Lou dan May bergegas mengenakan pakaian mereka. Setelah selesai, keduanya langsung menuju ke jendela. Kamar rias ini terletak di lantai dua, untuk ukuran orang normal, akan sulit untuk melarikan diri. Namun hal itu tak berlaku bagi keduanya yang merupakan parkour profesional.
Mereka dapat turun dengan mudah dan tanpa cedera. Setelah mengamati situasi sebentar, keduanya langsung melanjutkan rencana mereka. Saat ini bagian timur mansion belum terlalu ramai, karena hanya pesta malam yang akan diadakan di sana. Bagian timur mansion ini langsung berbatasan dengan laut dan jurang, jadi memiliki pemandangan yang bagus di malam hari. Bintang-bintang akan terlihat sangat jelas dari sana.
Kedua gadis itu terus mengendap-endap ke arah timur, karena ke arah sanalah jalur pelarian mereka.
Sementara itu, Malik mulai merasa curiga karena dia tak bisa mendengar suara apapun dari dalam kamar rias. Dia mendekati pintu dan mencoba membukanya, tapi pintu itu terkunci.
“Nyonya.” Dia mencoba memanggil Lou, namun tak ada jawaban sama sekali.
“Nyonya,” panggilnya lagi dan masih tak ada jawaban.
Malik mulai merasa ada sesuatu yang tak benar dan akhirnya memutuskan untuk mendobrak pintu. Pintu itu jebol dalam sekali dobrakan. Jantung Malik seolah berhenti melihat ke dalam kamar rias. Dua orang perias sudah pingsan, sementara Lou dan May tak terlihat dimanapun.
Malik melihat jendela terbuka lebar dan langsung mendekatinya. Namun dia tak melihat apapun yang mungkin bisa digunakan untuk turun. Bagaimana mungkin?
Malik segera turun ke bawah dan mencari bosnya. Dia mendapati Sean sedang berbincang dengan salah seorang tamu. Malik mendekatinya dan berhenti sejenak sampai Sean memberi kode bahwa dia boleh mendekat.
Malik mendekati Sean dan berbisik pelan, “Bos, nyonya menghilang.”
Sean hanya memasang ekspresi datar, sebelum akhirnya berpamitan pada lawan bicaranya. Dia mengikuti Malik ke kamar rias. Sean menatap kamar itu dalam diam, lalu mendekati jendela.
Sean menatap ke bawah, ketinggian itu cukup untuk mematahkan kaki bila seseorang melompat secara asal-asalan. Jadi, bagaimana Lou bisa menghilang? Apa dia diculik? Memikirkan pendapat ini, Sean mulai kehilangan ketenangannya, biar bagaimanapun, dia tidak bisa meremehkan situasi ini.
“Tuan, nyonya seorang parkour profesional.” Salah seorang bawahan Sean melaporkan.
“Oh?” Sean menatap ke jendela sekali lagi dan sebuah perkiraan muncul di kepalanya. Dia melarikan diri?
“Cari ke semua tempat, tapi jangan sampai orang lain tahu,” perintah Sean sebelum melompati jendela. Dia menuruninya dengan tenang dan mendarat dengan sempurna,
Sean memeriksa tempat itu dan mengeryit. Kemana Lou akan kabur? Hanya ada jurang dan laut di depan sana. Sean lalu berjalan tenang ke arah pagar pembatas jurang. Dia melihat seseorang di dekat pagar pembatas. Orang itu langsung berbalik setelah Sean berdehem.
Itu adalah Anthony, kakak tertua Lou sekaligus sahabat Sean. “Ada apa?” tanya Anthony.
“Lou menghilang, kemungkinan besar melarikan diri,” jawab Sean acuh tak acuh. Anthony hanya menghela napas pelan. Sebenarnya keduanya sudah menduga Lou mungkin akan berulah. Dengan sifat keras kepala gadis itu, mana mungkin dia bisa menerima perjodohan ini begitu saja.
“Kurasa mereka masih di sekitar sini,” ujar Sean lagi sambil mengedarkan pandangannya ke sekitar mereka. Anthony mengernyitkan dahinya.
“Mereka?”
“Lou dan May.” Sean memperjelas.
Anthony memijat batang hidungnya pelan. Entah kenapa kepalanya terasa sedikit sakit. Sementara kedua pria itu sibuk dengan pikirannya, tak jauh dari tempat mereka berada, tepatnya di balik pagar tanaman, Lou dan May sedang bersembunyi. Keduanya memasang raut kebingungan.
Tepat setelah mereka berhasil turun ke bawah, mereka langsung menuju ke pagar pembatas jurang. Sayangnya rencana mereka harus terhenti karena ada Anthony di sana. Keduanya lalu memutuskan bersembunyi demi menunggu Anthony pergi, sayangnya bukan Anthony yang pergi, tapi satu orang lagi malah bertambah.
Kini kedua gadis itu hanya bisa menatap tajam ke arah pagar pembatas jurang yang awalnya menjadi jalur pelarian mereka. Dengan adanya Sean dan Anthony di sana, mustahil bagi mereka untuk lewat. Jadi satu-satunya jalan adalah menunggu.
Hanya saja mereka tak punya waktu terlalu lama. Sebentar lagi pesta malam akan dimulai dan bangunan timur pasti akan ramai. Jadi mereka harus melarikan diri sebelum tempat ini dipenuhi orang.
“Kita harus pergi sekarang, May. Tak ada waktu lagi.” Lou menggigit bibir bawahnya, mulai merasa cemas.
“Mustahil melewati mereka.” May menggelengkan kepala pelan.
“Lalu bagaimana? Kita ketahuan terlalu cepat.” Lou berdecak kesal.
May hanya diam sambil menatap ke arah pagar pembatas. Benar-benar mustahil untuk ke sana tanpa diketahui kedua pria itu. Tapi menunggu di sini juga sangat beresiko bagi mereka.
“May, kita harus buat rencana B.” Lou tiba-tiba berbicara.
May menatap Lou kesal. “Apa otakmu masih dipakai? Apa kau mendengar perkataanku? Mereka bukan orang biasa yang bisa kita tipu dengan mudah,” sergah May.
“Makanya kita butuh rencana B.” Lou berkata sambil menatap May dengan wajah polos.
“Kau bercanda? Kita butuh rencana C, D, dan E juga untuk menang melawan mereka.” May memukul kepala Lou pelan.
Lou mengacak rambutnya frustasi, kenapa malah seperti ini? Padahal tinggal sedikit lagi dan dia bisa lari dari semua kegilaan ini. Kedua gadis itu terus berdebat tanpa mempedulikan sekitar mereka. Dan tanpa mereka sadari, perdebatan sederhana itu telah menarik perhatian kedua pria di dekat pagar pembatas.
“Keluarlah, aku tahu kalian di sana.” Sean berujar tenang.
Lou dan May terdiam seketika. Kebiasaan berdebat mereka memang terkadang tak kenal tempat dan waktu. Lou menatap May dengan wajah horor, wajahnya seolah bertanya, ‘Bagaimana?’
May menggigit bibir bawahnya pelan. Mustahil mereka bisa melarikan diri dari dua orang itu. Lou mungkin tidak tahu seberapa kuat mereka, tapi May sangat jelas tentang hal itu. Mereka kuat.
Lou melihat wajah khawatir May dan entah kenapa itu membuatnya kesal. Dengan sedikit marah Lou langsung berdiri, mengungkapkan posisi pastinya pada Sean. May membelalak melihat sikap impulsif Lou.
“Apa kau gila?” May bertanya dengan nada tak percaya. Hal yang justru membuat Lou makin kesal.
“Apa yang kau takutkan? Lakukan saja seperti biasa,” ujar Lou dengan wajah terlipat.
Rahang May nyaris jatuh mendengarnya. Namun dia akhirnya tersenyum. “Ternyata kau ini memang bodoh,” ujar May pelan.
“Ya.” Lou mendengus pelan. Lou sadar, dia memang tidak seperti May yang selalu memiliki rencana yang matang. Dia adalah orang yang spontan. Hanya memikirkan masalah yang ada di depan mata. Bila ada masalah lain yang mungkin muncul setelahnya, maka itu masalah nanti.
“Masalah mendatang, biarlah diri kita yang mendatang memikirkannya. Kenapa memusingkan diri sekarang.” Lou berujar sembarangan.
“Bodoh,” cibir May. “Siapa tahu saat itu sudah terlambat untuk berpikir?” May memukul kepala Lou pelan.
Keduanya terus melanjutkan perdebatan kecil mereka, hingga gagal menyadari bahwa Sean dan Anthony sudah mendekati mereka. “Ayo masuk.” Sean mengulurkan tangannya pada Lou, mencoba berdamai dengan gadis itu.
Lou hanya menatap Sean dan kemudian tersenyum. “Tidak, terima kasih,” ujarnya dengan nada bangga.
Lou melirik May dan memberinya kode untuk lari. Sementara dia juga mulai berlari ke arah pegar pembatas jurang. Namun dia kalah cepat dibandingkan Sean. Dalam sekejap, sebuah tangan kekar menahan pinggangnya dan menariknya. Tubuh Lou langsung membentur tubuh keras Sean.
Sean menahan Lou dalam pelukannya dan berujar dengan nada rendah, “Kau dididik dengan baik dan tahu betul bahwa kau tak boleh pergi tanpa izin suamimu.”
Lou masih mencoba memberontak dan melepaskan diri dari pelukan Sean. Dia berbalik dan mendorong Sean. “Ya, aku tahu, tapi sayangnya … aku tak peduli,” Lou mengangkat bahunya acuh tak acuh.
“Kau sebaiknya masuk, Nyonya Hilton.” Sean menatap Lou dengan sedikit putus asa. Sementara itu May dan Anthony hanya bisa memperhatikan perdebatan mereka.
“Persetan,” umpat Lou sebelum akhirnya menyerang Sean. Sean menangkisnya dengan mudah dan membuat Lou terpojok ke sudut pagar yang mengarah ke jurang. Lou terbelalak kaget mengetahui Sean bisa menahannya dengan mudah.
May melihat Lou dalam kondisi tersudut dan berniat membantunya. Dia segera maju untuk menyerang Sean, namun sebelum dia mampu mencapai posisi mereka, tubuhnya lebih dulu ditarik seseorang. Tubuh kecil May membentur tubuh si penarik pelan. “Jangan ikut campur,” ujar orang itu yang tak lain adalah Anthony.
May terdiam sejenak, namun melihat Lou terus bertarung, May tak bisa tinggal diam. Pada akhirnya dia mulai menyerang Anthony dan berusaha menolong Lou. Kedua gadis itu benar-benar kewalahan menghadapi Sean dan Anthony.
“Apa-apaan? Tak ada satupun seranganku yang berguna.” Lou berteriak dalam hatinya, sambil sebisa mungkin menjaga jarak dari Sean. Lou melirik May yang kebetulan juga melihat ke arahnya.
May menatap Lou penuh arti sebelum akhirnya menyerang Anthony lagi. Tapi sayangnya serangan itu dapat dihentikan dengan mudah. Pada akhirnya kedua gadis itu mulai melemah. Membuat Sean maupun Anthony menurunkan kewaspadaannya.
Lou menari napas dalam dan berteriak. “Lari!”
May berbalik dan berlari kearah pagar pembatas. Lou juga melakukan hal yang sama. Membuat baik Sean maupun Anthony kaget. May berlari lebih dulu dan melompat tepat ke jurang, lalu diikuti oleh Lou.
Sean terbelalak dan langsung memeriksa jurang itu. Ternyata terdapat sebuah karet trampolin yang terpasang miring di dinding jurang. Karet trampolin itu digunakan sebagai pendorong untuk memastikan Lou dan May jatuh agak ke tengah dan tak mengenai karang.
Sean menghela napas lega. Ya, paling tidak dia belum akan menjadi duda.
Sementara itu Lou dan May yang jatuh ke laut berusaha menepi. Mereka sengaja berenang cukup jauh untuk menghindari kemungkinan adanya penjaga di pantai dekat mansion.
“Astaga. Ini pertama kalinya dalam hidup aku merasa benar-benar puas.” Lou berteriak sambil tertawa senang.
“Jangan senang dulu, perjalanan masih panjang.” May berjalan menuju ke sebuah karang. Sepenuhnya mengabaikan Lou yang masih terus mengoceh. May mengambil sebuah tas punggung yang memang sudah disiapkan sejak awal di sana.
Tas punggung itu berisi pakaian, paspor, uang, dan beberapa benda penting lainnya. May lebih dulu mengganti pakaian basahnya, lalu menyerahkan pakaiain ganti untuk Lou.
“Kau luka?” May melihat tangan kanan Lou.
“Hm, tergores tadi saat aku melompat.” Lou mengangguk pelan. Namun tak terlalu mempedulikan luka ditangannya.
“Apa tidak pedih?” May bertanya lagi.
“Rasa bahagiaku menutupi sakitnya.” Lou berujar asal.
May menghela napas pelan dan menatap Lou dalam diam. Lou mulai mengganti pakaiannya dan meleparkan pakaian basahnya sembarangan.
KRINGG.
Suara telepon memecah keheningan di antara kedua gadis itu. May menatap horor Lou.
“Telepon siapa itu?” tanya May panik.
Lou masih bersikap tenang dan mengambil celana basahnya. Lalu mengeluarkan sebuah ponsel pintar dari dalam saku celana itu. May membelalak kaget dan langsung menerjang Lou saat itu juga.
“Apa yang kau lakukan, Gila? Kita bisa dilacak,” teriak May kesal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Tri Widayanti
Bar bar😁
2022-10-26
0
gracia_ratih
goooooooooooddddddd
2022-01-04
0
Vera Tambunan
bhuhahhaa si Lou lola yah
2020-10-16
0