“APAAA!!!”
Naziya terkejut. Seketika desir darah melaju cepat hingga ujung kepala. Emosinya memuncah, prasangka yang merundung tidak dapat lagi terbantah.
“Naziya enggak mau bu!” suara lantang Naziya terdengar dari seberang sana.
Sementara Farida, masih tetap tenang berbincang dengan Arjuna di saluran telepon. “Nak, maaf. kalau boleh, nanti kita sambung lagi ya,” ujarnya lembut.
“Enggak apa-apa, tante. Boleh Juna ngobrol sebentar sama Naziya?” pinta Arjuna tak kalah lembut.
Farida ragu. “Bener kamu mau ngobrol sama Naziya? Hati-hati, kalau lagi ngambek gini dia bisa makan orang.”
Terdengar suara kekehan renyah dari sambungan telepon.“Juna sudah pernah dimakan Naziya bu,” ujarnya disela tawa ringan, hingga membuat kedua alis Farida berkerut bingung.
Lalu keduanya saling melempar tawa, tanpa mengetahui air muka Naziya yang sudah merah padam karena marah.
“Siniin bu teleponnya,” sambat Naziya. Wanita itu lantas meraih benda pipih itu dari tangan ibunya.
Dengan napas yang menderu, tanpa salam, Naziya berseloroh. “Apa maumu, Juna?”
“Menikah,” Arjuna menjawab. “Bukankah, aku sudah bilang kemarin. Ayo kita menikah?!”
“Tapi, aku belum sepenuhnya menyetujui perjodohan ini,” Naziya merasa tertantang. “Pasti kamu ingin...” ucapan Naziya sontak terhenti, sesaat melihat ibunya yang tengah memperhatikannya.
“Ingin apa, Naziya? Kenapa tidak kamu teruskan ucapanmu itu?” celetuk Arjuna dari sambungan telepon.
Naziya mencoba mengatur napasnya. Dia merasa tak terima dengan sikap Arjuna dan sang ibu yang berbuat seenaknya.
“Dengar, Jun-Jun. Aku tidak akan menikah denganmu walau laki-laki di dunia ini tinggal kamu seorang!” cecarnya dan langsung mengakhiri sambungan telepon.
“Ibu, Naziya gak mau menikah sama Juna!Ziya sudah punya laki-laki pilihan Ziya sendiri.”
Airmata Naziya luruh begitu saja. Harga dirinya sebagai wanita terluka. Dia merasa Farida dan Arjuna tidak menghargainya karena mengambil keputusan sepihak.
Naziya gegas masuk ke kamar. Wanita itu melempar diri di ranjang dan menangis.
Dia menangis, bukan hanya merasa tidak dihargai. Ada sedikit rasa bersalah dan ketakutan. Apakah dia akan terjebak dalam pernikahan palsu? Apakah Arjuna hanya ingin balas dendam kepadanya? Dan, bagaimana jika Farida tahu bahwa Naziya dulu merundung Arjuna yang merupakan putra dari sahabat ibu dan ayahnya.
Entahlah, semua perasaan kalut sedang bertarung hebat dalam dirinya.
***
Pagi itu cuaca sangat indah. Cahaya keperakan naik ke cakrawala. Namun, tidak seindah suasana di rumah Farida.
Masih membekas guratan kekecewaan di wajah Naziya.
Kedua matanya membengkak dan beberapakali sisa isak terdengar di deruan napasnya.
Namun, Farida pun tak ingin kalah. Dia tahu kalau Arjuna adalah laki-laki yang tepat untung sang putri.
Mereka berdua saling diam. Farida asyik dengan pekerjaan rumah yang biasa dia lakukan. Sementara, Naziya asyik mempersiapkan diri untuk bekerja.
Tidak ceroboh seperti biasanya. Setelah mandi, Naziya menjemur handuknya rapi.
Naziya pergi begitu saja ke kantor siaran. Sesampai disana, dia mencurahkan segala kebimbangannya kepada Putri.
“Demi Tuhan, Ziya. Arjuna benar-benar memintamu menikah dengannya?” Putri juga memiliki intuisi yang sama.
Pasti Arjuna ingin membalaskan dendamnya kepada Naziya.
“Sungguh, laki-laki pengecut,” umpat Putri.
Naziya mendesah resah, “Tapi Put, sekarang ibu jadi enggak menegurku, semua ini gara-gara aku mencecar Arjuna. Sepertinya dia sudah terhipnotis sama si Jun-Jun,” ungkapnya penuh kekesalan.
Putri menaikkan bibirnya sebelah. “Ini mah sudah pasti, dia sudah menjerat ibu kamu, Ziy,—untuk menjebak kamu. Kalau enggak, mana mungkin dia bisa sedekat itu sama tante Farida,” hasut Putri.
Naziya mengangguk tegas. “Ya, dia pasti sudah merencanakan ini dari awal, Put.”
“Jadi, apa rencanamu berikutnya, Ziy?” tanya Putri lagi.
Naziya menoleh, wajahnya bingung. Seketika dia menaikkan kedua bahunya. “Enggak tahu, Put,” ungkapnya polos.
“Ya elah, Ziy. Ini udah mode perang, kamu masih enggak tahu rencanamu apa. Kamu bisa kalah telak ngelawan si Jun-Jun. Apalagi kamu bilang kalau dia anggota pasukan khusus. Heh, sudah menang telak, dia,” celoteh Putri yang sontak memancing emosi Naziya.
“Kamu sebenarnya belain aku atau si Jun-Jun sih,” gerutunya seraya menyipitkan mata.
“Bantuin dong, buntu nih,” tambahnya lagi.
Putri nampak berpikir keras. Setelah beberapa detik, lengkungan dibibirnya melebar. “Gimana kalau kamu kawin lari aja sama pak Bram?”
Naziya sontak melotot. “Gila kamu, Put? Bisa di coret nama aku dalam kartu keluarga.”
Mengingat dikeluarga Naziya—etika dan adab sangat dijunjung tinggi. Jangankan 'kawin lari', minggat dari rumah saja, Naziya bisa terancam—tercoret dari garis keturunan Harris dan Farida.
Naziya menggeleng cepat. “Enggak ada ide lain apa, Put.”
“Berarti cara satu-satunya, terima pernikahan itu. Gimana, alih-alih Jun-jun yang balas dendam, kamu aja yang kembali bully dia,” tawa Putri lepas begitu saja.
Naziya menyeretkan lirikannya. “Put, kamu lupa, kalau Arjuna sudah bermetamorfosa. Dia bukan lagi Jun culun si buruk rupa. Belum lagi, dia pasukan khusus.”
Kini mereka kompak menghela napas berat.
“Apa iya, ini kutukanku karena merundung Arjuna.” Batin Naziya.
***
Naziya dikejutkan dengan suara ponselnya sendiri. Dia menyembunyikan layar ponsel dari dalam tas bahunya.
Benar saja, panggilan itu dari Arjuna. Sementara, wanita berparas ayu itu tengah bersama Bram—di dalam mobil.
Naziya menyambungkan panggilan itu? Oh, tentu tidak. Dia me-reject panggilan pria yang akan menikahinya tersebut.
Namun, semakin Naziya mematikan sambungan telepon itu, Arjuna semakin gencar menghubunginya. Pria itu tak akan kalah begitu saja.
Hingga, suara dering itu memancing perhatian Bram. “Kenapa enggak diangkat saja teleponnya?”
Naziya berdeham, tenggorokannya tercekat, seperti dia sedang kepergok berbuat dosa. “Ehm... Enggak, ini spam ... Spam,” bohong Naziya, seraya menonaktifkan ponselnya.
Kedua bola mata Bram menyipit, Naziya tidak pintar berbohong. Pria itu mulai mencurigainya.
“Ziy, kamu sayang enggak sama aku?” tiba-tiba Bram bertanya.
Naziya menautkan kedua alisnya. Pertanyaan yang dilontarkan Bram, sungguh membuat dia terkejut.
“Maksudmu?” Naziya menatap lekat sang kekasih. “Kalau aku enggak sayang sama kamu, mana mungkin aku duduk disini.”
Naziya meraih tangan Bram dan menautkan jari-jarinya dengan milik Bram. Mereka saling bergenggaman tangan. Kemudian, saling melempar senyum.
Bram kembali tersenyum, pria itu mendaratkan kecupan hangat di punggung tangan Naziya.
Hati Naziya berbunga. Begitupula dengan Bram. Malam ini, malam yang indah untuk mereka berdua.
Bahkan, panorama malam kala itu—dengan purnama yang nampak tersenyum kalah indahnya dengan perasaan kedua sejoli itu.
Demi Tuhan, jika dapat memilih. Naziya menginginkan Bram yang menghiasi hari-harinya.
Naziya merasa, dia dan Bram memiliki banyak kesamaan. Dari pandangan tentang hidup hingga beberapa kesukaan yang sama.
Sejenak wanita itu melupakan praharanya dengan Arjuna. Kedua matanya hanya memandang Bramasta Prayoga. Pria tampan yang kini duduk di sebelahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Reni
next
2023-11-23
1