“Kita berbicara di Indomarch depan aja,” ujar Lisa tanpa menoleh sedikit pun ke kemudi, bahkan ini suara pertamanya sejak memasuki mobil fortuner putih ini.
Sebenarnya ada alasan kenapa Lisa memilih minimarket itu sebagai tempat untuk mereka berbicara nanti. Selain karena lokasinya cukup dekat dengan kosannya, sehingga dia bisa pulang berjalan kaki saja ketika selesai, tapi juga karena dia berencana untuk berbicara di dalam mobil yang terparkir di sana saja. Sebisa mungkin dia ingin meminimalisir orang-orang melihat interaksi mereka. Namun sepertinya Yuda tak sependapat dengan pikiran Lisa. Mobil itu terus melewati Indomarch tersebut.
“Lo mau bawa gue ke mana?” ucap Lisa dengan sedikit waswas.
“Bukan gue-lo, tapi aku-kamu,” koreksi Yuda sambil menoleh sebentar ke samping. “Aku nggak suka kamu pakai lo-gue saat berbicara denganku."
“Berhenti sekarang. Gue mau turun. Gue mau pulang.” Lisa tidak mengindahkan perkataan Yuda. Menurutnya tak penting. Sekarang yang ingin dia lakukan hanyalah turun dari mobil ini. Sepertinya dia sudah membuat kesalahan dengan pulang bersama Yuda. Dia tidak tahu ke mana cowok itu akan membawanya.
“Kita makan dulu. Kamu pasti lapar.”
Yuda membelokkan mobilnya ke sebuah kafe yang bergaya minimalis dengan sentuhan tema chic. Dari luar, kafe ini terlihat sangat ramai.
“Yuk turun!” ajak Yuda seraya membuka savebelt-nya.
Lisa tidak menanggapi. Dia memilih fokus dengan ponselnya untuk memesan gojek online. Dia benar-benar ingin segera pulang ke kosannya sekarang. Namun tiba-tiba ponselnya sudah berpindah tangan dan kini berada di saku celana Yuda.
“Kembalikan ponsel gue,” pinta Lisa dengan setengah berteriak.
“Kita makan dulu, baru nanti aku antar pulang.”
“Gue nggak lapar dan sini-in HP—“
Kyruuukkk... Ucapan Lisa spontan terpotong saat perutnya tiba-tiba berbunyi. Sedangkan Yuda langsung cekikikan kecil. Dia segera membuka pintu dan keluar dari mobil. Setelah itu dia berputar menuju pintu di samping Lisa dan membukanya dengan senyum lebar.
“Aku janji setelah kita makan, aku akan mengantarmu pulang,” ujar Yuda.
Lisa sedikit bersungut-sungut sebelum turun, merutuki perutnya yang berbunyi di saat yang tidak tepat. Dia akhirnya mengekori Yuda memasuki kafe bernama Connected tersebut. Kafe ini benar-benar sangat ramai. Hampir semua kursi sudah dipenuhi. Kebanyakkan diisi oleh anak-anak muda. Mereka tampak asyik bercengkrama. Beberapa ada yang berfoto-foto di spot-spot unik yang sudah disediakan. Tempat ini sangat Instagramable.
“Mau ke mana?” Lisa mengernyitkan alis ketika Yuda tidak menuju salah satu kursi pengunjung di kafe ini. Dia justru melewati tempat kasir dan melewati pintu yang bertuliskan “Only Employee”.
“Kita makan di ruanganku saja. Di sana sudah penuh,” jawab Yuda sambil membuka pintu berwarna coklat tua hingga menampilkan sebuah ruangan dengan dominan berwarna putih.
Lisa terpaku di tempatnya, ragu-ragu untuk masuk. Ruangan ini tampak seperti kantor para bos di TV yang lengkap dengan furniturnya, sedikit membuatnya merasa terintimidasi. Dia tidak pernah memasuki ruangan seperti ini sebelumnya.
“Masuklah!” suruh Yuda.
Lisa masih bergeming di tempatnya.
“Santai saja. Ini kantorku. Kafe ini punyaku.”
Pantes, batin Lisa. Dari awal dia sudah menduga karena Anin memang pernah menceritakannya. Kemudian Lisa mendekati sofa panjang yang berhadapan langsung dengan sebuah TV.
“Ini HP-mu.” Yuda menyodorkan benda segiempat itu.
Lisa segera mengambilnya dan langsung memasukkan ke dalam tas.
“Mau pesan apa?” tanya Yuda sambil duduk di samping Lisa.
“Terserah,” jawab Lisa tidak berminat meskipun perutnya sedang lapar. Dia sedikit menggeser duduknya karena posisi Yuda terlalu dekat.
Melihat reaksi Lisa, Yuda tersenyum kecil. “Nasi goreng sama jus alpukat, mau?”
“Terserah.”
“Bentar ya, aku pesankan dulu.”
Yuda bangkit dari tempat duduknya dan pergi keluar. Lima menit kemudian, dia sudah kembali dan duduk di tempat semula. Kini dia memandang wajah Lisa dengan lekat, seolah menyampaikan kerinduan yang selama ini melingkupinya. Sementara Lisa merasa sangat tidak nyaman. Tatapan itu membuatnya mengingat masa lalu.
“Kenapa lo memposting foto gue di IG lo,” tanya Lisa setelah keheningan melanda cukup lama dan dia mulai menyadari tujuannya untuk bertemu dengan Yuda.
“Kenapa? Memang nggak boleh?”
“Nggak. Itu foto gue. Lo nggak boleh posting foto orang sembarang tanpa izin,” tukas Lisa dengan suara yang sedikit lantang.
“Kamu bukan orang sembarang bagiku. Kamu pacarku dan aku nggak perlu—“
“LO BUKAN PACAR GUE. KITA SUDAH PUTUS,” potong Lisa, nada suaranya naik beberapa oktaf.
“Kita nggak pernah putus. Kita masih pacaran,” bantah Yuda.
“Sejak lo ngaku pacaran dengan Mbak Raya, sejak itu kita putus.”
“Kita nggak pernah putus karena tidak ada kata putus yang—“
Suara ketukan membuat kedua sosok itu refleks menoleh ke pintu. Pintu itu kemudian terbuka dan seorang laki-laki berseragam coklat muda masuk sambil membawa sebuah baki yang sudah penuh terisi dua piring nasi goreng dan dua gelas jus alpukat.
“Ini makanannya bos,” ucap laki-laki berseragam itu dengan meletakkan baki tersebut ke atas meja.
“Thanks, Den,” ujar Yuda.
Laki-laki itu membalas dengan anggukan sebelum keluar. Lisa bangkit dari duduknya dan ikut keluar. Dia ingin segera pulang, ingin segera berbaring di tempat tidurnya, tidak ingin lagi berada di satu ruangan bersama Yuda. Terserah Yuda mau menganggapnya apa tentang hubungan mereka. Dia nggak mau peduli. Yang jelas baginya, hubungan mereka sudah berakhir. Titik.
Selama perjalanan dari kafe Connected hingga memasuki Gg. Gading III ini, tidak sekalipun suara Lisa terdengar. Yuda beberapa kali memang memberikan pertanyaan, namun Lisa seolah tidak mendengar dan mengabaikannya.
Awalnya Lisa ingin pulang dengan gojek online yang sudah dipesannya, namun Yuda menarik pergelangan tangannya dan memaksa untuk ikut menuju mobil cowok itu. Lisa sempat menepis tangan Yuda dan hendak berlari, hanya saja Yuda sudah kembali memegangnya. Karena tidak ingin menjadi pusat perhatian para pengunjung yang disebabkan pertikaian mereka, Lisa akhirnya memilih untuk masuk ke mobil fortuner tersebut.
Setelah menempuh perjalanan hampir tiga puluh menit, mobil itu berhenti di depan pagar kosan Melati Ragunan. Lisa buru-buru memegang handel pintu untuk membuka, tetapi tidak bisa karena masih terkunci.
“Buka!” kata Lisa dengan tatapan sedikit sengit.
“Besok kamu ada acara apa?” tanya Yuda yang tidak mengacuhkan perkataan Lisa.
Lisa juga tak mengindahkan perkataan Yuda. Dia justru kembali mengulang perkataannya agar Yuda membuka pintu. Melihat gelagat Lisa yang tidak bersahabat, Yuda dengan sedikit terpaksa membuka kunci pintu mobilnya.
Lisa tergesa-gesa hendak turun. Tetapi belum sempat kakinya menginjak aspal jalan, tangan kanannya ditarik hingga tubuhnya menghadap ke Yuda. Lalu dia merasakan sesuatu yang lembut menempel di bibirnya.
“Selamat malam. Semoga mimpi indah,” ucap Yuda setelah sedikit menjauhkan kepalanya.
Lisa terpaku sejenak sebelum mendorong tubuh Yuda dengan kuat. Dia segera turun dari mobil dan melewati pagar kosan tanpa menoleh ke belakang. Dadanya berdebar dengan sangat kencang. Mukanya sedikit memerah. Kejadian tadi benar-benar tidak pernah dia duga sebelumnya. Lisa tidak menyangka kalau Yuda akan mencium bibirnya.
Kepala Lisa menggeleng-geleng. Tidak. Tidak. Bibirnya masih perawan. Tadi Yuda tidak mencium bibirnya. Sebenarnya hampir. Bibir cowok itu hanya menempel di sudut bibirnya saja.
Lisa mengembuskan napas lega ketika sudah membuka pintu kamarnya. Dia langsung membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. Ditatapnya langit-langit kamar dengan pikiran berkecamuk. Hari ini terlalu banyak kejadian yang cukup menguras tenaga dan otaknya. Dan semuanya berkaitan dengan Yuda.
Kyruuukkk... Perut Lisa berbunyi untuk kedua kalinya malam ini. Dia lantas berdiri dan mengambil handuk yang digantung di belakang pintu. Lisa berniat untuk mandi dan setelahnya akan mengajak Anin untuk membeli makanan.
Lisa terlihat lebih segar saat keluar dari kamar mandi. Dia pun buru-buru berpakaian karena perutnya kembali berbunyi.
“Lisa! Lisa!” panggil Anin dari balik pintu kamar diikuti suara ketukan.
“Ya, tunggu sebentar,” sahut Lisa sambil berjalan mendekati pintu.
“Nih, ada titipan.” Anin menyodorkan sebuah kantong plastik putih.
“Dari siapa?” tanya Lisa seraya membuka kantong itu, dilihatnya ada dua kotak berlogo ayam.
“Dari Bang Yuda,” jawab Anin sebelum masuk ke dalam kamar dan duduk di karpet. “Yuk makan! Kata Bang Yuda, satu untuk gue,” timpalnya.
Lisa menghampiri Anin dan duduk tepat di depannya. “Kapan dia memberikannya?”
“Baru saja.”
“Gue nggak mau.” Lisa menyodorkan plastik itu ke Anin.
“Kenapa? Mumpung gratis nih!”
“Gue nggak mau menerima apapun pemberian—“
Kyruuukkk... Lagi-lagi cacing di perut Lisa berulah. Anin spontan tertawa. Dia mengambil sebuah kotak berlogo ayam tersebut, kemudian membukanya dan meletakkan di depan Lisa.
“Sebaiknya terima saja. Kasihan cacing-cacing di perut lo,” tukas Anin dengan membuka sebuah kotak yang lain. “Sebenarnya gue sedikit terkejut karena tiba-tiba Bang Yuda nge-chat gue. Gue kira ada sesuatu hal yang terjadi sama lo. Tapi ternyata Bang Yuda hanya ingin memberikan makanan ini untuk lo. Katanya tadi lo nggak sempat makan,” cerita Anin sebelum memasukkan potongan daging ayam ke mulutnya. “Memangnya tadi kalian ke mana?”
Lisa tidak merespons. Dia tampak sibuk mengambil sepotong kecil daging ayam dan memasukkan ke dalam mulut. Benar kata Anin, sebaiknya dia menerima saja pemberian Yuda kali ini. Apalagi perutnya benar-benar sangat lapar sekarang.
“Oh ya, gimana kalau besok kita jalan-jalan? Ke Monas atau ke Kota Tua misalnya.”
“Boleh,” angguk Lisa. “Kita ajak Wilda yuk!”
“Boleh, boleh. Dia bisa jadi tour guide kita.”
“Sip, nanti aku WA dia deh.”
“Lisa! Anin!”
Merasa nama mereka dipanggil, Lisa dan Anin menoleh ke sumber suara. Akhirnya sosok Wilda yang ditunggu-tunggu datang. Mulanya Wilda berjanji akan menjemput mereka di kosan dengan mobil. Tetapi setengah jam sebelum waktu janjian, Wilda tiba-tiba menelepon dan mengatakan kalau ban mobilnya bocor. Setelah itu mereka berjanji bertemu di sini, di Kota Tua yang terkenal dengan sebutan Batavia Lama.
Ekspresi wajah Lisa langsung berubah masam saat melihat salah satu wujud laki-laki di belakang Wilda. Dia tidak tahu mengapa Yuda bisa berada di sini. Tidak mungkin karena kebetulan saja, kan? Apa mungkin Wilda yang mengajaknya? Namun mengapa dia tidak bilang-bilang sebelumnya.
“Nggak papa kan kalau abang gue dan Bang Yuda ikut?” tanya Wilda ketika dia sudah berhadapan dengan Lisa dan Anin. “Tadi ban mobil gue bocor, terus gue nelpon abang gue dan ternyata dia sama Bang Yuda. Karena mobil gue di bengkel, gue minta antar ke sini dan juga supaya mereka bisa jadi supir-supir kita,” jelas Wilda.
“Nggak papa kok Wil. Makin banyak orang makin seru,” sahut Anin. “Ya kan, Lis?” ucapnya meminta persetujuan.
Lisa mengangguk sangat pelan, nyaris tak terlihat. Sebenarnya dia ingin membantah. Dia tidak ingin Yuda ikut acara jalan-jalan mereka. Tapi dua suara sudah setuju, jadi terpaksa dia harus ikut menyetujui juga. Suara mayoritas pasti akan selalu menang.
Selama penjelajahan mereka menggelilingi Kota Tua ini, Lisa lebih banyak diam. Beberapa kali dia akan merapat ke Wilda atau Anin jika Yuda berniat untuk mendekatinya. Lisa berusaha untuk tidak menciptakan interaksi dengan lelaki itu.
“Lisa!”
Kepala Lisa refleks menoleh ketika mendengar namanya dipanggil. Seorang cowok berkacamata setengah berlari kecil menghampirinya. Dia merasa tidak asing dengan wajah cowok tersebut. Ah, Dia ingat. Cowok itu Adnan, dulu satu SMA dengannya dan Anin tetapi berbeda jurusan. Mereka berdua jurusan IPA sedangkan Adnan jurusan IPS. Dan Adnan juga pernah menyatakan cinta kepadanya, cuman Lisa menolaknya.
“Apa kabar? Lama kita nggak jumpa sejak kelulusan.”
“Sehat. Lo kuliah di Jakarta juga?”
Adnan mengangguk. “Gue kuliah di UVJ, Universitas Veteran Jakarta. Gue jurusan Manajemen Bisnis. Kalo lo di kampus mana?”
“Di Banus. Gue dan Anin di Jurusan Statistika.”
“Lo sama Anin ke sini?” Kepala Adnan celingak-celinguk mencari sosok Anin.
Kepala Lisa juga ikut celingak-celinguk. Memang tidak ada Anin di dekat mereka sekarang. Mungkin gadis itu sudah pergi duluan. Di sini hanya ada Yuda. Laki-laki itu menatap Adnan dengan tatapan tajam.
“Eh, boleh foto bareng lo nggak?” tanya Adnan sambil mengambil ponselnya di saku celana.
“Boleh kok,” angguk Lisa.
Adnan mendekati Lisa sehingga bahu mereka saling bersenggolan. Dia mengangkat ponselnya untuk berfoto selfie.
“Nomor lo ganti ya?”
“Iya. HP gue hilang beberapa bulan lalu,” jawab Lisa.
“Boleh minta nomor lo, nggak? Siapa tahu nanti ada acara kumpul-kumpul bareng sama anak-anak SMA kita dulu.”
“Boleh—“
“Sayang, kita ditunggu Anin dan yang lain nih. Yuk kita pergi!” kata Yuda seraya merangkul pinggang Lisa.
Dengan spontan Lisa menepis tangan itu, “Apaan sih?”
“Siapa Lis?” tanya Adnan ingin tahu.
Yuda mengulurkan tangannya sambil tersenyum angkuh. “Yuda. Calon suaminya Lisa.”
Mata Lisa langsung membulat lebar.
JANGAN LUPA LIKE, COMMENT, DAN VOTE NYA YA 😄
MOHON KRITIK DAN SARANNYA.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
Zoya Chan
calon suami😏😏
2021-06-05
0
Sukma Sae
lanjut... masih oke
2020-11-13
1
Sept September
jempolll
2020-09-09
1