Saat sedang menemani Vano makan di waktu sore hari, terdengar suara nyaring dari mertuanya dan berjalan mendekatinya. Mertuanya seraya berkata,
"Laras. Suami kamu belum pulang? Saya lihat kemarin dia berada di warung janda centil yang nernama Janet. Kamu mbok ya dandan cantik agar tidak kalah sama Janet. Hati-hati saja, jika anak saya terpikat sama janda itu! Kamu jadi istri harus pintaran dikit kenapa? Jangan hanya mikir uang dan dapur saja! Urus tuh diri kamu yang kucel!"
Datanglah mertua laras yang bernama bu Wati untuk mampir. Bu wati mengomel kepada Laras supaya berdandan. Walau pun perkataan bu Wati pedas namun, ada benarnya juga. Untunglah, masih ada mertua yang mau mengkritik Laras walau pun omongannya ceplas ceplos dan menyakitkan.
"Baik, Bu. Terima kasih sarannya. Nanti jika ada uang, pasti Laras akan beli alat make up," jawab Laras dengan ramah kepada mertuanya yang duduk di kursi rotan.
"Gaji Banu 'kan lumayan? Masak tidak bisa beli make up? Ibu saja diberi dua juta setiap bulan," ucap bu Wati yang menyampaikan bahwa dia diberi uang oleh Banu dua juta perbulan.
Sungguh keterlaluan suami dari Laras. Bu Wati yang masih mempunyai suami yang seorang pensiunan tentara dan mempunyai beberapa petak sawah yang jika panen hasilnya lumayan masih diberi uang oleh Banu. Sementara kepada istrinya sepekan hanya diberi uang lima puluh ribu. Hati Laras semakin tidak karuan dan merasa geram kepada suaminya. Ternyata suaminya sangatlah dholim dalam memberi nafkah kepada keluarga kecilnya.
"I-iya, Bu. Kapan-kapan saya akan beli make up. Ibu tidak makan? Laras sudah masak sayur asem. Jika mau, Laras ambilkan," jawab Laras yang menyembunyikan aib suaminya. Belum saatnya dia menceritakan kelakuan buruk suaminya kepada bu Wati. Suatu saat, bu Wati akan tahu dengan sendirinya kelakuan anak kandungnya.
"Sayur asem? Sekali-kali beli daging dong? Pantesan Banu makan di luar. Lha kamu cuma masak sayur asem. Tapi Ibu suka sih. Boleh juga. Saya ambil sendiri saja."
"Iya, Bu. Maaf. Laras belum sempat beli daging. Kapan-kapan saja. Silakan Bu. Di sana Vano juga sedang makan."
Laras mempersilakan mertuanya untuk makan di ruang makan sederhana miliknya. Seketika, bu Wati bergabung dengan Vano yang baru saja selesai makan. Bu Wati mengambil secentong nasi dan sayur asem. Ada sambalnya juga. Lalu dia makan dengan lahap beserta tahu gorengnya.
Seketika, apa yang dimakan bu Wati habis tak tersisa. Bu Wati memang sangat suka masakan dari Laras yang sederhana namun rasanya sangat istimewa. Maka dari itu, bu Wati sangat mempertahankan Laras dan sayang kepadanya walau perkataannya sangat ceplas ceplos.
"Laras, sayur asem kamu seger banget! Banu itu bego! Masakan istrinya enak seperti ini malah makan di warung seorang janda. Yasudah. Ibu mau pulang dulu. Jika Banu macam-macam sama kamu, laporin saja ke Ibu."
Laras hanya mengangguk dengan perkataan ibu mertuanya. Setelah kenyang, bu Wati akan pulang kembali ke rumahnya. Saat akan pulang, Banu masuk ke dalam rumah dan berpapasan dengan ibunya.
"Dari mana kamu Banu?" tanya bu Wati dengan nada menyelidik. Hari ini bu Wati belum tahu jika Banu sedang di warung Janet.
"Eh, Ibu. Banu habis dari rumah Ramlan. Tadi Ramlan bilang, bahwa besok saya disuruh kerja bakti dalam rangka lomba kebersihan antar desa. Besok kebetulan hari Minggu jadi besok libur," jawab Banu dengan tenang.
Setelah pulang dari warung Janet, kebetulan dia tadi beremu dengan Ramlan dan membahas tentang perlombaan antar desa. Jadi, bisa dijadikan alasan agar ibunya tidak memarahinya.
"Oh. Baguslah. Kamu sudah makan? Kok sayur asemnya masih banyak banget. Masakan istri kamu saja enak. Malah kemarin makan di warung janda. Awas ya jika hari ini, kamu ketahuan lagi! Ibu tidak akan beri ampun untuk kamu."
Bu Wati akan murka jika Banu makan di warung seorang janda di komplek mereka. Bu Wati lebih suka jika Banu makan masakan istrinya yang sederhana namun tidak kalah enak dengan masakan yang dijual di warung.
"Ampun. Bu. Banu tidak akan mengulanginya lagi. Tadi Banu hanya di rumah Ramlan kok," jawab Banu berbohong agar ibunya tidak murka kepadnya.
Lantas, dengan segera bu Wati segera pergi untuk pulang ke rumahnya.
"Laras, tadi kamu sama Ibu bicara tentang apa saja?" tanya Banu tiba-tiba keapada Laras istrinya yang sedang membereskan piring yang berserakan di meja makabxizn.
"Seharusnya, Laras yang bertanya. Mas tadi ke mana saja saat keluar? Kenapa Mas tidak makan di rumah? Lauk di rumah hanya sayur asem dan tahu goreng. Mas bosen ya?"
Sebelum suaminya menginterogasi tentang mamanya yang datang, Laras balik bertanya kepada suaminya untuk mengetahui bagaimana ekspresi suaminya saat ketahuan makan di warung janda yang bernama Janet.
Banu tak berkutik saat mendengar ucapan balik istrinya yang membuatnya tidak bisa berkata-kata. Diam-diam Banu sangat bosan dengan istrinya yang sudah lusuh dan tidak pernah merawat dirinya. Dia mencari angin segar di luar sana dengan janda kembang bernama Janet. Sudah mandiri cantik dan bisa merawat dirinya.
Siapa yang tidak terlena dengan janda yang bernama Janet. Uang berapa pun dia keluarkan untuk membeli berbagai makanan di warung Janet untuk mencari perhatiannya kepada janda tersebut.
"Mas tadi ngopi di luar. Kamu itu jadi istri munafik dan pelit. Mainannya Vano saja bagus tapi untuk memberi segelas kopi suami saja pelit. Pasti kamu punya banyak uang 'kan? Giliran Mas meminta kopi saja pelitnya minta ampun. Jangan salahkan Mas jika saya minum di luar."
Banu masih merasa tidak bersalah dan ingin menang sendiri. Istrinya yang sudah kesusahan malah masih saja disalahkan. Jika istrinya ketahuan mempunyai uang sedikit, Banu semakin malas memnerikan uang kepada istrinya. Dia hanya mementingkan dirinya sendiri.
"Ouh. Jadi Mas Banu selama ini tidak ikhlas menafkahi istri sendiri? Mainan Vano itu bagus karena sepekan yang lalu saya mendapat rezeki hasil dari kerja di rumah Mbak Rosa Mas. Oh. Ya, Mas tega dengan Vano ya? mainan Vano yang baru saja Laras belikan dibuang di tong sampah 'kan? Dia itu masih anak-anak, Mas. Wajar jika dia mempunyai mainan."
Laras menjelaskan secara tegas dan tidak mau diinjak-injak oleh suaminya sendiri karena dia berhak mengatakan kebenaran dan suaminya sudah keterlaluan. Selama dua tahun ini diam saat suaminya menghina maupun memberikan nafkah yang kurang dan sampai hutang di warung bu Ijah sampai saat ini belum juga lunas.
"Apa? Tidak ikhlas? Mas hanya ingin kamu melayani suami dengan baik. Mas tidak mau, hanya gara-gara uang, kamu perhitungan dalam melayani Mas. Dek, lihat tuh Janet, walau pun dia janda, tetapi dia bisa membagi waktu. Dia cantik dan berduit."
Dengan spontan, Banu malah membanding-bandingkan istrinya dengan janda kembang bernama Janet. Dia tidak mempunyai perasaan, bahwa dengan ucapannya tersebut, hati Laras terasa sakit bagai tersayat-sayat sembilu. Bukan masalah melayani dengan baik, jika Laras mendapatkan nafkah yang selayaknya tak mungkin Laras akan membosankan di mata Banu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
Uthie
suka dengan konflik rumah tangga Kya gini... dimana laki kaya gtu harus dibikin hancur dan nyesel telah berbuat dzalim 😡
2023-11-17
0