My Fake Husband
Paris (Domfront) – 8 Agustus 2024, 15:30 PM
Langit cerah membentang di atas kota Paris, seakan menyambut Hazel Elizabeth dengan tangan terbuka. Wanita berusia 24 tahun itu menatap langit dengan senyum tipis, udara Paris yang sudah enam tahun tak pernah dihirupnya terasa begitu berbeda di paru-parunya. Ada kerinduan yang menggumpal, namun juga bayangan masa lalu yang tak bisa diabaikan.
Hazel baru saja tiba di kota kelahirannya setelah penerbangan panjang dari London. Dalam perjalanan itu, pikirannya sempat terbagi antara pekerjaannya yang sibuk dan keputusan impulsifnya untuk kembali ke Paris. Dia hampir tak sempat menghadiri pesta pernikahan adiknya, Eva, dan hanya ada sedikit keraguan di hatinya soal keputusan tersebut.
"Nona Hazel," sapa suara berat yang familiar, memecah lamunannya.
Hazel menoleh, menemui David, pria paruh baya yang sudah menjadi sopir keluarga mereka selama lebih dari tiga dekade. Pria itu tersenyum hangat, meski matanya sedikit berkaca-kaca.
“David, aku senang melihatmu lagi,” balas Hazel dengan senyum lebih cerah. Ada kehangatan dalam suaranya, campuran nostalgia dan kebersamaan lama.
David, selalu setia pada keluarga Hazel, membuka pintu mobil untuknya. “Aku pikir aku tidak akan pernah melihatmu lagi, Nona.”
“Kau terlalu berlebihan, David,” tawa Hazel terdengar ringan, meski di balik tawanya ada sedikit kegelisahan yang tak ia tunjukkan. Ia memasuki mobil dengan hati yang tak sepenuhnya damai. Mobil pun melaju menuju gedung pernikahan, membawa Hazel menuju pertemuan yang tak pernah ia bayangkan.
Gedung pernikahan tampak megah di hadapan Hazel saat mobil berhenti. Hazel melangkah tergesa-gesa menuju aula, merasakan detik-detik yang membuat perasaannya semakin campur aduk. Setelah enam tahun tak bertemu keluarga, Hazel berharap ini akan menjadi reuni yang bahagia.
Namun, senyumnya memudar begitu matanya tertumbuk pada sesuatu di depan aula. Foto prewedding terpampang jelas, menampilkan Eva yang dirangkul mesra oleh seorang pria. Mata Hazel membulat sempurna, seolah tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Tangannya terangkat menutup mulutnya, menahan nafas.
Alan.
Pria di foto itu, adalah Alan, kekasih yang telah menjalin hubungan dengannya selama empat tahun. Alan, yang seharusnya berada di sisinya, kini berdiri di sana bersama Eva.
"Kau pasti bercanda," gumam Hazel, senyum mirisnya terpancar samar. Tapi tak ada yang bisa ia pungkiri, sosok pria itu jelas Alan, bukan sekadar mirip. Tidak mungkin salah.
Jantungnya berdegup kencang. Langkah Hazel gemetar saat ia melangkah masuk ke dalam aula, mencoba menenangkan diri. Namun kenyataan kembali menghantamnya ketika melihat Alan, benar-benar di sana, bersanding dengan Eva di altar pernikahan.
Hatinya terasa hancur. Bukan hanya karena Alan menikahi orang lain, tapi karena wanita itu adalah adiknya sendiri. Dunia Hazel berputar seketika, tapi ia memaksa dirinya untuk tetap tegar. Dia menutup rapat luka di dadanya dengan senyum yang nyaris tak terlihat.
"Maaf aku terlambat," ucap Hazel saat ia mendekat. Suaranya terdengar serak, namun ia mencoba mengendalikan diri.
Eva menoleh, matanya berbinar begitu melihat Hazel. Dengan penuh semangat, ia langsung memeluk kakaknya erat-erat. "Kakak ... " serunya dengan penuh kerinduan.
Hazel terdiam sejenak, lalu memeluk Eva balik. Tubuh adiknya yang dulu kecil dan rapuh kini sudah berubah. Eva bukan lagi gadis pendiam yang selalu mengurung diri di kamar, tapi seorang wanita dewasa yang bersiap memulai babak baru dalam hidupnya. Namun, kenyataan itu tidak bisa menghapus perasaan pedih yang menusuk di dada Hazel.
“Selamat untuk hari bahagia ini,” ujar Hazel, berusaha terdengar tulus. “Mama dan Papa di mana?”
Eva menunjuk meja di mana kedua orang tua mereka sibuk mengobrol dengan para tamu. Hazel hendak melangkah ke arah mereka, namun suara Eva menghentikannya.
"Tunggu, kak. Sebelum bertemu mereka, kau harus berkenalan dengan mempelai pria."
Hazel merasakan darahnya berhenti mengalir. Ia berbalik perlahan, menatap Alan yang masih mematung, terkejut melihat Hazel di pernikahan itu. Tatapan mereka bertemu, dan Hazel bisa melihat rasa bersalah yang tersembunyi di balik mata Alan.
"Sayang, perkenalkan. Ini kakakku, Hazel," ujar Eva dengan riang, tak menyadari ketegangan di antara mereka.
Alan mencoba tersenyum, meski jelas terlihat gugup. “Kenapa kau tidak pernah cerita kalau kau punya kakak perempuan?” tanyanya kikuk, mencoba mencairkan suasana.
Eva tertawa kecil. “Aku belum sempat, semuanya begitu mendadak.” Ia merangkul Alan mesra, seolah tak ada yang salah. Sedangkan Hazel hanya bisa tersenyum getir.
Hazel mengulurkan tangan pada Alan. "Selamat untuk pernikahan kalian," ucapnya, meski suara itu terdengar seperti pecahan kaca di dalam hatinya.
Alan menyambutnya dengan tangan gemetar, “Y-ya ... terima kasih, Hazel.” Tatapannya sulit diartikan, antara kaget dan penuh penyesalan. Di mata Alan, Hazel bukan hanya wanita yang ia cintai, tapi juga pengingat akan kesalahan terbesarnya.
Hazel tak bisa lagi bertahan. Ia berlalu, menemui kedua orang tuanya, berharap bisa menemukan alasan untuk pergi dari situ secepat mungkin.
Namun langkahnya dicegat oleh tangan Alan yang meraih pergelangan tangannya dengan kasar.
“Kita harus bicara,” ujar Alan dengan suara penuh desakan. Hazel bisa melihat kemarahan dan kebingungan di matanya.
Hazel terkejut, tapi tak menolak. Ia membiarkan Alan membawanya menjauh dari keramaian, menjauh dari pandangan Eva, menuju sudut yang sepi di luar aula.
“Apa yang kau lakukan di sini?” bisik Alan dengan nada tajam, menahan gejolak emosinya.
Hazel menatapnya dengan tatapan dingin. “Seharusnya aku yang bertanya, Alan. Apa yang kau lakukan di sini, menikahi adikku?”
To Be Continued 👇
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
Livy
Oalah Boy, ternyata kau bermain api
2023-12-04
1
mang tri
wahhhh wahhhhh boy rupanya, jahat banget sih dia 🥺
2023-12-04
3
cantika ratnasari
ooooooookweeeeerereer rawatu
2023-11-24
2