Kala itu cuaca sedang terik-teriknya. Naziya dan Putri baru saja masuk ke kelas setelah diam-diam pergi ke kantin ditengah jam pelajaran.
Dengan beralasan ke toilet, Naziya dan Putri meluncur ke kantin untuk membeli es teh dan gorengan.
Setelah melihat bu Irma, guru bahasa Indonesia yang tengah berjalan di koridor sekolah menuju kelasnya, secepat kilat Naziya berlari dan melompati jendela lalu kembali duduk rapi di kursinya—nomor dua dari belakang.
“Hari ini kita kedatangan siswa baru, dia pindahan dari Jakarta. Ayo kenalkan diri kamu!” Irma tersenyum ramah.
Anak lelaki dengan wajah kusam serta terdapat beberapa bercak putih di wajahnya itu nampak tertunduk.
Seraya menggaruk-garuk kepalanya, dia memperkenalkan diri. “Saya A-Arjuna Rakanuala, saya pindahan dari SMP Melati Bangsa, Jakarta,” ucapnya gugup.
Namun, ini adalah hari terburuk Arjuna. Tidak ada satupun siswa yang memperdulikan sesi perkenalan tersebut. Siswa lainnya asyik mengobrol sendiri.
Arjuna mengangkat kepala, sepasang netranya menatap lurus ke depan. Ya, untuk pertama kali, dia melihat Naziya.
Hanya Naziya yang memperhatikan dengan seksama seraya berseringai.
“Ya sudah, kamu boleh duduk. Itu bangku kosong di sebelah Naziya,” ujar guru bahasa Indonesia tersebut.
“Lanjutkan tugas kalian, ibu kembali ke kelas IX-C dulu.” Irma berlalu meninggalkan kelas.
Kedua netra Naziya terus menatap Arjuna, tepat saat Arjuna duduk, gadis itu memulai aksinya.
“Hadeeeh, kok bisa sih, kelas ini kedapetan anak baru modelan kayak gini!” sindirnya di sela seringai iblisnya.
“Ups, barudak!!! Dari Jakarta ieuh,” teriak Naziya dengan nada mengejek sambil berdiri.
“Heh, kamu! Ke sekolah mandi gak?” Naziya kembali terkekeh, hingga gemuruh gelak tawa mengisi seluruh penjuru kelas.
Arjuna tidak menggubris, dia meletakkan tas ranselnya kebelakang. Kemudian mengambil buku tulis dan alat tulis lainnya.
***
“Frappe dan lemon tea ....”
Naziya terhenyak ketika seorang pelayan datang dengan membawa minuman pesanan mereka. “Maaf, mau tambah cemilannya, kakak?” tawar pelayan itu.
Arjuna hanya menatap dalam wanita cantik didepannya tersebut, sementara Naziya menggeleng ragu.
“Baiklah, selamat menikmati,” ucap pelayan itu lalu meninggalkan mereka berdua.
“Jadi kamu anaknya tante Farida?” lelaki bermata bening itu mengulum senyum menangkap kegugupan Naziya.
“Kamu Arjuna, Arjuna Rakanuala? Astaga ..., ” Naziya mendesah resah. Seandainya bisa, dia akan menghilang dari hadapan Arjuna detik itu juga.
“Mati aku, ternyata dia anaknya tante Nala. Kalau ibu sampai tahu dulu aku suka bully dia disekolah, bakal habis aku diseret ke neraka,” racaunya dalam hati.
Arjuna tergelak, dia mengangguk tegas mengkonfirmasi kebenaran. “Iya, ini aku. Arjuna, 'Jun culun si buruk rupa',” ungkapnya disela tawa.
“Aku ...” Naziya berdehem, berusaha membebaskan suaranya yang tercekat di tenggorokan. “Bagaimana ini?” jeritnya dalam hati. Naziya tak sanggup berkata-kata.
Wanita itu hanya berharap akan ada keajaiban yang bisa membuatnya pergi dari hadapan lelaki yang berada di hadapannya itu.
Tak berselang lama, sepertinya dewi fortuna berpihak pada Naziya. Suara ponsel Arjuna berdering.
Wajah Arjuna berubah tegang setelah mendapat telepon itu. “Siap, Pak,” hanya itu yang keluar dari bibirnya.
Setelah mengakhiri panggilan. Lelaki itu kembali mengumbar senyum. “Sepertinya, pertemuan kita hanya sampai disini.”
Entah darimana dorongan itu, Naziya berani mengangkat pandangannya. Menatap lekat wajah Arjuna. “Kamu mau pergi?”
Arjuna tertawa, kedua matanya menyipit. “Pinjam ponselmu.” Arjuna menengadahkan tangan. “Aku ada dinas mendadak!”
Naziya seperti tak punya pilihan, wanita itu akhirnya mengeluarkan ponsel bersilikon stroberi.
“Kamu masih sama ....” Arjuna bergumam lirih. “Oke!” ujarnya setelah menyimpan nomor Naziya di ponselnya.
“Maaf, aku tidak bisa mengantarkanmu pulang. Salam saja ke tante Farida.”
Arjuna berdiri, kedua mata tajam itu terus menatap Naziya. Sesaat kenangan saat mereka duduk di bangku SMP membuat Naziya teringat.
Dalam hati dia berkata, tatapannya masih sama, ini bukan tatapan kebencian, tapi... Ah! Apa yang sedang aku pikirkan!
“Maaf!” suara Naziya bergetar. “Aku ....” belum sempat menyelesaikan ucapannya. Arjuna mengulum senyum simpul.
Naziya ... Ayo kita menikah! Potong Arjuna dengan suara lembut.
Naziya terkesiap. Wajahnya bersemu merah—tiba-tiba. Dalam hatinya, dia benci untuk mengakui. Akan tetapi, entah kenapa Naziya merasa nyaman dengannya—Arjuna.
***
“Astaga, Put. Kamu tahu siapa anaknya tante Nala. sahabat ibuku itu.”
Naziya mondar-mandir di depan Putri sambil mengacak-acak rambutnya.
Kedua mata bersoftlens abu itu terus mengikuti gerak Naziya, siapa lagi kalau bukan mata Putri.
“Emang siapa?” tanya Putri santai.
“Dia Arjuna, Put. Arjuna Rakanuala, 'Jun culun si buruk rupa. Kamu ingat?!” sahut Naziya dengan mata melotot.
Putri pun ikut cengo. “Serius, Ziy?”
“Bagaimana ini, bagaimana kalau selama ini dia mengadu ke orangtuanya. Atau, dia mau balas dendam sama aku? Ya Tuhan,” gundah Naziya.
Sementara itu, Putri yang masih duduk terdiam ikut mengingat-ingat. Apa yang mereka lakukan kepada Arjuna sepuluh tahun silam.
“Kita, emang agak keterlaluan sih sama Arjuna,” ungkap Putri.
“Kita yang buat dia mendadak di setrap bu Lisa, gara-gara buku PRnya kamu robek, Ziy!” Putri mengingatkan salah satu perbuatan Naziya.
Naziya menoleh, menatap sengit wanita yang tengah memegang lolipop itu. “Bukan hanya aku, tapi semuanya, seisi kelas!” tegas Naziya.
Putri terkekeh, “Tapi, Ziy ... Kan kamu yang provokatorin,” Putri menahan senyumnya.
“Aaargh!” suara Naziya melengking hingga ke langit-langit ruang kantornya.
Putri pun terdiam kaget. Dia hanya bisa memperhatikan sahabatnya yang masih saja mondar-mandir seperti setrika.
***
Apa?! Enggak, Ziya enggak mau menikah sama Arjuna bu,” rengek Naziya kepada Farida.
Farida menghela napas kasar. “Kan kamu sudah bersumpah 10 tahun yang lalu mau nikahin orang yang kasih kamu kue stroberi. Dia putranya tante Nala, Ziya,” tutur Farida.
“Dan pernikahan kalian sudah kita tetapkan tiga bulan lagi,” tambah Farida.
“Apa? Sumpah ibu bilang?” kedua alis Naziya berkerut karena heran.
“Kamu lupa ya, 10 tahun yang lalu, sebelum ayah kamu kecelakaan. Ibu sama ayah enggak sempat belikan kue tart stroberi buat ultah kamu. Sampai-sampai kamu nangis semalaman. Nah paginya, nak Arjuna bawain kue stroberi kesukaan kamu,” ungkap Farida.
Naziya melebarkan kedua matanya. “Hah?!”
Farida tersenyum tipis. “Dan kamu ingat, kamu bersumpah jika itu wanita akan kamu jadikan saudara dan jika itu laki-laki akan kamu jadikan suami.”
“Kan pas tuh, yang ngantarin kue itu teh Vivian—kakaknya Arjuna, dan Arjuna,” tambah Farida lagi dengan senyum puas.
“Ibu!!!”
Naziya mengerjapkan kedua matanya berkali-kali. “Tapikan itu hanya sumpah main-main. Masa iya dianggap serius, waktu itu Naziya baru belia bu,” sanggahnya.
Farida tertawa. “Sumpah tetap sumpah Naziya. Lagipula, emang kenapa sama Arjuna. Dia gantengkan? Pekerjaannya menjanjikan. dan dia sudah punya apartemen sendiri.”
Ponsel Farida berbunyi, sekali, dua kali ... Farida melirik sekilas, “Arjuna ...” gumamnya sendiri. Segera dia menyambut sambungan telepon itu.
“Tante, maaf Juna enggak sempat antarin Naziya kemarin. Juna harus segera ke Timika,” suara Arjuna terdengar karena Farida sengaja menyalakan loud speaker.
“Iya, nak enggak apa-apa. Naziya langsung pulang kok.
Mendengar itu Naziya hanya bisa diam, akan malu rasanya jika Arjuna mengetahui kalau dirinya sedang menguping pembicaraan sang ibu dengan Arjuna.
Suara helaan napas Arjuna nampak jelas terdengar. “Tante ... Juna sudah bilang ke mama. Tiga bulan terlalu lama, sepulang Juna dinas saja, kami menikahnya,”
“Apa!!!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Reni
hayoooo lhoooo malah dimajuin 😅 btw ini Juna kayae emg dah ada rasa ya dari kecil
2023-11-23
1
KaryaFyrstaa
ikutin terus ceritanya ya kak, terimakasih🤗
2023-11-01
1
Farida Wahyuni
juna beneran suka sama zia, atau cuma mau balas dendam nih.
2023-11-01
1