di pipiku karena kecupan Trayon yang tiba-tiba dan bisikan manis darinya.

“Kamu gak turun?” tanya Trayon padaku yang masih enggan melepas sabuk pengaman sedari tadi.

“Ah iya.”

Aku melepas sabuk pengamanku lalu berpamitan pada Trayon dan segera memasuki gerbang sekolah yang sebentar lagi akan ditutup karena bel sekolah akan berbunyi kurang lebih lima menit lagi. Aku berjalan menyusuri koridor sekolah, seperti biasa semua mata tertuju padaku. Ya, dimanapun aku berada, aku sadar, aku ini menjadi sorotan atau lebih tepatnya wajah cantik dan tubuh seksiku ini menjadi tontonan favorit semua orang.

Aku memasuki ruang kelas 12 IPA Unggulan. Selain cantik, punya bakat modelling bahkan seorang DJ serta anak yang super duper mandiri dengan kekayaan yang berlimpah pula, aku juga merupakan murid yang pintar, loh. Jangan iri dengan kehidupanku, cukup baca dan ikuti alurnya, mengerti?

“Wow! Aurelia Grizelle! Kamu tidak datang terlambat hari ini, mimpi apa semalam? Hahahaha…” goda Daisy menyambut kedatanganku di kelas.

Aku memutar bola mata mendengar itu, apa ini sebuah kebanggaan baginya karena aku tidak datang terlambat seperti biasa?

“Trayon mengantarku hari ini,” sahutku seraya menaruh tas di meja lalu duduk di kursiku.

“Benarkah? Tumben sekali dia mau mengantarmu,” ucap Ella kali ini sungguh membuatku kesal.

Trayon itu bukannya tidak mau mengantarku, selama ini dia sibuk jadi tidak bisa mengantar jemputku dan kami hanya bisa bertemu paling tidak tiga kali seminggu. Ah, benar-benar menyedihkan.

“Trayon hanya sibuk dan tidak sempat, bukannya tidak mau!” sinisku pada Ella.

Ella tertawa lalu mencubit pipiku, gemash. “Jangan galak seperti ini tuan putri, aku hanya bercanda.”

“Kalau begitu Ella, jam istirahat nanti kamu harus traktir kita! Hahaha..” ucapku memberi hukuman pada Ella.

Ella mendengus sebal, tapi ia mengiyakan ucapanku sedangkan Daisy sudah mengangguk mantap.

Dua jam pelajaran berlalu, belajar matematika itu menguras banyak tenaga dan pikiranku. Sebenarnya pelajaran matematika itu menyenangkan karena kita seperti mendapat kasus dan harus tahu bagaimana cara menyelesaikan masalah dari kasus soal tersebut hingga menemukan semua hasil atau jawaban pasti, sangat menyenangkan iya kan? Saking menyenangkannya belajar matematika sukses membuat cacing-cacing di perutku meronta minta makan, aku benar-benar lapar saat ini.

“Ayo cepat ke kantin! Aku udah laper banget,” ucapku memelas. Daisy dan Ella langsung mengangguk sebagai jawaban.

Kami berjalan ke kantin. Lagi dan lagi, aku menjadi pusat perhatian dan ada hal yang perlu kalian tahu. Daisy dan Ella adalah teman-temanku yang tak kalah cantik denganku, tapi catat ya, masih tetap aku yang lebih dan paling cantik tentunya.

“Apa dia anak baru?” tanyaku pada Daisy dan Ella saat melihat tempat favoritku di kanti diduduki oleh seorang wanita gendut dengan rambut yang dikunci kuda serta hiasan kaca mata bulat besar yang dia gunakan, benar-benar gambaran gadis kutu buku yang cupu.

“Sepertinya begitu, lihat saja dia bahkan tidak tahu siapa pemilik tempat itu,” sahut Ella.

Selama ini tidak ada yang berani duduk di meja kantin favoritku, kalau ada yang berani duduk di sana tanpa seijin dariku. Habislah.

“Haruskah kita berkenalan dengannya?” tawar Daisy dengan senyum liciknya.

Aku berpikir sejenak, sudah lama aku tidak bermain dengan orang lain selain Daisy dan Ella. Kalau begitu aku akan bermain dengan anak baru itu, sepertinya akan menyenangkan.

Aku berjalan ke arah tempat favoritku itu, gadis yang duduk di sana sudah menatap gemetar ke arahku. Tunggu, bukannya aku ini cantik, tapi kenapa gadis gendut itu tampak ketakutan melihatku?

“Hai, gym ball lady!” sapaku lantang. Sepertinya nama gym ball lady cocok dengan bentuk tubuhnya yang bulat menyerupai bola gym  di tempatku biasa nge-gym.

“Gym ball lady.” Daisy mengulangi nama yang aku sebutkan tadi, Ella sudah tertawa terbahak-bahak mendengar nama itu begitu pun murid-murid lain yang ada di sekitar yang dapat mendengar ucapanku karena memang aku menyapanya dengan suara lantang.

“Kenapa kamu duduk di sini?” tanyaku pada gadis itu, aku melihat name-tag di seragamnya yang bertuliskan Sarah Zee.

Sarah menunduk, dia tidak berani menatapku lagi. Bisa kulihat tubuhnya gemetar dan dia mulai keringat dingin. Sepertinya aku benar-benar wanita cantik yang menakutkan.

“Jawab aku, gym ball lady!” seruku lalu dengan sengaja aku menyenggol gelas berisi orange juice yang ada di meja itu hingga tumpah dan mengenai rok Sarah. Sontak itu membuatnya berdiri kaget.

“Yah! Basah,” ledek Ella dengan suara lirih yang dibuat-buat.

Sarah menatap roknya yang kini basah lalu berkata, “Maafkan aku karena telah duduk di sini.”

“Apa? Aku tidak dengar!” seruku sambil mendekatkan telinga berpura-pura tidak mendengar ucapan gadis gendut itu.

“Katakan lebih keras, bodoh!” Aku menggebrak meja, membuat Sarah hampir meloncat kaget.

Daisy dan Ella tertawa puas melihat reaksi gadis gendut itu mirip dengan tikus got yang takut dimangsa kucing. Sudah lama aku tidak bermain dengan murid lain di sekolah ini, teman sepermainanku hanya Daisy dan Ella karena mereka cukup cantik dan juga populer di sekolah ini dan kebetulan kami satu kelas dalam kelas unggulan.

“Maa..aff…” ucap Sarah terbata.

Aku menarik paksa dagu Sarah agar bisa menatap matanya yang kini memerah dan siap menumpahkan air. Detik kemudian dia menangis, sepertinya sangat ketakutan sekarang. Aku tersenyum, bangga melihat air mata gadis gendut yang tumpah karena takut padaku.

“Minta maaflah dengan suara keras, tegas dan lantang! Aku sama sekali tidak bisa mendengar permintaan maafmu, bodoh!” ucapku pada Sarah yang langsung mengangguk paham.

“Cepet minta maaf! Malah ngangguk-ngangguk doang!” sinis Ella sambil memainkan rambut kuncir kuda gadis cupu ini.

“Iya buruan cepet, lama banget sih!” tambah Daisy.

“Maa…aff…” ucap Sarah masih terbata, sepertinya dia sangat takut saat ini.

“Kamu tuli ya! Aku bilang minta maaf dengan suara keras, tegas dan lantang!” teriakku akhirnya sudah muak dengan gadis cupu ini.

Sarah langsung menunduk mendengar teriakkan ku, detik kemudian bulir air menetes membasahi pipi besarnya. Dia menangis.

“Nangis lagi! Nangis lagi!” sindir Ella sembari tertawa melihat tangis gadis cupu ini.

“Coba cek siapa tahu dia ngompol juga, hahahaha….” ledek Daisy.

Astaga aku benar-benar tertawa bahagia sekali melihat Sarah si gadis cupu ini diolok-olok dengan ledekan yang super lucu dari teman-temanku.

“Apa perlu kita telnjangi saja dia di sini?” tanyaku menatap Ella dan Daisy bergantian.

Sarah langsung menggeleng, dia mencangkupkan kedua tangan seolah memohon padaku. “Ku…mohon…janggan….,” pintanya padaku.

Ella dan Daisy tertawa puas. Seru banget bisa ngebully si Sarah ini, tapi rasa laparku kembali datang. Aku harus segera makan.

Aku menarik rambut Sarah agar dia mendekatkan kupingnya padaku. “Aku peringatkan padamu, mulai besok dan seterusnya tidak ada yang boleh duduk di tempatku!” ucapku  memberi peringatan pada Sarah yang kini sudah mengangguk paham masih sambil menangis.

“Haruskah kita bermain lebih lama dengannya,” saran Ella membuat jiwa jahatku meronta.

Aku lapar, tapi baiklah mari kita bermain sebentar dan aku berpikir sepertinya tidak masalah jika aku bermain sebentar dengan gadis cupu ini. Aku menatap Sarah sejenak, mencoba memikirkan permainan apa yang kiranya akan mengasyikan untuk dia. Sarah ini gadis cupu yang sama sekali belum terkontaminasi oleh make-up.

Aku menjentikkan jari setelah menemukan ide permainan yang tepat untuk si cupu ini. “Ayo kita makeover si cupu ini.”

Daisy dan Ella saling menatap detik kemudian mereka tersenyum seolah paham dengan ideku ini, sedangkan Sarah sudah menunduk pasrah. Kami pun menarik Sarah menuju kamar mandi untuk segera mendandani wajah cupunya.

Aku dan Ella sibuk menata rambut dan seragam si cupu ini sedangkan Daisy masih pergi ke kelas untuk mengambil pouch make up nya. Rambut si Sarah ini aku kuncir satu dengan banyak karet hingga jadi satu kunciran yang tinggi. Seragamnya aku keluarkan dan ku ikat di bagian bawahnya sehingga terlihat crop dan untuk roknya aku robek di bagian samping terlihat seperti rok span yang memperlihatkan paha besar miliknya.

“Time to make up!” ucap Daisy yang datang membawa make up.

Kami langsung mendandani Sarah dengan penuh semangat dan gelak tawa, sungguh bahagia rasanya. Aku memoles foundation sembarang, Ella mengurus make up di bagian mata dan alis sedangkan Daisy sibuk memilih lipstik dan blush on. Sampai beberapa saat kemudian kami selesai mendandani si gadis cupu ini dan langsung kami giring ke lapangan sekolah.

“Lihat sekolah kita punya badut, hahahaha…” tawa seorang siswa laki-laki yang berdiri di kerumunan paling depan.

“Bukankah dia si anak baru yang cupu itu?”

“Astaga wanita gendut itu terlihat lebih cantik sekarang!”

“Lihat pakaiannya sangat mode dan seksi, hahaha….”

“Dia terlihat seperti Barbie yang gagal oplas!”

Celetuk-celetuk para siswa yang berkumpul di lapangan untuk menonton seorang Sarah Zee dengan make-up super menor hasil polesan tanganku, Daisy dan Ella. Kami benar-benar penata rias yang buruk, hahaha, tapi kami sangat puas dengan antusias semua siswa yang rela berkumpul panas-panasan di lapangan hanya untuk menonton gadis cupu itu dan mengambil fotonya dari dekat.

Bisa aku lihat betapa sedih dan malunya Sarah saat ini, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa. Ingat ya ini bukan salahku, toh semua ini aku lakukan karena gadis gendut itu telah berani duduk di tempat favoritku. Jadi, nikmati saja tontonan ini.

“Bukankah kamu terlalu kejam,” ucap seseorang yang kini berdiri di depanku.

Aku memutar bola mata malas saat tahu si ketua osisi super menyebalkan ini yang berdiri di depanku. Harusnya aku senang karena dia adalah laki-laki paling populer di sekolah ini bahkan boleh diakui ketampanannya mengalahkan kekasih manisku, Trayon Scott. Namun, tetap saja ketampanan ketua osis super menyebalkan ini tidak ada artinya karena aku sangat benci sifatnya yang selalu turut campur dengan apa pun yang terjadi di sekolah ini termasuk kekacauan yang sedang aku buat saat ini, tapi wajar saja kan dia ketua osis.

“Edgar Immanuel Caesar! Bisakah kamu tidak ikut campur dengan masalahku!” ucapku dengan penuh penekanan intonasi pada nama laki-laki menyebalkan ini.

Edgar menatapku dingin, seperti biasanya tatapan laki-laki ini tidak pernah berubah. Tidak hanya padaku, tapi pada semua orang pun sama kecuali pada orang yang dia hormati tatapannya akan berubah hangat contohnya saat berhadapan dengan guru atau mungkin dia hanya cari muka, haha.

“Aku tidak akan diam selama masalah yang kamu buat itu masih di sekitar sekolah, karena ini merupakan daerah domisili di bawah pengawasanku,” ketusnya.

“Daerah domisili katamu!” ulangku tak kalah ketus.

Edgar menaikkan sebelah alisnya lalu melangkah satu langkah lebih dekat denganku, aku tidak mundur sedikitpun, aku harus tetap pada posisiku. Kalau aku mundur saat dia melangkah maju nanti dia berpikir aku takut lagi padanya. Bisa aku rasakan hembusan napas Edgar yang menerpa wajah cantikku. Dia semakin menatapku tajam seperti menatap mangsa yang tidak akan dia lepas.

“Apa kamu merasa seperti Ratu di sekolah ini?” tanya Edgar padaku.

“Oh tentu, bukankah kamu tahu jawabannya? Buta ya selama ini gak bisa lihat kepopuleran ku di sekolah?” jawabku tegas.

“Bukannya buta, tapi kepopuleranmu di sekolah itu ibarat butiran debu di udara, tak ter-li-hat!” ucapan Edgar kali ini memancing amarahku di saat rasa lapar yang kembali datang, ah kesal sekali.

Baru saja aku hendak bicara, tapi Edgar sudah mendahului. “Berhentilah bersikap sok berkuasa, Aurelia Grizelle. Kamu hanya anak kucing yang sedang berakting menjadi singa!” ketus Edgar melangkah mundur lalu berbalik dan pergi meninggalkanku, dia berjalan ke tengah lapangan.

Aku mengepalkan tangan kuat-kuat geram dibuatnya, dia mengatakan aku ini butiran debu di udara yang tak terlihat, dia bilang aku sok berkuasa dan aku ini adalah anak kucing yang sedang berakting menjadi singa. Ah, ingin sekali rasanya aku mencakar wajah tampan Edgar dengan kuku panjangku hingga dia kehabisan darah, dasar menyebalkan. Dari tempatku berdiri aku bisa melihat dengan jelas Edgar menghampiri Sarah lalu dia menarik lembut tangan Sarah dan membawa gadis cupu gendut itu pergi dari tontonan semua orang.

“Edgar benar-benar ketua osis kita yang sangat heroik,” ucap Daisy seraya bertepuk tangan begitupun dengan Ella, mereka memang selalu kagum dengan apa pun yang dilakukan oleh laki-laki menyebalkan itu.

“Heroik apanya? Jelas-jelas dia sedang cari muka!” komentarku melihat  aksi Edgar yang sok pahlawan itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!