Nafkah Yang Kurang

Nafkah Yang Kurang

Sayur Asem

"Dek, Mas buatin kopi ya?" pinta Banu kepada Laras istrinya. Banu baru saja pulang bekerja sebagai Manajer kantor di salah satu kotanya dan duduk di kursi rotan yang berada di ruang tengah dan menyenderkan badannya yang terasa lelah karena seharian bekerja dan menguras banyak pikiran.

"Kopinya habis, Mas," jawab Laras datar.

"Beli dong, Dek. Mas sudah kehausan nih. Di kantor tadi Mas tidak sempat minum kopi karena kerjaan menumpuk," timpal Banu kembali sambil duduk di kursi rotan yang terdapat di ruang tengah dan mengernyitkan dahi.

"Gak punya uang, Mas. Uang buat beli kopi habis," jawab Laras dengan enteng dan tanpa rasa bersalah.

"Kemarin 'kan Mas sudah memberi kamu uang lima puluh ribu, Dek. Beras dan listrik 'kan Mas yang beli."

Banu merasa istrinya sudah diberi uang sebesar lima puluh ribu sepekan yang lalu. Dia merasa uang lima puluh ribu cukup untuk membeli kebutuhan makan selama sepekan mulai dari sayur, lauk pauk, gula, bumbu dan lain-lainnya.

Laras sudah mempunyai anak berusia tiga tahun yang kadang meminta jajan. Kasihan, teman-temannya pada jajan dengan bermacam-macam jajanan sementara anaknya, Vano hanya diam sambil menelan ludah. Apalagi, sekarang harga kebutuhan pokok sedang naik.

"Sudah habis Mas. Uang segitu mana cukup buat seminggu. Vano juga butuh uang jajan Mas. Kasihan jika dia sedih hanya karena tidak bisa jajan. Lagian jajan Vano itu hanya sehari sekali sudah nurut," gerutu Laras sambil membersihkan meja yang berantakan akibat anaknya yang sedang bermain tapi tidak dibereskan.

"Ya kamu jangan ngeluh terus dong. Jika begitu kamu ya bantu-bantu Mas kerja apa gitu, uang Mas 'kan tidak banyak. Jadi, kamu ya harus tahu diri dan pengiritan. Jadi istri itu cerdas sedikit kenapa? Ngatur uang untuk menghidupi anak dan suami satu saja tidak becus!"

Banu malah tersulut emosi kala mendengar keluhan dari Laras. Padahal seharusnya dia yang harus marah. Laras malah disudutkan dan diaanggap istri tidak becus. Bohong jika uang Banu tidak banyak karena beberapa bulan ini diangkat menjadi Manajer di tempat kerjanya. Banu merahasiakan kepada istrinya bahwa dia sebenarnya sudah naik jabatan. Yang awalnya sebagai staf biasa kini karena keuletannya dalam bekerja dan prestasi yang dicapainya akhirnya dia menjadi Manajer.

Namun, setelah menjadi Manajer, Banu malah semakin perhitungan kepada istrinya. Dia lebih royal kepada ibu kandung dan ingin menikmati uang nya sendiri untuk menyenangkan hatinya. Istrinya hanya dia beri uang cuma-cuma agar tidak pemborosan.

"Mas, saya itu sudah bantu-bantu di rumah Mbak Rosa menggosok pakaian dan memasak. Tapi tetap saja tidak cukup. Acara kondangan juga ada di sana sini, jika Laras tidak ikut kondangan pasti digunjing tetangga."

Laras tidak mau kalah dengan suaminya yang kini selalu marah jika membahas tentang nafkah yang kurang. Padahal Laras sudah berusaha untuk melakukan pengiritan dan sudah bekerja di rumah tetangga.

"Kamu ngutang di warung bu Ijah sana! Nanti hutangnya biar Mas yang lunasin."

Banu menyuruh istrinya untuk hutang di warung bu Ijah kala istrinya membeberkan alasan kenapa uang lima puluh ribu itu tidak cukup untuk digunakan dalam sepekan.

"Hutang minggu yang lalu belum lunas, Mas. Tadi, Laras sudah berusaha hutang telor tapi malah dimarahin, jadi Laras tidak mau ke sana jika tidak bawa uang," jawab Laras dengan nada sendu.

Banu tidak pernah menepati janji jika akan melunasi hutang istrinya di warung. Jika nanti Laras menanyakan uang untuk membayar hutang jawabannya uang nya sudah untuk membeli listrik dan beras. Padahal dengar-dengar dari teman sekantor suami Laras, gaji suaminya sebulan itu lima juta rupiah dan lumayan. Laras sepekan hanya mendapat jatah lima puluh ribu rupiah selama sepekan. Lantas uang yang sekian juta itu ke mana?

Sebenarnya Laras memiliki beberapa uang tabungan yang tidak seberapa. Namun, mengetahui sifat suaminya yang pelit dan mledit Laras tidak akan begitu saja menghabiskan uangnya. Hal itu akan membuatnya kacau sendiri dan jika ada kebutuhan mendadak dia akan kerepotan.

Brak!

Banu malah mendobrak meja dengan keras karena istrinya terus mencari alasan. Saat itu, Banu berdiri dan melenggang pergi keluar dari rumah entah mau pergi ke mana.

Sepuluh menit kemudian, Vano anak dari Laras yang tadi sedang bermain mobil-mbilan di teras rumah berlari ke arah Laras dan berkata,

"Mak, Bapak jahat. Mainan mobil Vano di buang bapak di tong sampah."

Bocah kecil itu menangis dan mengadu kepada Laras bahwa mainan mobilnya dibuang oleh bapaknya sendiri di tong sampah. Vano menangis sambil mengadu kepada Laras.

"Kok bisa dibuang? Memangnya salah Vano apa?" tanya Laras mencoba menyelidiki sebab mainan mobil tersebut bisa dibuang oleh suaminya sendiri.

"Kata bapak, Emak munafik. Buat beli mobil Vano saja bisa, tapi buat beli kopi tidak bisa. Begitu Mak, kata bapak."

Vano menjelaskan secara polos tentang sebab mainan mobilnya yang dibuang oleh bapaknya sendiri. Vano sekecil itu, tidak tahu kesalahan apa yang menghinggapi dirinya hingga bapaknya tega membuang mainannya. Dia hanya bisa menangis dan mengadu kepada ibunya.

"Oh. Sekarang jangan sedih lagi ya, Dek. Nanti, Emak beli lagi. Sekarang kamu mandi yuk. Sudah sore nanti keburu dingin."

Mata Laras berkaca-kaca karena suaminya tega membuang mainan anaknya sendiri. Padahal, dari menggosok pakaian di rumah tetangga, dia bisa membelikan Vano mobil-mobilan di pasar yang harganya lebih terjangkau.

Suaminya tidak pernah memikirkan mainan anaknya yang seharusnya sang bapak yang harus membelikan mainan untuk anaknya. Anak satu-satunya yang sedang mengalami masa bermain yang seharusnya didukung oleh orang tuanya agar perkembangan motoriknya berkembang dengan baik.

Hati Laras bagai teriris melihat anaknya sedih seperti itu. Dia tidak akan membiarkan Vano menangis lagi gara-gara ulah suaminya.

Tidak lama, Vano menurut apa kata emaknya. Bergegas Laras memandikan anak laki-laki semata wayangnya yang sangat disayanginya. Setelah mandi, Laras menyuruh Vano untuk makan. Karena sejak siang tadi Vano hanya bermain dan belum makan.

"Vano, kamu sekarang makan dulu ya? Habis itu, kamu bisa belajar mewarnai atau bermain kembali," kata Laras sambil menyodorkan sepiring nasi dengan sayur asem dan lauk tahu goreng untuk anaknya.

"Iya, Mak. Vano makan tahu goreng lagi ya? Mak, Vano tadi lihat bapak makan ayam goreng. Kok Vano gak dikasih ya?"

Vano dengan polosnya mengatakan perihal bapaknya yang sedang memakan ayam goreng.

"Masa sih? Memangnya Vano lihat bapak di mana saat makan ayam goreng?" tanya Laras dengan penasaran. Setahu Laras, suaminya tadi belum makan masakan rumah yang dia masak. Saat meminta kopi karena tidak dibuatkan, dia langsung keluar entah ke mana.

"Iya, Mak. Vano tadi ngikutin bapak di warung tante Janet. Bapak makan Ayam goreng dan minum es jeruk di sana. Vano jadi pengen Mak. Vano tadi ngumpet di balik pohon mangga takut bapak Marah."

Degh!

Jantung Laras terasa berhenti berdetak. Dia tidak menyangka. Di luar sana suaminya malah makan enak dan seenaknya cuci mata dengan janda yang terkenal genit. Hatinya semakin bergemuruh dan tidak karuan.

Ternyata anaknya melihat suaminya sedang makan di warung Janet. Wanita janda yang mempunyai warung makan sederhana di pojok komplek perumahannya. Janda yang banyak disukai kaum pria di kompleknya karena kecantikannya dan juga suka berdandan secara berlebihan.

Untuk membeli skincare dan make up jelas Laras tidak mempunyai uang cukup untuk membelinya. Dia mengutamakan kebutuhan suami dan anak semata wayangnya yang kini dalam masa pertumbuhan yang harus dipenuhi asupan gizinya.

"Sayang, kapan-kapan jika Emak ada rezeki yang lebih, Mak akan membelikan mainan untuk Vano dan membelikan ayam goreng. Sekarang, makanan nya dihabiskan ya?"

Sambil mengusap-ngusap rambut sang anak, Laras memberikan harapan kepada Vano untuk membelikan mainan dan ayam goreng jika nanti diberi rezeki yang lebih. Kini mata Laras berkaca-kaca karena melihat anak nya sedang makan ala kadarnya yakni sayur asem dan tahu goreng.

Sementara bapak nya sendiri di luar sana sedang anak-anak makan ayam goreng di warung seorang janda. Hati Laras begitu sakit mendengar penjelasan anak nya tadi. Hatinya menjerit dan ingin membuktikan kepada suaminya bahwa dia bisa membahagiakan Vano dengan usaha dan jerih payahnya.

Terpopuler

Comments

Tiana

Tiana

salah pilih suami

2023-11-28

0

nita123

nita123

mampir kak

2023-11-27

0

Uthie

Uthie

Cerita yg menarik 👍👍👍

2023-11-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!