Jane merasa hancur dan kecewa atas perkataan tajam yang keluar dari mulut Paman, Bibi, dan sepupunya.
Meskipun hatinya terluka, ia mencoba untuk tetap menjaga hormat di hadapan mereka.
"Ya, aku mengerti," kata Jane dengan suara rendah, sambil menyuap makanan tanpa selera.
Ia tidak ingin menambah ketegangan dalam situasi, bahkan jika itu berarti menerima perlakuan yang sangat tidak adil.
Sementara itu, Oma Widya mencoba untuk mendukung Jane sebaik yang dia bisa.
Meskipun keluarga mungkin tidak selalu berada di pihaknya, Oma selalu ada untuknya karena rasa sayang dan cintanya yang begitu besar, ia juga yang sudah merawat Jane sejak bayi.
"Kalian tenang saja, sebentar lagi aku akan segera bekerja," ucap Jane dengan suara putus asa karena sudah satu minggu lebih ia mengirim email pada perusahaan yang di tuju.
Namun, belum juga mendapat kabar sampai detik ini.
"Ya tentu harus lah! kau jangan selalu menggantungkan hidupmu pada Oma!" cetus Elisa dengan nada tinggi, ingin rasanya Jane membalas ucapan Elisa.
Namun, di satu sisi ia tak ingin membuat perkara, terlebih disana ada kedua orangtuanya, sudah pasti mereka berada di pihak Elisa.
"Hmm..." jawab Jane sambil memutar kedua matanya jengah.
Jane mencapai titik kejenuhan dengan sindiran dan cibiran yang terus menerus menikam hatinya, terutama mereka menyindir kedua orangtua Jane yang sudah lama bercerai.
Ia paham, bahwa mereka menginginkan yang terbaik untuknya, meminta Jane untuk hidup mandiri.
tetapi, kata-kata mereka teramat menyakitkan dan membuatnya merasa tidak dihargai.
Karena sudah semakin tidak tahan, Jane bangkit dari duduknya dan dengan nada yang tegas ia membentak, "Cukup ya!" Ucapan itu membuat Paman, Bibi, dan sepupunya terhenyak kemudian terdiam.
Bahkan sang Oma yang duduk di sebelahnya sudah hafal dengan karakter Jane yang seperti itu.
Jane ingin memastikan bahwa meskipun ia berada dalam situasi yang sulit, ia tetap memiliki harga diri dan batas kesabaran.
Terkadang, ia perlu mengingatkan mereka agar lebih memahami perasaannya.
Situasi di meja menjadi tegang, dengan emosi yang kian memanas.
Jane memutuskan untuk menahan air matanya dan mempertahankan kekuatan di hadapan Paman, Bibi, dan Elisa.
Oma Widya, seolah bisa membaca ekspresi Jane, dengan lembut mengajaknya untuk pulang setelah pamitan.
"Sudah, Jane. Kita pulang saja!" ajak Oma Widya sambil mengusap punggung Jane dengan pelan.
Jane mengangguk, lalu beranjak dengan segera dari tempat tersebut.
Sampai akhirnya, genangan air mata itu tak bisa tertahan lagi, dan Oma Widya melihat Jane yang sedang berlinang air mata.
"Jane, maafkan mereka ya." Oma Widya kembali mengusap lembut punggung Jane saat Jane hendak mengemudi.
"Tidak Oma, aku akui aku yang bersalah selama ini." terlihat penyesalan di wajah Jane.
Jane berharap, salah satu dari semua perusahaan segera memberi kabar baik untuknya, karena ia tak tahan dengan cibiran Paman dan Bibinya, ia ingin menunjukan kepada mereka, bahwa ia bisa hidup mandiri tanpa harus selalu mengandalkan Oma Widya.
"Lihat saja nanti!" Jane bertekad.
"Jane, jangan dengar ucapan mereka. Maafkan Oma tak bisa membelamu di hadapan Paman, Bibi, dan juga Sepupumu," ujar Oma Widya dengan bahasa yang rendah dan bijak, membuat Jane tersentuh.
"selama ini aku selalu kasar dan selalu membantah Oma, aku menyesal," batin Jane
Lantas ia sesegukan di hadapan Oma sebelum tancap gas dari tempat tersebut.
***
Sementara di lain tempat..
Zico dan Joe tampak asyik menikmati tempat wisata di sekitar kawasan desa Ciwidey.
Mereka mengeksplor berbagai spot menarik untuk di abadikan.
Joe ingin memperlihatkan kepada mereka terutama mantan tunangannya, Tiara, bahwa tanpanya, ia masih bisa bahagia.
"Yuhu...!!!" teriak Joe seakan lepas semua beban pikiran ketika berada di tempat tersebut.
"Joe, tolong photokan aku di sebelah sana!" pinta Zico, dan Joe mengangguk sambil mengarahkan mata kamera SLR pada Zico, dan berharap supaya hasilnya menarik.
Joe ingin puas menikmati hari minggu di kota Bandung sebelum kembali ke Jakarta dan disibukan dengan rutinitas pekerjaan yang menyita waktu dan pikiran.
"Cari makan yuk!" ajak Joe, dan Zico mengangguk setuju karena sudah 4 jam mereka mengeksplor dan berphoto.
Hingga akhirnya, mereka sampai di restoran sederhana dengan konsep lesehan.
Mereka memesan menu bakar-bakaran, lengkap dengan sambal dan lalapan.
"Wah, mantap nih," kata Joe yang sudah menahan rasa lapar sedari tadi.
"Hajar, Joe!" Zico sudah tak tahan untuk menyantap hidangan lezat yang sudah tersaji di depannya.
Joe mengarahkan kamera ponsel saat mereka makan, lalu melakukan live di sosial media.
Banyak orang-orang yang menyaksikan aktifitas kedua pria tampan itu, tak sedikit pula yang mengira jika mereka penyuka sesama jenis karena sering jalan berdua dan terlebih Zico baru putus hubungan dengan Tiara, calon tunangannya.
Beberapa akun mencuit dengan kalimat-kalimat tak pantas kepada Joe dan Zico.
[Dasar pasangan Maho!🤮]
[Kaum berak lancar]
[Pasti maennya di belakang😆]
[Sayang sekali, padahal kalian ganteng, tapi...🤮]
Begitulah kira-kira isi komentar orang-orang menanggapi kedekatan Joe dan Zico.
"Wah, parah ini, gak bisa dibiarkan!" Zico membaca kata-kata nyelekit itu dengan kedua mata yang membelalak, ia seolah tak terima, dan tentu tak ingin dikata-katai seperti apa yang mereka ucapkan.
"Sudahlah, tak usah di tanggapi!" Joe pun ikut geram, dengan cepat ia mematikan live-nya, dan kembali menikmati hidangan tanpa sibuk dengan gadget.
"Aku ini pria tulen!" kata Zico dengan intensitas suara yang menarik perhatian pengunjung lainnya, mereka serentak melirik kearah 2 lelaki tampan tersebut.
Seusai makan dan membayar, keduanya memutuskan untuk kembali ke kota Bandung.
Namun, mereka harus menghadapi kemacetan yang lumayan parah di desa tersebut. Karena pada hari minggu, beberapa orang baik lokal maupun luar kota banyak yang datang untuk healing.
Mereka bermacet-macetan hampir 2 setengah jam lamanya, sehingga Joe dalam posisi mengemudi merasa jenuh melihat situasi jalanan yang sangat padat.
"Ah, sial!" pekiknya kesal sambil memukul kemudi di depannya.
Zico, yang duduk di sebelahnya, mencoba untuk meredakan kekesalan Joe. "Sabar, Joe, sekarang kan weekend, nikmati saja."
Namun, kekesalan Joe tidak segera reda. Mereka terjebak di tengah kemacetan yang tampak tak berujung
"Sabar-sabar! Bokongku sudah keram nih!" pekik Joe dengan kesal.
Joe berusaha mencari hiburan dengan menyalakan musik di mobilnya, tetapi tetap merasa frustasi.
"Arg, kacau!" ungkapnya dengan emosi.
Setelah melewati satu jam lagi tanpa banyak pergerakan, Joe merasa semakin tertekan oleh situasi.
"Sungguh, ini adalah hari yang sangat melelahkan. Niat hati ingin healing, malah tambah pening! mending maen game sambil rebahan aja deh kalau tahu jadinya kaya gini!" Emosi Joe tak jua mereda, sementara Zico tertidur di sampingnya saat mendengar lagu Korea kesukaan lewat mp3 mobil.
Joe terus menggerutu, ia berharap kemacetan ini segera berakhir.
Karena sudah tak tahan, Joe akhirnya nekat menerobos ke bahu jalan, yang di sisi kirinya terdapat jurang-jurang dan perkebunan teh.
Memastikan mobilnya aman dari potensi bahaya samping jalan dengan penuh kehati-hatian.
Zico menggeliat, lalu membuka matanya perlahan mengamati dengan tegang sambil memegang pegangan di kursi. "Joe, harap hati-hati. Aku tahu kita ingin keluar dari kemacetan ini, kamu jangan nekad dan gila!"
Joe menoleh dan tersenyum pada Zico. "Sudah, kamu tenang saja, Zico, aku ini jago. Kita harus keluar dari sini secepatnya," ungkapnya dengan rasa percaya diri.
Joe mencoba keras untuk mengatasi situasi tersebut.
Dia mencoba menggerakkan mobil mundur dan maju, tetapi ban terus terperangkap.
Usaha Joe tak berhasil, mobil mereka terperosok jatuh kedalam jurang. "Aaaarrggg...." teriak Joe dan Zico secara bersamaan.
Keadaan mobil sangat terguncang, membuat Joe dan Zico yang berada di dalamnya merasa ketakutan.
Kondisi mobil mereka memang parah. Bumper depan mobil telah hancur dan remuk, lampu-lampu depan dan belakang pecah berantakan.
Bagian-bagian eksterior mobil mengalami penyok yang cukup serius, dan beberapa bagian lainnya ringsek parah akibat jatuh ke dalam jurang.
Kejadian itu menyita perhatian banyak warga. "Ada mobil terguling," teriak salah seorang pria yang menemukan kejadian pertama kalinya.
"Waduh!!!" sambung warga lainnya dengan kaget.
"Ayo kita tolong!"
"Kira-kira, orangnya selamat tidak?" Ucapan orang-orang saling bersahutan, mereka berbondong-bondong untuk melihat keadaan.
Semua orang segera meninggalkan segala yang sedang mereka lakukan dan berlari ke tempat kejadian untuk melihat apa yang terjadi.
Sebagian dari mereka berusaha mendekati mobil yang terguling untuk melihat apakah ada korban dalam mobil tersebut.
Beberapa orang lain menghubungi petugas keamanan dan layanan darurat.
Seorang wanita paruh baya dengan keterampilan pertolongan pertama datang untuk memeriksa pengemudi yang terperosok.
Sementara itu, beberapa warga lainnya mulai membentuk lingkaran di sekitar area untuk memberikan ruang bagi petugas keamanan dan tim penyelamat yang akan datang.
Bagaimana nasib keduanya?
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 155 Episodes
Comments