Episode 3 Sang Pengganggu

“Jelaskan!”

Lisa mendelik sinis. Sedikit kesal. Mereka baru saja duduk di lesehan ini, belum sempat memesan bakso, dan Anin sudah menodongnya meminta penjelasan.

“Jadi?” berondong Anin, sudah tak sabar ingin mengetahui hubungan sahabatnya ini dengan ketua panitia PPSMB mereka itu.

“Kita pesan dulu ya,” ujar Lisa sambil melihat daftar menu yang memang sengaja di letakkan di atas meja oleh penjualnya. “Lo mau apa?”

“Samain aja dengan lo.”

“Oke,” sahut Lisa sebelum bangkit dan mendekati kasir, ingin segera memesan makanan mereka. Lisa menyebutkan dua mangkok bakso dan dua gelas teh es. Kemudian dia mengeluarkan dompetnya, mengambil selembar uang lima puluhan. Di tempat Bakso Pak Parno ini, kalau mau makan memang harus langsung bayar.

Di sini sedang cukup ramai. Hampir semua tempat lesehan sudah dihuni. Kata ibu kosannya, bakso Pak Parno terkenal enak di Jakarta. Dan malam ini Lisa berniat untuk membuktikan.

“Beneran kalau lo pacaran dengan Bang Yuda?”

Lisa mendengus kasar. Malam ini Anin menjadi gadis tak sabaran dan menjengkelkan. Dia belum duduk, tapi gadis itu kembali menyerukan rasa penasarannya.

“Jadi?” ucap Anin yang masih menunggu penjelasan Lisa.

“Yuda...,” Lisa terdiam sejenak. Ragu untuk panggilan itu. Ketika masih pacaran dulu, dia memang memanggil Yuda dengan nama saja tanpa embel-embel lain. Tapi sekarang jelas status mereka hanya kakak tingkat dan adik tingkat di kampus yang sama. “Bang Yuda mantan pacarku waktu SMP."

“Mantan? Berarti kalian udah putus?”

Kepala Lisa mengangguk.

“Tapi kenapa Bang Yuda bisa bilang ke teman-temannya kalau lo pacarnya?”

Lisa mengedik bahunya. “Nggak tahu.”

“Memangnya kenapa kalian bisa putus?” lontar Anin, merasa sangat kepo.

Lisa tak langsung menjawab karena sesungguhnya dia nggak ingin membahasnya. Kejadian di parkiran sekolah itu telah menjadi kenangan buruk yang ingin dilupakannya. Mata Lisa menatap wajah Anin yang masih menunggu jawabannya. Lantas dia menghela napas panjang. Baiklah, mungkin ada baiknya dia mengatakan tentang kejadian empat tahun lalu yang tak pernah diceritakannya kepada siapapun, termasuk ayahnya. Siapa tahu rasa sesak di hati ini sedikit berkurang. “Dia berpacaran dengan teman sekelasnya bernama Raya saat kami masih berstatus pacaran. Katanya, dia melakukan itu karena ingin balas dendam ke gue. Dia menuduh kalo gue yang duluan selingkuh di belakangnya. Dia menuduh kalau gue berpacaran dengan temannya bernama Vian.”

Anin sedikit tercenung, mencoba mencerna semua jawaban Lisa.

“Gue nggak tahu kenapa Bang Yuda bisa menuduh gue seperti itu. Gue nggak mungkin mengkhianatinya karena dulu gue sangat menyayanginya. Dia adalah cinta pertama sekaligus pacar pertama gue,” sambung Lisa lagi menambahi.

“Lalu bagaimana dengan sekarang?” tanya Anin.

“Sekarang?” Kening Lisa berkerut.

“Bagaimana perasaan lo sekarang dengan Bang Yuda? Apa lo masih—“ Perkataan Anin tiba-tiba terpotong saat sosok Wilda sudah berdiri di samping tempat lesehan mereka.

“Nggak nyangka bisa ketemu lo di sini Lis,” ucapnya.

“Kok lo bisa berada di sini?” Seingat Lisa dari perkataan cewek itu sehari lalu, rumah Wilda lumayan jauh dari kawasan Jagakarsa ini.

“Gue lagi pengen makan bakso Pak Parno. Gue dan keluarga gue cukup sering makan di sini. Sudah jadi langganan,” jelas Anin.

“Sendirian aja?”

Kepala Wilda mengangguk singkat. "Bokap dan Nyokap gue sedang pergi kondangan dan Bang Wira nggak tahu ada dimana, mungkin masih di kampus. ”

“Oh ya, ini teman gue. Sama-sama dari Jogja. Namanya Anin,” ujar Lisa memperkenalkan Anin yang tadi hanya menjadi pendengar mereka saja.

“Wilda." Diulurkan tangannya dan langsung disambut baik oleh Anin.

“Lo bungkus atau makan di sini?”

“Bungkus Lis.”

“Makan di sini aja. Bareng sama kami,” ajak Lisa.

“Iya, gabung aja,” setuju Anin menimpali.

“Oke deh,” sahut Wilda. “Lagian ada yang ingin gue tanyakan juga ke lo Lis?”

Lisa mengembuskan napas panjang. Sebenarnya dia sudah tahu apa yang ingin ditanyakan Wilda meskipun gadis itu belum mengutarakannya. Pasti tentang Yuda. Wilda pasti sudah melihat postingan Instagram cowok itu. Mendadak mood-nya kembali memburuk.

Hari ini hari terakhir PPSMB tingkat Universitas. Tiga hari berikutnya sampai hari sabtu, PPSMB tingkat fakultas akan dilaksanakan. Lisa benar-benar merasa senang karena kegiatan PPSMB Universitas ini akan segera berakhir. Dia tidak perlu lagi merasa risi saat Yuda sering berkeliaran di sekitar gugusnya. Lisa juga berharap kalau hari ini hari terakhir mereka bertemu apalagi berpapasan, mengingat letak fakultas mereka cukup jauh. Fakultas Ekonomi dan Bisnis berada persis di pintu masuk kampus, sedangkan fakultasnya ada di paling belakang kampus, tepat di samping fakultas kedokteran.

“Mau minta tanda tangan siapa dulu, nih?” tanya Wilda sambil melihat sekitar yang sudah dipenuhi Maba-maba yang membentuk kelompok.

“Terserah. Gue ngikut saja,” jawab Lisa.

Sebagai tugas terakhir PPSMB Universitas kali ini, seluruh mahasiswa baru Banus diharuskan untuk mendapatkan tanda tangan minimal 50 panitia. Hal ini dimaksudkan agar maba-maba lebih mengenal panitia-panitia selain panitia pendamping mereka yang telah membimbing selama tiga hari ini.

“Ke sana dulu yuk!” Dengan dagunya, Wilda menunjuk kerumunan dekat pohon mangga yang tidak terlalu ramai dibandingkan dengan yang lain.

Lisa mengangguk, kemudian mengikuti langkah Wilda. Beberapa mahasiswa baru—termasuk kedua gadis tersebut—mengeliling seorang laki-laki berwajah brewokan yang tampak sangar. Pantas kerumunan ini sepi. Dilihat dari sekilas, kakak panitia itu terlihat tak bersahabat.

“Misi Bang, boleh minta tanda tangannya?” pinta Lisa berbasa-basi, meskipun dia yakin kalau cowok brewokan itu akan memberikan tanda tangan tanpa mengatakan apa-apa, seperti yang dialami teman-teman sebelumnya.

Awalnya sosok tersebut hendak membubuhkan tanda tangan, tapi tiba-tiba mendongak dan menatap Lisa cukup lama, seolah sedang mengingat-ingat sesuatu. Sementara Lisa mulai merasa tak nyaman dan resah dengan tatapan itu. Dia takut ada perkataan atau mungkin sikapnya yang tidak berkenan, sehingga menyinggung perasaan cowok tersebut.

“Lo pacarnya Yuda, kan?” tanyanya.

Mahasiswa-mahasiswi baru yang mengelilinginya juga menatap ingin tahu.

Kepala Lisa refleks menggeleng-geleng. “Nggak Bang.”

Dia memicingkan mata tidak yakin. “Siapa nama lo?”

“Lisa Bang,” jawab Lisa.

“Yud, dia pacar lo kan?” tanya cowok itu setengah berteriak pada sosok Yuda yang hanya berjarak beberapa meter dari posisinya. Keberadaan Yuda tadi memang tidak kelihatan karena terhalang oleh kerumunan padat para mahasiswa baru.

Merasa namanya dipanggil, Yuda menoleh. Tak hanya cowok itu, beberapa mahasiswa yang ada di sekelilingnya juga ikut menoleh ke sumber suara. Sebelum menjawab, matanya dan mata Lisa sempat bertemu, “Memang kenapa, Jon?”

Joni—lebih sering dipanggil Jon—terkekeh kecil. “Dia nggak ngaku elo, nih!”

Yuda juga ikut terkekeh kemudian menyahut, “Dia sedang ngambek sama gue.”

“Oh, pantesan!” celetuk Joni. “Sebenarnya gue sedikit heran kenapa para cewek suka banget ngambekan. Lebih mengherankan lagi, kenapa juga para cowok masih bertahan,” tukasnya sambil membubuhkan tanda tangan.

“Mungkin karena sudah cinta Bang,” imbuh cowok berbadan sedikit gembul yang persis berdiri di samping Joni.

Joni sedikit mengangkat kepala. “Mungkin juga sih,” sahutnya sambil menyodorkan buku yang sudah ditanda tangannya.

“Makasih Bang,” ujar Lisa dengan sedikit ogah-ogahan, merasa sedikit mendongkol. Ucapan Yuda tadi semakin memperumit hubungan mereka di mata orang lain saja. Bahkan Lisa yakin, ada beberapa orang yang telah menganggapnya sebagai cewek suka ngambekan. Dan sekarang dia benar-benar sangat berharap kalau hari ini cepat berlalu.

Tiga hari sudah PPSMB Fakultas MIPA dilaksanakan. Sudah tiga hari pula Lisa memasang wajah cemberut dan lebih pendiam. Dia tidak akan berbicara bila tidak ada yang bertanya. Bukan karena kegiatan PPSMB Fakultas ini tidak menyenangkan, atau karena ada kekerasan yang sedang terjadi. Sungguh, bukan karena itu. Kegiatan yang dilakukan di parkiran fakultas ini sungguh mengasyikkan. Panitia-panitianya pun ramah-ramah dan murah senyum. Para maba kebanyakan tertawa ceria.

Alasan Lisa hanya satu. Dia sangat merasa tak nyaman dengan keberadaan Yuda. Cowok itu jurusan Manajemen, tapi mengapa bisa berada di fakultas ini. Yuda tidak melakukan apa-apa di sini, hanya melihat-lihat kegiatan PPSMB yang diselenggarakan saja. Dia ada di fakultas MIPA sejak pagi—sejak para mahasiswa berkumpul membentuk barisan—hingga sore hari ketika kegiatan telah selesai.  Entah apa tujuannya datang ke fakultas ini.

“Cie... Bang Yuda mandangin elo lagi,” lirih Anin di telinga Lisa.

Lisa tidak merespon. Dia sudah terlalu sering mendengar ucapan Anin yang seperti itu sejak dua hari lalu. Yuda seperti stalker saja, yang selalu membuntutinya. Malahan dua hari belakangan ini, saat malam hari setelah pulang dari PPSMB, Lisa sering mendapatkan telepon. Namun tidak satupun yang Lisa jawab. Lisa yakin kalau telepon itu dari Yuda. Nomor itu sama dengan nomor yang meneleponnya pada hari pertama PPSMB Universitas.

“Sepertinya bakalan ada yang CLBK nih!” sambung Anin masih dengan suara lirih.

Lisa masih tetap mengabaikan ucapan Anin. Kalau dia merespon, takut akan menarik perhatian beberapa teman di gugusnya yang lain. Karena sekarang saja, dengan suara Anin yang berbisik, teman-teman di kiri dan kanannya ada yang menoleh ke arah mereka. Entah kenapa, sesuatu yang berhubungan dengan nama Yuda menjadi hal menarik di kampus ini. Mungkin karena rekam jejak Yuda yang sudah tidak diragukan.

Dari informasi yang diberikan Anin, Yuda cukup disegani oleh BEM-BEM Universitas dan Fakultas-fakultas. Yuda orang yang sangat royal dan suka menolong. Saat kampus memiliki acara yang butuh sponsor untuk mendanai, dia selalu memberikannya dengan jumlah yang cukup besar. Katanya lagi, Yuda memiliki beberapa kafe yang cukup terkenal di Jakarta. Kafe itu didirikannya ketika masih di semester satu. Selain tajir, cowok itu juga lumayan pintar. Nilai IPK-nya pun di atas 3,5 meskipun banyak kegiatan yang diikutinya.

“Demikianlah kegiatan PPSMB Fakultas MIPA kali ini. Kami berharap seluruh mahasiswa baru bisa menikmati masa-masa kuliahnya dengan lancar. Dan saya mewakili seluruh panitia penyelenggara mengucapkan permintaan maaf bila ada perbuatan dan perkataan yang kurang berkenan,” ucap sang MC sebelum detik-detik mengakhiri kegiatan. “FMIPA!” teriaknya.

Seluruh mahasiswa baru spontan menjawab dengan suara lantang, ”PRESTASI! PRESTASI! BERJAYA!”

Dengan teriakan slogan fakultas itu, berakhirlah kegiatan PPSMB tahun ini. Kegiatan selanjutnya bebas. Ada yang berfoto-foto mengabadikan momen ini. Ada pula yang langsung pulang karena kelelahan. Kebanyakan menuju kantin fakultas, memesan beberapa minuman. Slogan FMIPA yang sering diteriakkan ternyata membuat kerongkongan menjadi kering.

“Gue aqua, lo apa?” tanya Lisa sambil melihat kulkas showcase di depannya.

“Aku Pocary sweet saja.”

Lisa spontan menoleh mendengar suara bariton itu. Matanya langsung melotot melihat sosok Yuda yang sudah berdiri di dekatnya sebelum menoleh ke sekeliling, mencari keberadaan Anin. Gadis itu kini sedang berdiri di depan freezer es krim, seraya sekali-kali melirik ke arah Lisa dengan tatapan menggoda.

Lisa segera mengambil sebotol aqua berukuran sedang, kemudian mendekati Anin.

“Setelah ini mau langsung pulang?” tanya Yuda ternyata mengikuti Lisa.

“Iya Bang.” Karena tidak ada tanda-tanda Lisa akan menjawab, Anin berinisiatif.

“Kalo hari ini, Lisa nggak pulang sama elo, nggak papa, kan?”

Anin memandang wajah Lisa sebentar. “Nggak papa kok Bang.”

“Gue pulang dengan Anin,” tolak Lisa sebelum menarik tangan Anin, berniat untuk bergerak menjauhi.

Namun langkah Lisa terpaksa berhenti. Yuda sudah berdiri dihadapannya dan menghalanginya jalannya. Beberapa pelanggan di kantin sekarang mulai memperhatikan mereka. Tatapan mereka penuh keingintahuan, menatap minat untuk interaksi-interaksi selanjutnya.

Lisa mengembuskan napas panjang. “Tunggu gue di parkiran,” ucapnya.

Yuda lantas menggeserkan tubuhnya. Dia membiarkan kedua gadis itu lewat dan menuju kasir. Tetapi Yuda tidak langsung menuju parkiran. Dia memutuskan untuk tetap berada di kantin ini sambil menunggu. Dia tidak ingin Lisa tiba-tiba kabur dan mengingkari janjinya, meskipun dia tahu kalau Lisa tidak mungkin melakukannya. Salah satu sifat yang disukai dari Lisa.

Yuda tetap mengekorinya sampai Lisa berpisah dengan Anin di parkiran. Sejak dari kantin, tidak sekalipun Lisa berbicara kepadanya. Sementara Lisa sudah memutuskan untuk membahas tentang sikap Yuda, yang telah memposting fotonya di Instagram dan ucapan cowok itu tentang ngambek beberapa hari lalu. Lisa ingin Yuda tidak semakin membuatkan orang-orang salah paham tentang hubungan mereka.

PLEASE LIKE NYA YA!!!

MOHON KRITIK DAN SARANNYA 😄

Terpopuler

Comments

Dini Ayu

Dini Ayu

kalo dikampusku ospek fakultas dulu baru univ. 😚😚

2021-01-04

1

Sukma Sae

Sukma Sae

suka

2020-11-13

1

istri park jimin<3

istri park jimin<3

visual dong thor

2020-09-12

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!