"Ayo kita pulang, dua hari lagi kita kedatangan tamu penting, keluarga Pak Agung akan datang ke rumah, kita akan membicarakan investasi, sekaligus pernikahan kalian Yema.
"Lupakan wanita itu, dia sudah mendapatkan yang diinginkannya, dengan uang itu dia tidak akan merongrong hidup kita lagi, masa depanmu bersama Dwita, bukan dia", ucap Bu Hemalia, dia setengah menggusur tangan anaknya untuk masuk ke dalam mobil, dan meninggalkan rumah yang disewa Yema.
'Semoga kalian baik-baik saja di sana, aku janji, akan mencari kalian kembali', batin Yema bicara.
"Ingat ya Yema, kamu tidak usah banyak bicara soal wanita itu , biarkan saja keluarganya Pak Agung lebih baik tidak mengetahui soal ini, toh Dwita juga tidak akan menyadari kalau kamu sudah menikah dan punya anak", ucap Bu Hema lagi, sepanjang jalan ia terus saja mengultimatum Yema .
Sesampai di rumah, Pak Sugito tampak heran melihat istrinya pulang bersama Yema.
"Mana Rania?", tanyai Pak Sugito. Ia tampak melihat ke belakang anak dan istrinya.
"Sudah aman Pih, mereka sudah pergi jauh", ucap Bu Yema ketus, ia kini duduk di depan Pak Sugito, begitu juga dengan Yema.
"Kemana?, kasihan mereka Mih, anaknya masih kecil", ucap Pak Sugito lagi.
"Lho..., kok Papih lebih peduli pada dia sih , yang kasihan itu anak kita, Yema, kalau terus bersama wanita itu, bisa hancur masa depannya, sia-sia kita menyekolahkannya mahal-mahal", ucap Bu Hema lagi masih dengan nada ketusnya.
"Dua hari lagi Keluarga Pak Agung akan ke sini , mereka juga akan membawa Dwita ke sini, Mamih rasa ada masalah penting, sehingga mereka mempercepat kepulangannya ",
"Tuh..., sekalian saja Papih matangkan rencana investasi dia di Perusahaan kita", senyum Bu Hema.
"Sebentar , Mamih ke dapur dulu, biar Bi Asih menyiapkan semuanya untuk acara lusa", Bu Hema melenggang dengan anggun menuju dapur, raut wajahnya tampak berseri.
"Yema...", ucap Pak Sugito, ia menatap wajah anaknya yang tampak kusut.
"Kamu harus sabar menghadapi ibumu, dia begitu karena terlalu sayang sama kamu, dia ingin yang terbaik untuk hidupmu", tatap Pak Sugito.
"Tapi Pih..., bukan begini caranya, aku sudah dewasa, apa tidak bisa aku hidup sesuai keinginanku ", lirih Yema.
"Sabar..., yakin saja kalau Rania jodohmu , kalian akan kembali bisa bersama dan hidup bahagia", ucap Pak Sugito membesarkan hati anaknya.
"Oh iya..., kenana istri dan anakmu pergi?", tatap Pak Sugito.
"Itu rahasia Pih, Papih dan Mamih tidak perlu tahu, ini untuk keamanan mereka, ingat Pih..., Rania membawa cucu pertama Papih, dia itu penerus garis keturunan keluarga kita, aku tidak mau mereka kenapa-kenapa, jadi biarkan mereka hidup tenang, biar aku di sini yang mengikuti keinginan Mamih", ucap Yema penuh penekanan.
"Ya sudah..., itu hak kamu, sekarang kamu fokus saja pada kerjaan dan Dwita, Papih juga tidak tahu kenapa mereka mempercepat kepulangannya ke sini",
Hari yang dinanti pun tiba, keluarga Pak Agung datang berkunjung ke rumah Raden Sugito. Sesuai permintaan dari Pak Agung, tidak ada acara penyambutan yang berlebihan, malah mereka ingin acara ini tertutup, hanya dihadiri keluarga inti saja.
Ada yang berbeda dari mereka, Pak Agung dan istrinya Bu Lutfi terlihat menyembunyikan kegundahan, begitu juga dengan putrinya Dwita.
Setelah acara jamuan makan selesai, Pak Agung dan Bu Lutfi mengajak Pak Sugito dan Bu Hemalia bicara, mereka terlihat memasuki ruang kerja Pak Sugito.
Sementara Yema dan Dwita masih tampak berbincang ringan di ruang tamu.
"Jadi bagaimana Pak, rencana investasinya jadi kan?", to the point Bu Hemalia begitu mereka sudah duduk saling berhadapan.
"Iya, itu pasti dong Bu, kita kan sudah sepakat dari awal, tapi ada hal penting yang harus segera kita bicarakan", Bu Lutfi melirik ke arah suaminya.
"Iya..., kita percepat saja acara pernikahan putra-putri kita", ucap Pak Agung.
"Wah...wah...wah..., itu yang kami tunggu, lebih cepat lebih baik", senyum Bu Hemalia, ia seolah mendapat angin saja, memang hal itulah yang ia tunggu-tunggu. Karena dengan pernikahan kedua anak mereka, itu sama dengan menggabungkan dua perusahaan besar milik mereka, sehingga mereka akan merajai dunia bisnis.
"Jadi kapan nih rencananya", ucap Bu Hema tampak antusias.
"Minggu depan saja ya Pah?", Bu Lutfi kembali melirik ke arah suaminya.
"Iya, minggu depan saja", ucap Pak Agung.
"Minggu depan...?, apa tidak terlalu cepat..., Pak, Bu", tatap Bu Hemalia, kini ia tampak kaget.
"Tidak, memang itu sudah kami pikirkan, tenang saja Pak, Bu, kami sudah siapkan kok semuanya, sekarang sedang diurus, jadu kita tinggal ikuti saja",
"Wah ..., kami belum menyiapkan segala sesuatunya", Bu Hema kini yang melirik ke arah Pak Sugito.
"Kita laksanakan bersama keluarga inti saja, biar tidak terlalu memakan waktu", ucap Pak Agung.
"Oh...baik kalau begitu, kami setuju", senyum Bu Hema, kini ia bisa bernafas lega, pernikahan Yema dan Dwita sudah di depan mata.
Setelah bercengkrama, keluarga Pak Agung pun pamit, mereka sepakat, minggu depan acara pernikahan akan dilaksanakan.
Tanpa ada rasa curiga sedikit pun, Bu Hema tampak bahagia, ia mulai mempersiapkan semua untuk keperluan acara pernikahan Yema.
"Mih..., kok rasanya aneh, Pak Agung dan Bu Lutfi sepertinya tergesa-gesa menikahkan anaknya dengan Yema", tatap Pak Sugito.
"Ah...tidak usah dipikirkan soal itu Pih, yang terpenting sekarang kita sudah besanan dengan keluarga mereka", senyum Bu Hema.
"Ya terserah Mamih saja, kalau ada apa-apa tanggung sama Mamih ya",
"Aduh...Papih mikirnya kok jelek terus, kita jalani saja dulu, Pih", ucap Bu Hema .
"Semoga saja anak Yema dan Dwita laki-laki yang Pih, itu akan makin menutup kesempatan wanita itu untuk menuntut banyak kepada anak kita", senyum Bu Hema.
"Anak Yema dan Dwita lah yang akan menjadi pewaris kita nantinya", ucap Bu Hema lagi.
Pak Sugito hanya mengangguk-ngangguk saja, ia tetap fokus pada layar laptopnya.
*****
"Dwita..., kamu jangan banyak bicara soal keadaanmu pada Yema, mereka tidak boleh tahu kalau keadaan kamu, apalagi soal anak dalam kandunganmu itu, salahmu sendiri, kenapa ceroboh, pake mabuk segala di pesta temanmu itu, akibatnya kamu sendiri tidak tahu siapa laki-laki yang telah membuatmu hamil", gerutu Bu Lutfi, ia masih marah kepada putrinya itu.
Mereka akan kehilangan muka dihadapan para rekan bisnisnya jika putrinya sampai hamil di luar nikah.
"Ingat Dwita, anakmu itu pewaris dari dua Perusahaan besar, jangan sampai mereka tahu kalau itu bukan anaknya Yema", ingatkan Pak Agung.
Dwita hanya menunduk, ia menyadari kesalahannya. Ia sendiri pun bingung siapa yang sudah memperdayainya di malam itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments