Lagi-lagi suara merdu tujuh laki-laki tampan dari Negeri Ginseng terdengar. Lisa dengan malas-malasan mendekati ponselnya yang sedang di charger di atas bufet kecil. Masih panggilan telepon dengan nomor yang sama. Sudah yang ketiga kalinya malam ini.
“Halo,” seru Lisa yang semula ingin mengabaikannya, karena saat diangkat, tidak ada suara yang terdengar.
Hening. Seperti sebelumnya, masih tidak ada yang menyahut.
“Kalau nggak mau jawab, gue matiin.”
Tatkala hendak menekan tombol ikon merah, sosok di ujung telepon mendadak bersuara, “Sasa.”
Spontan tubuh Lisa bergeming di tempatnya. Meski sudah lama tidak pernah mendengar suara bariton itu dari balik telepon, Lisa masih mengingatnya dengan jelas. Dan panggilan itu... panggilan khusus itu...nhanya satu orang yang pernah memanggilnya.
“Lis, bikin nametag yuk!”
Mendengar suara Anin dan pintu kamar yang tiba-tiba terbuka, jari Lisa tanpa sengaja menekan tombol ikon merah. Panggilan itupun otomatis berakhir.
“Lo kaget ya?” tanya Anin sambil mengangkat sebelah alisnya, heran dengan ekspresi wajah Lisa yang terlihat menegang dengan kedua manik yang terbuka lebar-lebar. “Ups... Sorry! Gue nggak niat buat lo kaget kok,” dengan kekehan kecil, dia berjalan mendekati Lisa.
“Ng-nggak papa kok,” sahut Lisa yang sedikit terbata-bata. Sebenarnya dia memang terkejut tadi, tapi bukan karena Anin. Dia sudah biasa menghadapi Anin yang datang tiba-tiba dengan suara melengking seperti itu.
“Tadi ada yang sedang nelpon lo, ya?” Anin menatap ponsel di tangan Lisa.
“Nggak kok. Hanya orang salah sambung." Lisa menghampiri Anin yang sudah duduk di samping kasurnya. “Jadi lo mau nama dengan negara apa?” tanyanya, berusaha mengalihkan topik. Mereka disuruh panitia pendamping untuk membuat nametag dengan awal nama mereka menggunakan nama negara-negara di dunia, ditambah dengan tanggal dan bulan lahir, dan dibawahnya baru dituliskan nama lengkap.”
“Yang gampang aja. Amerika Serikat 0801. Kalo lo?”
“Gue Laos 1912.”
“PPSMB nggak seperti yang gue duga. Gue kira sama kayak ospek-ospek zaman dulu, yang suka pelonco-peloncoan dan ada kekerasan. Ternyata hanya mendengar ceramah-ceramah saja dan sebenarnya sedikit membosankan,” ungkap Anin.
“Dari awal, kan, tujuan ospek memang bukan untuk mengenalkan kekerasan di kampus, tapi mengenalkan mahasiswa baru pada lingkungan kampus,” sahut Lisa sambil menggunting kardus yang sudah mereka persiapkan, mereka beli sebelum tiba di kosan.
“Setuju. Setuju,” tanggap Anin dengan mengangguk-angguk menyetujui.
[J-Hope] Yeah nuga nae sujeo deoreopdae
I don't care maikeu jabeum geumsujeo yeoreot pae
Beoreokhae jal mot igeun geosdeul seutekki yeoreo gae
Geodeuphaeseo ssibeojulge seutaui jeonyeoge
World business haeksim
Seoboe 1sunwi maejin
Manhji anhji i clat gachil mankkik
Joheun hyanggie akchwin banchik
Mic mic bungee
Micdrop, BTS feat Steve Aoki Remix
Untuk keempat kalinya malam ini, suara boyband terkenal itu terdengar. Lisa dan Anin refleks menatap ke atas bufet.
“Nggak diangkat?” tanya Anin saat melihat Lisa tak beranjak mendekati ponselnya sampai nada dering itu berhenti.
Lagi-lagi suara idol BTS itu terdengar. Lisa terpaksa bangkit dari duduknya, segera mendekati bufet sebelum Anin memberikan pertanyaan yang lain. Masih dari nomor yang sama. Tapi Lisa tetap tidak berniat untuk mengangkat panggilan itu. Dia justru menjadikan ponselnya ke mode silent dengan keheran-heranan yang sedang melanda. Mengapa tiba-tiba Yuda meneleponnya dan bahkan masih memanggilnya dengan panggilan khusus itu? Bukankah Yuda terlihat sangat membencinya sejak tuduhan tak beralasan laki-laki itu? Dan darimana pula Yuda mendapatkan nomornya?
Ah, baru ingat. Mungkin dari biodata yang diberikannya ke panitia pendamping siang tadi. Sekarang dia sedikit menyesal telah mencantumkan nomornya. Karena jauh di lubuk hati terdalamnya, dia tak ingin lagi berinteraksi dengan Yuda. Malahan dia tidak ingin ada orang yang tahu kalau dia pernah berpacaran dengan cowok itu. Biarlah cerita mereka menjadi kisah masa lalu yang tak perlu diungkit lagi. Semua sudah berlalu.
“Siapa Lis?” tanya Anin dengan tatapan penasaran.
“Bukan siapa-siapa kok. Masih nomor orang yang salah sambung tadi.”
“Memang dia cari siapa?”
“Nggak tahu. Mungkin telpon iseng aja nih,” tukas Lisa sambil berjalan menuju posisinya tadi dan kembali melanjutkan menggunting kardus.
“Gue juga sering dapet telpon iseng. Bikin ganggu aja,” gerutu Anin.
Lisa hanya menanggapinya dengan tawa kecil.
“Lo nggak apa-apa, Wil? Wajah lo pucet banget,” ucap Lisa khawatir.
Sejak mereka mengikuti materi di hari kedua PPSMB yang diisi oleh BNN (Badan Narkotika Nasional) hingga pelatihan ESQ Leadership Center berakhir, Wilda memang terlihat tidak sedang baik-baik saja. Beberapa kali dia mengeluh kesakitan sambil memegang perutnya. Hari ini hari menstruasi pertamanya dan dia memang sering kesakitan seperti ini.
“Gue antar ke ruang medik ya?”
Untuk kali ini, Wilda memilih menganggukkan kepala setelah beberapa kali menolak ajakan Lisa. Perutnya benar-benar terasa sangat nyeri. Dia bahkan merasa tidak mampu untuk bergerak atau melakukan apapun.
Sebelum membawa Wilda ke ruang medik, Lisa mendatangi panitia pendamping gugusnya, menceritakan kondisi gadis itu. Bersama dengan Kak Rima—salah satu panitia pendamping mereka, Lisa menuntun Wilda menuju ruang medik. Di sana, Wilda diberi teh hangat dan diusapkan minyak freshcare di perutnya. Tindakan kecil itu ternyata cukup membantu. Raut pucat Wilda sudah sedikit menghilang.
“Makasih Lis. Lo bisa kembali ke gugus kita. Gue nggak papa kok ditinggal,” ujar Wilda sebelum meminum teh hangat di tangannya lagi.
Kepala Lisa mengangguk pelan. “Kalo gitu, gue tinggal ya,” ucapnya sebelum berdiri.
Lisa segera keluar dari ruang medik dan matanya langsung melihat sosok Wira yang sedang berbicara dengan beberapa temannya. Waktu mengantar Wilda ke ruangan medik ini dan melewati lorong itu, sosok Wira masih tidak ada di sana.
Lama Lisa menatap Wira sebelum memutuskan untuk mendekatinya. Dia memutuskan untuk memberitahukan kondisi Wilda. Bagaimanapun Wira adalah abang kandung Wilda dan sudah seharusnya Wira mengetahui keadaan adiknya yang sedang sakit.
“Bang Wira!” panggil Lisa.
Merasa namanya dipanggil, Wira lantas menoleh. “Ya? Kenapa?”
“Wilda sedang di ruang medik sekarang, Bang. Dia sedang sakit,” jelas Lisa dengan suara yang sedikit lirih, merasa sedikit risi karena bukan hanya Wira yang sedang melihatnya, tetapi juga ketiga laki-laki beralmamater kuning yang tadi sedang berbincang dengan Wira.
“Hah? Serius?” sahut Wira dengan menunjukkan raut sedikit tidak percaya. Seingatnya pagi tadi, adiknya itu masih terlihat baik-baik saja.
“Iya Bang. Wilda sedang istirahat di ruang medik sekarang.” Merasa tidak ada keperluan lain, Lisa segera izin pergi. “Permisi Bang, saya kembali ke—“
“Nama lo siapa?” potong cowok bertubuh sedikit gembul yang berdiri di samping Wira.
“Lisa Sahara Putri, Bang,” jawab Lisa sambil menunjukkan nametag-nya dengan ragu-ragu.
“Wajah lo kayak nggak asing. Gue kayak pernah melihat lo sebelumnya, tapi gue lupa dimana,” ucapnya seraya mengerutkan dahi, mencoba mengingat-ingat.
“Iya Dan, gue juga sama. Wajahnya kayak nggak asing,” timpal Wira mengangguk-angguk.
“Ah, gue ingat!” celetuk cowok bernama Dani itu. “Lo pacarnya Yuda, kan?”
“Iya, iya. Gue ingat sekarang. Foto lo yang ada di HP-nya Yuda,” tambah Wira bersemangat, seolah baru saja mendapatkan lotre bernilai jutaan rupiah.
Lisa tak bisa tak menunjukkan ekspresi terkejutnya. Kedua matanya membulat lebar. Apa maksud ucapan mereka? Mengapa dirinya dikait-kaitkan dengan Yuda?
“Pantes dari kemarin, Pak Ketua selalu senyam-senyum nggak jelas. Ternyata pacarnya masuk kampus ini dan nggak akan LDR-an lagi,” ujar laki-laki di samping kanan Dani sambil cekikikan kecil.
“Pacar siapa?” Tiba-tiba dua cewek yang juga memakai almamater menghampiri mereka dengan raut penasaran.
“Pacarnya Yuda,” jawab Wira.
“Wah, seriusan?” tanggap cewek berhijab hitam dengan takjub.
“Kayaknya dia memang cewek yang di-post Yuda di IG-nya tadi deh,” sambung cewek di sebelahnya.
“Memang Yuda nge-post foto dia?” tanya Dani yang mulai kepo.
Si gadis berhijab menganggukkan kepala. “Baru saja.”
Ketiga laki-laki tersebut segera membuka ponsel mereka masing-masing, ingin segera memastikan perkataan cewek itu. Yuda memang mempunyai IG yang aktif, tapi sangat jarang digunakan untuk post sesuatu padahal follower-nya lumayan banyak, mencapai dua ribuan.
Melihat kelima sosok itu sibuk dengan ponselnya, Lisa buru-buru berpamitan. “Permisi, saya ke gugus saya dulu ya Kak, Bang.”
Tanpa menunggu balasan mereka, Lisa segera pergi menjauh, tidak ingin lagi mendengarkan pembicaraan mereka yang tak masuk menurutnya itu. Juga sedikit memuakkan sebenarnya. Dia juga tidak habis pikir, mengapa fotonya bisa ada di HP Yuda. Mengapa pula cowok beralis tebal itu mem-posting foto dirinya di Instagram. Sebenarnya apa tujuan laki-laki itu? Apa dia bermaksud ingin mempermalukannya? Apa Yuda masih ingin membalas dendam atas tuduhan tak beralasannya beberapa tahun lalu?
Sesampainya di dalam kamar, Lisa langsung menghempaskan tubuhnya ke atas kasur. Hari ini sungguh melelahkan. Mood-nya juga sedikit buruk sejak pembicaraan Wira dkk. Ditambah lagi, Yuda sangat sering berkeliaran di sekitar gugusnya. Dan bukannya ke-geer-an,tapi memang begitulah faktanya, dia merasa kalau cowok itu sering curi-curi pandang ke arahnya. Beberapa kali saat dia menolehkan kepala, mata mereka acap kali bertemu.
Suara JHOPE anggota BTS tiba-tiba terdengar. Dengan ogah-ogahan, Lisa bangkit dan mengambil ponselnya dari dalam tas. Raut wajahnya yang semula muram, kini berubah cerah.
“Halo, Yah!” sapa Lisa riang.
“Halo Nak. Bagaimana kabarmu? Sehat?” sahut sosok diujung telepon.
“Sehat juga Yah. Mama Ria dan Aldo gimana, Yah? Sehat?”
“Mereka juga sehat dan Aldo kangen banget sama kamu.”
Lisa sedikit terkekeh kecil. “Lisa juga kangen sama Aldo, Yah.”
Pembicaraan mereka terus berlanjut hingga tiga puluh menit kemudian. Lisa merasa sangat senang karena Ayahnya terdengar sangat bahagia. Kehadiran Mama Ria memang cukup banyak mengubah kehidupan mereka, terutama Ayahnya. Sejak Ibunya kabur dengan laki-laki lain, sosok itu begitu merasa terpuruk. Dia merasa gagal untuk menjaga keutuhan keluarganya. Ayah Lisa bahkan menjadi sakit-sakitan dan sempat di rawat di rumah sakit beberapa minggu.
Namun sejak kehadiran Mama Ria, sedikit demi sedikit Ayahnya mulai bangkit. Setelah mereka menikah dan melahirkan seorang anak laki-laki, Lisa tidak pernah lagi melihat raut kesedihan di wajahnya yang tak lagi muda. Karena panggilan telepon itu juga, mood Lisa mulai membaik. Dia dengan semangat masuk ke dalam kamar mandi.
Kini Lisa sudah rapi dengan celana sweatpant abu-abu dan kaos dongkernya. Dia dan Anin sudah berjanji akan makan bakso. Saat membuka pintu, dilihatnya seseorang cewek bertubuh jangkung yang sedang menarik sebuah koper dan berhenti di pintu kamar yang persis di sebelah kanan kamarnya.
“Mbak Yuli,” panggil Anin sambil mendekat.
Sosok bernama Yuli itu lantas menoleh, kemudian tersenyum.
“Kok cepat dateng ke sininya, Mbak? Bukannya baru minggu depan mulai masuk kuliah?” tanya Anin sedikit heran.
“Mbak ada rencana dengan teman-teman Mbak, Nin,” jawabnya.
“Oh ya, Mbak. Ini Lisa. Dulu gue—eh, aku—pernah cerita ke Mbak kalau ada temanku juga yang diterima di kampus ini,” ucap Anin sambil menarik lengan Lisa agar mendekat.
“Lisa Mbak,” kata Lisa memperkenalkan diri sambil mengulurkan sebelah tangannya.
Yuli menyambut baik uluran tangan tersebut, meskipun matanya menilik wajah Lisa dengan lekat. “Namamu Lisa Sahara Putri, ya?”
Kening Lisa lantas mengerut, sebelum menganggukkan kepala, sedikit bertanya-tanya darimana Yuli mengetahui nama lengkapnya. Nggak mungkin, kan, dari biodata yang dikumpulkannya karena cewek itu baru saja datang ke Jakarta?
“WAH, nggak nyangka bisa melihat pacar Yuda secepat ini,” ucap Yuli terkagum-kagum.
“Pacar Yuda?” tanya Anin. “Maksudnya Lisa adalah pacar Bang Yuda yang ngasih sambutan di panggung kemarin?” Mata Anin terbuka lebar-lebar. Sedikit tidak percaya. Setahunya, Lisa yang dikenalnya sejak awal MOS SMA sedang tidak berpacaran dengan siapapun hingga saat ini.
“Tidak, kami tidak pacaran,” bantah Lisa dengan menggeleng-gelengkan kepala.
“Nggak perlu bohong Lis. Kami sudah tahu semua cerita kalian berdua. Kalian sudah pacaran sejak SMP, kan? Dan di grup WA angkatanku sedang heboh sekarang, karena akhirnya kami bisa mengetahui pacar misterius Yuda, yang selama ini bisa membuat Yuda selalu setia dan selalu menolak cewek-cewek yang mencoba mendekatinya.”
“Sungguh Mbak, aku nggak pacaran dengannya,” bantah Lisa lagi.
Yuli tampak tak mengindahkan ucapan Lisa. Dia justru mengambil ponselnya yang ada di saku celana. “Yuda tadi juga posting foto Lisa yang sedang tertawa di IG-nya,” ujarnya sambil menunjukkan foto di aplikasi instagram ke Anin.
Lisa tidak lagi membantah. Bukan karena tidak ada yang mau dijelaskan, tapi sebagaimanapun dia mencoba menjelaskan, Yuli pasti tidak akan percaya. Gadis itu sudah terlanjur termakan informasi bohong yang dikeluarkan Yuda.
LIKE, FAVORITE, COMMENT, AND SHARE YA!!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
bininya yoongi🙃
authornya army juga😁
2022-07-10
1
Rose_Ni
telat...telat...telat...
telat nemu nih novel 😘
2022-05-20
0
𝔄𝔯𝔲𝔪✨𝔫𝔡𝔞𝔩𝔲
𝘼𝙆𝙐 𝙎𝙐𝙆𝘼 𝘾𝙀𝙍𝙄𝙏𝘼𝙉𝙔𝘼... 𝘼𝙆𝙐 𝙐𝙇𝘼𝙉𝙂 𝙐𝙇𝘼𝙉𝙂 𝘽𝘼𝘾𝘼𝙉𝙔𝘼 𝙉𝙂𝙂𝘼𝙆 𝘽𝙊𝙎𝙀𝙉... 𝘽𝘼𝙂𝙐𝙎 𝙋𝙊𝙆𝙊𝙆𝙉𝙔𝘼
˚✧₊⁎❝᷀ົ≀ˍ̮ ❝᷀ົ⁎⁺˳✧
2021-12-07
0