"Kenapa kepalaku pusing? Dan tubuhku sakit semua?" Sania kembali lagi menghempaskan tubuhnya.
Bibi Santi wanita berusia paruh baya. Yang bekerja hampir lima tahun di rumah Bastian. Ia ditugaskan oleh Bastian menjaga serta merawat rumah Bastian.
Bibi Santi termasuk pembantu kesayangan Bastian. Ia sangat mengistimewakan bibi Santi dengan memberi fasilitas dan gaji yang cukup mahal. Sebab bibi Santi orang yang sangat bisa dipercaya tentang rahasia Bastian. Dan hari ini bibi Santi diberi tugas merawat Sania.
Bibi Santi yang duduk di dekat Sania yang terbaring lemas dan pucat. Bibi Santi tak mengetahui apa yang terjadi dengan Sania. Ia juga tak berani menanyakan. Ia takut Bastian marah. Apalagi Bastian berpesan pada bibi Santi. Tugas bibi Santi menjalankan perintah Bastian untuk mengurusi rumah serta memasak untuk anak buah Bastian.
"Tenang, Nona! Nona harus istirahat. Nona masih sakit," suara bibi Santi dengan lembut.
Sania yang baru sadar dari pingsannya mencoba mengingat kembali apa yang terjadi pada dirinya. Dengan mengernyitkan keningnya. Ia terus mengingat-ingat dan bertanya-tanya pada dirinya, apa yang telah terjadi?
Namun ia tetap tak menemukan jawaban. Sania mencoba bertanya pada bibi Santi.
"Ada apa denganku? Kenapa aku ada di sini?"
Bibi Santi tersenyum dengan mengusap-usap lengan Sania.
"Nona ditemukan tuan Bastian dalam keadaan pingsan dan dibawa ke sini."
Sania menoleh perlahan ke arah wanita yang ada di sampingnya. Dengan rasa curiga Sania menatap bibi Santi. Sania terus memandang bibi Santi menunggu jawaban jujur yang keluar dari mulut wanita bertubuh subur.
"Panggil saja saya, Bik Santi," kata pelan bibi Santi. "Nona nggak usah takut saya diberi tugas tuan Bastian untuk merawat Nyonya."
Sania mengernyitkan dahinya dan berusaha mengingat kembali apa yang terjadi dengan dirinya.
"Siapa tuan Bastian, Bik?"
Bibi Santi tersenyum, dengan memandang ramah Sania, "Ia yang menolong Nona, dan menyuruh anak buahnya untuk mengantar Nona ke sini."
Tiba-tiba terdengar suara pintu kamar berderit yang mengagetkan Sania. Sania mengarahkan pandanganya ke arah pintu.
Berdiri seorang laki-laki dengan postur tinggi tegap dengan rambut cepak, berkulit putih, dan berhidung mancung. Dengan tatapan cemas pada Sania.
"Alhamdulilah Nona sudah siuman," suara pelan Bastian dengan memberi isyarat agar bibi Santi meninggalkan kamar.
Sania diam. Ia tak menjawab pertanyaan Bastian. Ia menatap Bastian dengan lekat. Ingatannya mulai kembali normal. Ia baru paham dan ingat apa yang barusan terjadi pada dirinya. Sania dengan cepat menutup matanya dengan telapak tangannya. Dalam otaknya terbayang silih berganti laki-laki yang menganiaya dan merenggut kesuciannya.
"Pergii ...!" teriak Sania dengan histeris. "Kenapa kamu tak membiarkan aku mati saja? Pastinya kamu juga gerombolan laki-laki biadab itu. Pergi ...!"
Sania duduk dan menenggelamkan wajahnya pada kedua tangannya dengan posisi memeluk lututnya. Tubuhnya berguncang-guncang dan terdengar tangisan histeris Sania.
Bastian dengan sedikit ragu melangkahkan kakinya mendekati Sania yang nampak ketakutan.
"Jangan takut, saya orang baik-baik," Bastian menyeret kursi yang ada di dekatnya, dan duduk menghadap Sania.
"Maafkan saya, memang mereka teman-temanku. Tapi aku tak ikut melakukannya. Dia salah sasaran, aku akan bertanggung jawab dengan semua itu."
Dengan cepat Sania membuka telapak tangannya dan menatap wajah Bastian dengan tersirat penuh kebencian. Rasa pusing hilang seketika. Ia segera menghapus air matanya dengan kedua punggung tangannya secara bergantian, dan menyibakkan selimutnya untuk turun dari ranjang.
"Semudah itu kamu bilang tanggung jawab setelah aku ternoda dengan teman-temanmu yang biadab itu!" teriak Sania lagi dengan mata memandang tajam Bastian.
Sania turun dari ranjang dan melangkah hendak pergi. Tiba-tiba Bastian meraih tangan Sania.
"Aku akan bertanggung jawab," ungkap Bastian lagi dengan memegang erat-erat pergelangan tangan Sania tanpa memandang Sania. "Aku akan menikahi kamu!" lanjut Bastian. tetap pandangan lurus ke depan tanpa memandang Sania.
Sania tersentak. Sudut matanya memandang laki-laki yang masih memegang erat pergelangan tangannya.
"Lepaskan ...!" teriak Sania dengan nafas terengah-engah menahan amarah.
Namun Bastian tak melepas tangan Sania.
"Lepaskan ...!" teriak Sania lagi. Dengan berusaha menarik tangannya dari pegangan erat Bastian, "Aku akan teriak. Biar warga di sekitar akan memukuli kamu. Dan aku akan bilang kalau aku korban kebiadaban kamu dan teman-temanmu!" umpat Sania dengan menarik tangannya hingga terlepas dari tangan Bastian.
Sania berlari kecil dengan tertatih-tatih menahan sakit mendekati pintu. Ia sekuat tenaga menarik gagang pintu. Dengan panik memutar-mutar gagang pintu.
"Kenapa pintunya kau kunci?!" teriak Sania dengan menatap tajam Bastian yang berdiri mematung dengan menyilangkan kedua tangannya di dadanya. Dan menatap Sania yang duduk bersimpuh di depan pintu sambil menangis tersedu-sedu.
"Percuma kamu teriak sampai suaramu habis, tak bakalan ada orang yang mendengar. Di sekitar sini tak ada warga, dan rumah ini tertutup pagar tinggi," Bastian dengan nada santai menjelaskan pada Sania.
Ucapan Bastian membuat Sania semakin kesal. Ia merasakan Bastian sepertinya menganggap remeh apa yang dialami Sania, Dan menganggap hal kecil.
"Kamu jahat, apa salahku hingga kamu dan teman-temanmu merenggut kesucianku?" suara Sania diiringi isakan tangis, "bunuh saja aku, bunuh saja aku ...!" Sania memukul-mukul pintu.
Bastian terdiam. Ia memandang Sania dengan tatapan iba. Tak terbiasa ia mempunyai perasaan seperti itu terhadap siapa pun yang ada di depannya.
Bastian melangkah pelan mendekati Sania dan duduk jongkok mensejajarkan posisi Sania.
"Percayalah aku akan menikahi mu," ucap Bastian tiba-tiba lembut.
Sania mendongakkan kepalanya dengan pelan. Ia menatap tajam Bastian penuh kebencian.
"Segampang itu kamu ucapkan pernikahan. Sedangkan pernikahan itu atas dasar cinta dan bukan karena iba. Kamu kasian kan, sama aku? Maka kamu menikahi ku?"
Bastian menggeleng dengan pelan. Tiba-tiba terdengar suara ponsel dari saku Bastian. Bastian berdiri merogoh saku celananya. Dan segera mengangkat ponselnya serta menempelkan ke telinganya.
"Aku segera kesana." kata singkat Bastian.
Bastian kembali menutup ponselnya, melangkah mendekati Sania lagi.
"Sania, berdirilah. Namamu Sania, Kan? Jangan kaget aku menemukan KTP kamu."
Bastian membuka dompetnya dan menyodorkan benda kecil ke arah Sania.
"Ini KTP kamu, aku temukan waktu peristiwa itu terjadi."
Dengan kasar Sania meraih kartu itu. Dan melirik wajah Bastian penuh kebencian.
Bastian mencoba membantu Sania berdiri. Namun dengan sigap Sania menepis tangan Bastian.
"Jangan sentuh aku!" suara kasar Sania berusaha berdiri.
Bastian terpaku, menatap Sania dengan rasa bersalah. Kesalahan itu terus menggerogoti pikiran dan hatinya. Sehingga Bastian harus bertanggung jawab. Dan ia berjanji akan menikahi Sania. Ia tak mau ada penolakan dari mulut Sania.
Entah nantinya selesai pernikahan itu bagaimana. Yang terpenting dari dalam hati Bastian sudah menebus kesalahan dengan menikahi Sania.
Sania diam tanpa mengucap sepatah katapun. Ia hanya melihat sepintas Bastian hendak keluar dari kamar sambil mengatakan.
"Aku harus pergi, ada hal penting yang harus aku selesaikan. Kalau kamu menginginkan sesuatu mintalah bantuan pada bibi Santi."
Bastian menunjukkan sebuah tombol kecil mirip bel di samping pintu untuk memanggil bibi Santi.
Bastian keluar. Meninggalkan Sania yang berdiri terpaku tanpa sepatah kata keluar dari mulutnya.
Dengan nafas tersengal-sengal penuh kemarahan, Sania mengumpat Bastian, sambil mengepalkan kedua tangannya dengan geram.
"Laki-laki biadab, brengsek, kenapa kau mengurungku disini?"
Sania memandang sekeliling, melihat kalau ada celah pintu atau jendela untuk keluar. Ia melihat Jendela panjang, dengan bentangan kaca tembus pemandangan keluar, yang tertutup tirai transparan berwarna putih. Sania hendak melangkah ke arah jendela. Namun tiba-tiba ia merasakan kesakitan pada kedua pahanya.
"Auhhh ...! Kenapa selangkanganku sakit dan perih!" rintih Sania sambil memegang bawah pusar, ia tetap berusaha melangkah mendekati jendela.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
Raden Aska
rasanya ikut sesek membacanya. semoga bastian benar benar tulus mrncintai Sania.
2023-12-15
1
Tarmi Widodo
emosi aq baca ya
2023-11-02
1
Joko Irianto
rasanya ikut terbawa emosi
2023-11-01
1