Bab 3
Menjelang maghrib, terjadi percekcokan antara Banu dan Laras. Suami dan istri tersebut saling bertengkar gara-gara masalah keluarga. Vano yang sedang duduk termangu di meja makan merasa pusing melihat kedua orang tuanya sedang bertengkar. Akhirnya dia memutuskan untuk pergi ke kamarnya untuk belajar. Walau Vano belum sekolah, Laras sudah membelikan perlengkapan sekolah setingkat PAUD agar kelak saat sudah memasuki sekolah Vano bisa beradaptasi dan tidak kesulitan menghadapi pelajaran di sekolah.
Banu memang pelit dan keras kepala kepada istrinya. Namun, kesalahannya, dia tidak pernah sadar dan malah menyalahkan istrinya. Istrinya dibandingkan dengan janda kembang di desanya yang lebih segala-galanya. Laras yang mendengar ucapan menyakitkan itu tentu saja merasa sakit. Bagaimana tidak. Hidup sudah susah, masih di hina dan dibanding-bandingkan dengan wanita lain.
"Mas, Janet itu 'kan tidak punya anak. Jadi ya wajar dong, terlihat cantik. Saya setiap hari mengurus rumah, berkutat dengan dapur dan melakukan pekerjaan tiada habisnya. Mana bisa saya dandan Mas? Mas saja juga gak pernah modalin untuk membeli make up istri sendiri, iya 'kan?"
Laras terpancing emosi dan menjelaskan kesehariannya yang super sibuk kepada suaminya agar suaminya paham akan kondisi dan situasinya saat ini. Saat itu, Banu diam dan tidak berbicara lagi. Dia berjalan menuju ke belakang mengambil handuk untuk mandi.
"Loh, kok, air panasnya belum ada. Sudah gerah pengen mandi tetapi tidak ada air panas. Dasar istri tidak becus."
Banu menggerutu dan berbicara sendiri sambil mengambil teko dan mengisinya dengan air. Saat air sudah terisi, dia mulai menyalakan kompor.
Rumah banu memang sederhana karena dia membeli rumah di dekat rumah orang tuanya dengan ukuran minimalis. Dia tidak mau membeli rumah yang mewah karena akan menguras kantongnya. Walau dia seorang Manajer di suatu perusahaan ternama di kotanya, namun dia termasuk tipe laki-laki yang menghemat uang. Namun, saat dia menyukai sesuatu dia tidak akan tanggung-tanggung mengeluarkan uang.
Ceklek ceklek ceklek!
"Kok, apinya tidak hidup sih?"
Banu mulai menyalakan kompor itu dan menekan tombol 'On' sampai tiga kali namun, kompornya tetap tidak menyala. Lalu dia melongok di regulasi tabung gas.
"Sialan! Gasnya habis."
Banu menyugar rambutnya karena gasnya habis.
"Dek, gas nya habis kamu tidak bilang-bilang. Ini Mas kasih uang, kamu beli sana!"
Banu lalu berjalan mendekati istrinya yang berada di kamar yang sedang melipat baju yang menggunung tinggi. Banu menyuruh istrinya membelikan gas dan menyodorkan uang senilai dua puluh lima ribu rupiah.
"Beli saja sendiri Mas. Katanya saya tidak becus dan pelit. Mas belanja sana sendiri," jawab Laras dengan menahan tawa karena dia ingin memberi pelajaran kepada suaminya agar dia tidak disalahkan terus.
Tanpa bicara Banu langsung membawa tabung gas yang telah kosong itu menuju warung bu Ijah. Tujuh menit kemudian, Banu sampai di warung bu Ijah. Warung kelontong yang terkenal komplit menjual barang-barang sembako dan kebutuhan sehari-hari.
"Eh, Mas Banu. Tumben Mas nya yang beli. Biasanya Laras yang ke sini," sapa bu Ijah yang sedang menata dagangan yang berantakan sambil tersenyum ramah.
"Iya, Bu. Soalnya Laras lagi sibuk. Ini Bu, saya mau isi ulang tabung gas. Gas nya sudah habis."
Dengan senyum ramah, Banu menyodorkan tabung gas yang telah kosong kepada bu Ijah. Setelahnya bu Ijah ke dalam dan mengambil yang tabung gas yang masih baru. Tidak lama, tabung gas tersebut diberikannya kepada Banu.
"Berapa Bu harga tabung gas tersbut?" tanya Banu sambil mengeluarkan dompet hitam mengkilatnya dan mengambil lembaran uang merah berjumlah satu lembar.
"Mas Banu bayarnya sekalian hutang satu pekan yang lalu ya? Jadi totalnya lima ratus ribu rupiah. Ini notanya."
Bu Ijah memberikan nota total belanjaan pekan lalu beserta harga isi ulang satu tabung gas.
Sontak, Banu terkejut, ternyata hutang istrinya lumayan juga padahal hanya buat beli telor dan kopi. Untuk mengurangi rasa malu, dia segera melunasi hutang tersebut. Setelahnya dia pulang ke rumahnya kembali sambil bermuka suntuk, karena istrinya ternyata berhutang banyak kepada bu Ijah.
Saat sampai rumah, hanya terlihat Vano yang sedang belajar. Tak dijumpai istrinya yang tadi sedang melipat pakaian. Kini pakaian tersebut sudah tersusun rapi di tempatnya. Lalu dia segera memasang tabung gas dan mulai memanaskan air.
Beberapa menit kemudian, air telah panas dan dia mulai mandi. Badan dan rambutnya terasa gatal dia memutuskan untuk keramas. Lalu dia mulai mengambil botol shampo yag berada di rak yang digantungkan di dinding kamar mandi.
"Hah? Shampo nya habis. Sabun nya juga tinggal dikit lagi. Memang istri kurang ajar!"
Lalu dengan perasaan dongkol dia mandi dengan sabun yang tersisa sedikit dan tanpa menggunakan shampo.
Saat sudah mandi dan berganti pakaian, istrinya sudah berada di dapur dan memotong ikan segar.
"Dari mana saja kamu, Dek? Pergi tidak pamit dengan suami!" tanya Banu sambil melihat istrinya yang sedang memotong ikan segar dengan perasaan gusar.
"Dari rumah Mbak Rosa bantuin panen ikan lele Mas. Tadi siang 'kan Mbak Rosa sama suaminya sedang sibuk panen lele dan dijual ke warung-warung lesehan tadi saya bantu bungkus-bungkus," jawab Laras sambil melakukan kesibukan di dapur.
"Oh. Nanti Mas minta ya, kalau sudah matang," kata Banu ingin meminta ikan lele tersebut kerana kebetulan dia merasa lapar.
"Itu sayur asem dan tahu goreng nya masih Mas. Ikan lelenya buat stok hari besok mau dibuat gulai saja Mas."
Laras menyembunyikan minyak goreng yang dia beli dengan uang hasil jerih payahnya sendiri. Dia ingin memberi pelajaran kepada suaminya bagaimana memasak tanpa minyak itu. Salah sendiri, enak-enak makan ayam goreng di luar sampai lupa anak dan istri.
"Kok tidak di goreng sih, Dek? Mas gorengin satu sekarang ya?"
Kebetulan Banu sudah merasa lapar kembali. Saat melihat ikan lele segar, perut Banu menjadi keroncongan.
"Minyak goreng nya tinggal sedikit, Mas. Ini lihat saja jika tidak percaya. Terpaksa saya masak gulai karena minyaknya hanya sisa sedikit."
Laras memberikan botol berisi minyak goreng yang hanya tersisa sedikit di depan suaminya yang sedang melihat dia memotong ikan lele.
"Sudahlah. Mas mau tidur saja. Pusing berdebat sama kamu."
Bukannya memberikan uang kepada istri nya tetapi malah beranjak mau tidur. Dasar suami pelit dan mledit.
**** *** ***
Pagi pun tiba. Hari ini adalah hari Minggu di mana Banu sedang libur bekerja. Dia menghabiskan untuk memanjakan tidur sampai menjelang pukul 09.00 pagi. Dia mulai membuka matanya. Perlahan-lahan dia mulai memulihkan tenaganya. Di sampingnya, sudah tidak ada istri yang dianggapnya lusuh. Di luar jendela sorot silau matahari memancar menembus dinding kamar milik Banu sehingga dia mulai beranjak dari tidurnya.
Kriet!
Dia mulai membuka pintu kamarnya. Dia melihat lantai keramik yang berwarna putih kini berubah menjadi kehitam-hitaman karena Vano sedang bermain pasir yang diberi air dan Hingga lantai keramik tersebut menjadi kotor dan licin.
"Vano! Emak kamu ke mana? Lantai nya kok kotor sekali? Dasar pemalas Emak kamu itu."
Banu merasa pusing melihat ruangan yang licin serta mainan Vano yang berserakan.
"Pergi, Pak. Tapi tidak tahu ke mana," jawab Vano yang tertunduk. Takut dia akan dimarahi oleh bapaknya.
"Ini 'kan hari Minggu biasanya dia tidak bekerja. Tapi sekarang, pagi-pagi sudah keluyuran dan tidak pamit. Bikin tidak betah di rumah saja," gerutu Banu yang berjalan ke arah dapur. Perutnya sangat keroncongan.
Akhirnya Banu membuka tudung saji dan terhidang satu mangkok gulai lele yang menggugah selera. Dia mulai mengambil piring dan sendok di rak.
"Apa? Semua peralatan makan masih kotor dan banyak begini. Ngapain saja sih Laras ini. Mau ngerjain ya?"
Banu masih kesal dengan kelakuan istrinya yang tidak biasa seperti sebelumnya. Yang biasanya rumah sangat rapi dan bersih. Makanan pun sudah tersaji walau pun hanya masakan sederhana. Namun, masakan istrinya tergolong enak dan lezat. Dia kelimpungan sendiri melihat keadaan ini. Hari itu, dia merasa sangat sial dan terpaksa mencuci peralatan makan sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
Irma
dasar suami dzolim suami saya aja yg hanya petani bianya memberi nafkah ke saya 500000 RB untuk seminggu dan itu itu pasti ada lebih nya 250000 krna beras ngga perlu beli dan lebih nya biasanya saya tabung masa kamu yg kerjanya sebagai menejer Suma kasih uang 50000 RB jangankan seminggu 2 hari aja itu udah habis ngga bersisa kesel sendiri saya bacanya 😂😂 apa krna lagi hamil kali yah
2023-10-27
1