"Mih....,,coba lihatlah dulu, ini cucu pertama Mamih, apa Mamih tidak kasihan melihatnya?, apa bedanya anak laki-laki dan anak perempuan Mih", ucap Yema, ia kembali memohon.
"Tidak !, apa kamu kurang jelas dengan ucapan Mamih tadi?", ketus Bu Hemalia.
"Baik Mih..., aku tidak mungkin meninggalkan mereka , di kota ini mereka hanya punya Yema.
Yema tidak mau menjadi Ayah dan suami yang tidak bertanggung jawab, jadi Yema akan pergi membawa mereka dari sini", tegas Yema, ia meraih tangan Rania dan membawanya menuju kamar, setelah itu ia kembali dengan membawa beberapa tas berisi pakaian.
"Dengan lebih memilih wanita itu, kamu sudah menjadi anak durhaka Yema, jadi ini balasanmu sebagai anak?", tatap Bu Hemalia.
"Mih..., ini bukan keinginan aku, tapi ini keinginan Mamih kan?, aku sudah menikahi Rania , jadi aku harus bertanggung jawab atas kehidupan mereka, anak dan istri Yema",
"Yema..., jangan gegabah kamu, bisa apa kamu tanpa Mamih dan Papih hah !!??", Bu Hemalia menatap tajam anaknya. Ia tidak menyangka Yema lebih memilih Rania.
Kalau sampai Yema pergi dari rumah ini, semua rencananya akan gagal, sudah tidak ada harapan untuk mempunyai besan kaya raya seperti Pak Agung Pranowo.
"Jika Mamih tidak bisa menerima anak dan istri Yema, itu artinya sudah tidak ada lagi tempat untuk kami di sini, kami pergi Mih", Yema pamit kepada kedua orang tuanya. Ia membawa pergi Rania dan anaknya keluar dari rumah mewahnya.
Pak Sugito hanya melirik saja, ia tidak bisa berbuat banyak jika dua orang yang sama-sama keras kepala sedang berdebat, akan sulit menengahinya.
"Pih..., kok malah diam saja, lihat Yema sudah pergi", Bu Hemalia berbalik menyalahkan suaminya.
"Hah..., bukan itu maunya Mamih kan?, mengeluarkan Rania dari sini?",
"Tapi tidak dengan Yema, dia itu putra kita satu-satunya, penerus Perusahaan kita, apalagi sebentar lagi keluarganya Pak Agung Pranowo akan kembali, bagaimana nasib pernikahan Yema dan Dwita Pih", keluh Bu Hemalia.
"Yah..., kenapa Mamih terlalu keras kepada mereka, bisa kan Mamih bersikap sedikit lunak pada mereka, pernikahan mereka bisa dirahasiakan dari keluarga Dwita, seiring waktu, Dwita juga bisa menerima Yema, dia kan sangat mencintai anak kita", ucap Pak Sugito.
"Tapi tenang saja Pih..., Mamih tidak akan tinggal diam, Mamih akan membawa kembali Yema pulang ke rumah", ucap Bu Hemalia dengan tersenyum evil.
"Bisa apa dia tanpa kita Pih, untuk sementara akan Mamih blokir semua ATM Yema, lihat saja, kuat berapa lama dia di luar sana tanpa dukungan dana dari kita", ucap Bu Hemalia lagi.
Dengan hanya memainkan ponsel pintarnya, ia telah berhasil memblokir ATM milik anaknya, akses Yema terhadap keuangan kantor pun ia bekukan.
"Siip..., beres..., ini semua Mamih lakukan agar kamu menyadari , kamu tidak bisa lepas dari Mamih, Yema", senyum Bu Hemalia.
*****
"Mas..., kita mau kemana?", tatap Rania kepada suaminya yang tampak bingung, ia melajukan mobilnya sangat pelan, sambil mencari tempat untuk mereka tidur malam ini.
"Nah..., di sana ada rumah yang mau dikontrakan", ucap Yema, ia menepikan mobilnya ke sebuah gang.
"Tunggu sebentar...", Yema keluar dari mobilnya , ia berjalan cepat menuju sebuah rumah di dalam gang, tak lama ia kembali.
"Ayo sayang, kita istirahat di sini dulu", Yema membuka pintu mobil dan membawa keluarga kecilnya menuju sebuah rumah yang sudah ia sewa.
"Sementara kita tinggal di sini dulu, maaf..., rumahnya kecil", ucap Yema begitu mereka sampai di dalam rumah.
Rumah yang hanya ada satu kamar tidur, ruang tamu, dan dapur yang menyatu dengan kamar mandi, itu tidak lebih besar dari ukuran kamar tidurnya di rumah.
"Tidak apa Mas, ini sudah lebih dari cukup, yang penting kita masih bisa berkumpul dan selalu bersama", senyum Rania. Baginya ini sudah biasa, karena di desa pun ia tinggal hanya di rumah kayu.
"Maafkan aku untuk semuanya, aku hanya membuatmu sengsara saja", tatap Yema, ia meraih tubuh istrinya yang masih menggendong Yumna kecil yang tampak tenang tidur dalam hangat pangkuan ibunya.
"Tidak Mas, jangan bicara begitu, aku bahagia kok ", Rania pun membalas pelukan suaminya.
Sehari dua hari mereka masih merasa nyaman tinggal di sana, walau Yema masih belum mempunyai pekerjaan, uang mereka pun makin menipis saja.
Yema sudah menyadari kalau semua ATM nya sudah dibekukan, ia bertekad untuk mencari pekerjaan.
Namun setelah seharian mencari kerja, tak satu pun Perusahaan yang mau menerimanya. Itu adalah ulah mamihnya, Bu Hemalia, dia sengaja melobi semua Perusahaan agar tidak mempekerjakan anaknya.
"Mas..., sudah pulang?", Rania menghampiri suaminya dan memberinya segelas air putih.
"Iya...", senyum Yema, ia segera mengambil gelas dari tangan istrinya dan segera menenggaknya hingga habis.
"Mas..., apa kamu seharian ini belum makan dan minum?", tatap Rania dengan mata sendunya.
Ia merasa sangat tidak tega melihat kondisi suaminya, pasti ini berat bagi Yema, ia belum terbiasa hidup susah begini, berbeda dengan dirinya.
'Apa aku pergi saja dari sini, biar Mas Yema bisa kembali kepada keluarganya, kasihan dia, aku hanya jadi bebannya saja, aku sudah menghancurkan ikatan anak dan ibu', pikir Rania.
"Guukkk...., guukkkk...", suara perut Rania terdengar jelas oleh Yema.
"Sayang, kamu lapar?", tatap Yema.
Rania tersenyum ," Aku menunggu Mas pulang, jadi belum makan",
"Kamu ini..., makan sendiri saja, tidak usah menunggu aku, kasihan Yumna, nanti dia akan kekurangan asi, ayo makan!", ajak Yema.
Rania menuju dapur untuk mengambil makanan.
"Maaf Mas..., hanya ada ini, sudah tidak ada beras, uang juga sudah habis, jadi aku hanya bisa buatkan bubur dari sisa beras yang ada untuk makan kita", senyum Rania.
Yema menatap nanar istrinya itu, ia merasa terenyuh dengan ketabahannya.
"Maafkan aku sayang...", Yema kembali memeluk tubuh istrinya.
"Sudah Mas, katanya lapar, ayo kita makan saja", Rania mengelus lembut lengan suaminya.
Dan mereka pun makan bubur buatan Rania yang hanya dibumbui garam saja.
"Do'akan aku agar besok mendapat pekerjaan, dan kita tidak akan kekurangan makanan lagi", ucap Yema sambil menyuapkan bubur ke mulut istrinya.
Walau kini hidup mereka serba kekurangan, namun kehadiran Yumna kecil bisa mengobati semuanya.
Saat pagi menjelang, Yema sangat kaget saat tidak mendapati mobilnya.
"Apa yang kamu cari?", sebuah suara mengejutkan Yema yang masih berdiri di tempat mobilnya yang raib.
"Mamih...?", Yema terkejut melihat Bu Hemalia yang sudah berdiri dibelakangnya.
"Tinggalkan wanita itu Yema!!", teriak Bu Hemalia.
"Aaahhhh....", terdengar suara jeritan dari rumah kontrakan.
Yema secepat kilat berlari menuju ke dalam mencari sumber suara.
"Tinggalkan wanita ini, kalau hidup kalian ingin tenang, Mamih akan memberimu uang untuk membesarkan anakmu, mereka tidak akan kekurangan, asal kamu kembali pulang ke rumahdan menemui keluarga Dwita, bagaimana?", tatap Bu Hema.
Sebuah amplop dan buku tabungan lengkap dengan ATM sudah ia siapkan untuk Rania.
"Tinggalkan kami berdua Mih, kami perlu bicara", ucap Yema, ia menatap Mamihnya dan dua orang body guard yang memegangi tangan Rania.
Bu Hema memberi isyarat dengan matanya, lalu mereka keluar meninggalkan Yema dan Rania berdua.
"Sayang..., ini memang berat bagi kita, tapi kita tidak punya pilihan lain, ini demi anak kita, Yumna, Dia harus tumbuh dengan baik, sekolahkan dia dan aku akan mencari kalian , sekarang aku harus turuti keinginan Mamih dulu, agar kita semua selamat",
"Jaga Yumna dengan baik, aku mencintai kalian berdua, aku janji akan mencari kalian", Yema memeluk erat anak dan istrinya.
"Pergilah ke tempat yang jauh, yang aman dari jangkauan Mamih, nanti aku akan mencari kalian", Yema membisikkan nama sebuah kota yang akan menjadi tujuan istrinya dan menyebutkan sebuah nama yang bisa Rania temui di sana.
Setelah itu ia memesankan grab untuk membawa pergi anak dan istrinya dari hadapan Mamih dan para Body Guard nya. Tidak lupa uang , tabungan dan ATM ia berikan padanya.
Yema menatap nanar kepergian anak dan istrinya.
"Nah...begitu dari dulu, mungkin kalian tidak perlu hidup susah begini", ucap Bu Hema, ia tersenyum penuh kemenangan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments