Pagi itu Banu baru saja selesai mencuci peralatan makan. Dengan segera dia memulai sarapan dengan gulai ikan lele yang telah dimasak oleh istrinya. Lalu dia mengambil dua centong nasi dan mengguyurkan kuah gulai yang menggoda lidah. Tidak lupa dia mengambil daging ikan lele sebanyak dua bagian.
Tidak lupa Banu menambahkan sambal terasi dan kerupuk. Banu mulai memakan masakan tersebut dengan lahap. Dia makan sendiri tanpa ditemani anak dan istri itu sudah biasa karena dia lebih nyaman sarapan sendiri memang seperti itu karakter Banu yang aneh.
'Huem, masakan istriku memang jos. Hanya lele dimasak gulai saja enaknya selangit. Tapi ya itu, istriku tidak bisa dandan cantik seperti Janet. Awas saja! Janet akan saya jadikan istri rahasia. Dasar Laras! Suami kelaparan butuh dilayanin minggat,' gerutu Banu dalam hatinya.
Banu masih dongkol karena dia harus capek-capek mencuci peralatan makan sendiri. Beberapa menit kemudian, Banu telah selesai makan, kini dia segera meneguk air bening satu gelas dan rasa dahaganya kini mulai hilang.
Banu segera beringsut meninggalkan meja makan. Dia akan ke ruang tengah untuk melihat acara TV kesukaannya untuk menghibur diri. Dia sebenarnya mempunyai acara gotong royong bersama warga dusunnya tetapi dia sangat malas. Sontak, Banu dibuat tercengang, ruangan tersebut seperti kapal pecah. Mulai dari buku-buku yang berserakan, mainan Vano yang juga tidak dibereskan. Dan terlihat dari kejauhan, di ruang tamu seperti "Bandung Lautan Pasir". Pasir dan air menjadi satu hingga terlihat becek, kotor dan licin.
"Sialan ya Vano! Anak dengan istri sama saja bikin emosi! Awas saja jika mereka pulang nanti!"
Banu berkali-kali menggerutu dan mengomel sendiri sambil mengacak rambutnya karena kesal. Karena tidak betah melihat pemandangan kotor tersebut, terpaksa Banu akan mengepel lantai yang berada di ruang tamu. Dia mulai mengambil ember dan mengisi dengan air kran dan memberikan cairan berupa kemasan cair yang dia ambil asal-asalan. Setelah tercampur, Banu mulai mengepel lantai tersebut. Perlahan-lahan Banu mulai mengepel dan diawali dari arah sudut ruangan. Beberapa detik kemudian, Banu terkejut bukan kepalang.
"Hah? Lantainya kok malah tambah licin dan malah berbusa? Sialan. Ngepel saja susah amat sih. Tapi kok istriku bisa bersih dan kinclong ya?"
Lantai yang seharusnya bersih dan kinclong, kini licin dan berbusa. Kini Banu penasaran lalu bergegas ke tempat di mana sabun cair yang digunakan untuk mengepel itu berada.
"Aduh, ternyata yang saya pakai sabun untuk mencuci piring! Pantesan malah berbusa. Dasar bego nya diri ini. Mana istri belum pulang lagi. Dasar apes."
Banu menepuk jidat karena kebodohannya yang salah memakai sabun cair yang digunakan untuk mengepel lantai.
Lantas, Banu segera mengganti air bercampur sabun pencuci piring dengan cairan pembersih lantai. Setelahnya dia segera mengepel ulang lantai yang telah berbusa dan penuh kotoran pasir akibat ulah Vano. Perlahan-lahan akhirnya Banu telah selesai mengepel lantai dengan bersih dan kinclong. Saat itu, tiba-tiba datang Bu Wati dan menginjak lantai yang baru saja selesai dipel oleh Banu.
"Ibu! Lantai nya belum kering kok diinjak sih. Apa Ibu tidak lihat? Kotor lagi 'kan Bu?"
Banu yang baru saja mengepel lantai merasa geram karena lantai kini yang susah-susah dia pel kini berubah menjadi kotor kembali gara-gara ibunya.
"Eh, anak Ibu tumben bersih-bersih. Biasanya, jika libur bekerja, tugasnya tidur saja."
Tanpa rasa bersalah bu Wati menahan tawa dan menyindir anak nya yang biasanya malas-malas-malasan kini mau mengepel lantai.
"Ibu tahu Laras ke mana? Gara-gara dia pergi, Banu jadi apes. Sudah capek rumah seperti kapal pecah. Akhir nya Banu yang harus bersih-bersih."
Banu mengeluh kepada ibunya jika tanpa Laras, Banu tidak bisa beristirahat.
"Mana Ibu tahu. Kamu yang suami sendiri kok tidak tahu. Diambil laki lain tahu rasa. Istri dibiyarin keluar tanpa pamit. Perhatian dikit kenapa sama istri? Banu, ini Ibu hanya memberikan kamu singkong mentah hasil panen di kebun. Dah deh. Ibu pulang dulu, keburu ada arisan," jawab bu Wati kepada Banu dan sambil menahan tawa.
Bu Wati hanya memberikan beberapa singkong karena ladang milik keluarga bu Wati sedang panen. Saat pergi, Banu berkata,
'Buat apa singkong mentah? Masak nya saja saya tak bisa. Biasanya hanya tinggal makan. Duh, Tuhan ke mana istri sekarang? Jangan-jangan beneran apa kata Ibu, Laras selingkuh. Tapi ya tidak mungkin. Dia 'kan lusuh dan kucel,' gerutu Banu dalam hatinya karena istrinya kini tidak pulang-pulang.
Beberapa menit kemudian, terdengar derap langkah seseorang yang berjalan ke arah Banu yang sedang membersihkan lantai yang terkena injakan sandal dari ibunya.
"Laras? Kamu dari mana saja, Dek? Kok pakaian dan wajah kamu rapi seperti itu?"
Banu terkejut melihat Laras yang sedang memakai gamis yang rapi dan wajah nya tampak bersih dan berseri-seri. Di samping istrinya sudah berdiri Vano yang sedang membawa mainan baru.
"Keluar," jawab Laras datar sambil berjalan ke arah kamar nya untuk berganti pakaian.
"Laras! Kamu dari mana saja! Kalau suami bertanya itu dijawab yang jelas! Oh. Atau jangan-jangan di belakang kamu selingkuh dengan pria lain ya, Dek? Hayo ngaku?"
Banu mencekal erat tangan istrinya. Melihat paras Laras yang berubah cantik bak putri kahyangan sontak, Banu terbakar api cemburu dan berpikiran yang tidak-tidak kepada istrinya.
"Mas ini jangan nuduh sembarangan. Orang nganter Vano beli mainan kok. Sama jalan-jalan Mas. Soalnya di rumah terus suntuk," jawab Laras enteng.
Padahal, Laras baru saja di salon kecantikan untuk merawat dirinya. Bukankah tampil cantik itu yang diinginkan oleh Banu? Sekarang Laras sudah mewujudkannya namun, malah dibilang selingkuh.
"Laras! Kamu ke sini. Vano, kamu ke kamar saja tidur. Bapak mau berbicara sama Emak kamu!"
Banu menyuruh Vano ke kamar agar bocah itu tidak mendengar pertikaian orang tuanya. Dan Vano menuruti perintah dari sang bapak.
Laras ditarik menuju kamar. Setelah sampai di kamar, Laras didorong di atas ranjang. Dilucutinya kerudung milik Laras yang berwarna hitam dan terlihat rambut sebahu yang tergerai indah. Perlahan-lahan, Banu mulai menaiki ranjang dan menatap lekat manik mata jernih milik Laras sambil memegang dagu nya.
"Mas! Kamu mau apakan saya!"
Laras tak bisa berkutik dan badannya bergetar karena suaminya menatap tajam ke arah nya.
"Laras. Kamu cantik banget hari ini. Seharusnya kamu bilang sama Mas jika kamu pergi. Mas kangen sama kamu!"
Giliran sang suami ada maunya pasti merayu dengan manja dengan kata buaian yang teramat manis. Namun, setelahnya nanti akan seperti semula. Memberi nafkah istrinya sendiri sangat pelit bin mledit. Haruskah Laras menuruti hasrat suaminya tersebut yang sudah seperti singa kelaparan? Padahal, Laras akan memberikan pelajaran agar tidak menjadi suami yang teramat pelit.
"Bukankah selama ini Mas menganggap saya istri kucel dan jelek? Apa gunanya bilang sama Mas jika akhirnya saya dilarang pergi dan Mas tidak akan memberikan uang untuk perawatan. Lapaskan Mas! Saya sudah muak dengan Mas!"
Laras berusaha melarikan diri dari cengkeraman suaminya yang sudang menindih tubuhnya dengan kuat hingga Laras kesulitan untuk memberontak.
"Diam kamu Laras! Patuhi suami dan jangan membantah!"
Banu malah semakin emosi dan hasratnya semakin membuncah. Dengan kasar, Banu melepas busana milik Laras. Banu meminta jatah istrinya dengan paksa. Semakin lama Banu semakin B*as dan kasar. Akhirnya Banu melakukan aksi untuk memuaskan hasrat nya yang sudah membuncah hingga mencapai pada puncaknya. Kini, Laras tidak bisa mengelak dan akhirnya, hanya rasa sakit lahir dan batin yang kini dirasakan oleh Laras saat itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments