"Aish! sial! ini semua gara-gara kamu, Joe!" Zico memaki Joe, saat itu keningnya dalam keadaan terluka hingga berdarah karena terkena benturan yang lumayan keras.
Alih-alih menyesali, Joe malah tertawa terbahak-bahak, saat terjebak dalam situasi yang membahayakan.
"Dewi Fortuna masih berada di pihak kita, Zico," ledek Joe seraya membuka sabuk pengaman yang sedari tadi membentang di tubuhnya.
Para warga dan masyarakat dengan antusias membantu mereka.
Beberapa orang, mencoba memapah Zico dan Joe untuk keluar dari dalam mobil mereka.
Keduanya melangkah dengan tertatih-tatih, dan mengabaikan kondisi mobil yang rusak hampir 70 persen.
Joe dan Zico merasa terharu dengan bantuan dan dukungan yang mereka terima dari warga setempat.
Sementara petugas keamanan dan tim penyelamat tiba untuk memeriksa kondisi mereka dan mengevakuasi mobil yang ringsek.
Kedua pria itu duduk di tepi jalan, merenungkan peristiwa yang baru saja di alami.
"Malah ketawa ketiwi! Tuh, mobilmu hancur parah!" Zico menunjuk kearah mobil putih Joe yang sudah tak karuan bentuknya.
"Masa bodoh!" balas Joe dengan nada miring.
Joe langsung menghubungi layanan mobil derek untuk membawanya ke bengkel, meski menurutnya itu tak begitu penting mengingat dirinya punya banyak uang dan kedudukan yang tinggi.
Baginya harga mobil tersebut tak seberapa.
Di tempat kejadian, para petugas medis yang datang langsung memberikan pertolongan pertama pada luka-luka yang dialami oleh Joe dan Zico.
Masing-masing dari mereka ditangani oleh seorang perawat muda yang mengenakan pakaian serba putih.
Zico merintih karena merasakan perih di kening dan sikutnya, keadaanya langsung menarik perhatian seorang perawat cantik berusia sekitar 18 tahun.
"Sakit ya, Pak?" tanya perawat tersebut dengan wajah prihatin.
Zico tersenyum dan menjawab, "Hehe, sedikit kok."
Untuk memecah ketegangan, Zico menyela, "Lihat wajah kamu, sakitnya jadi hilang," sambil membaca name tag perawat itu yang bertuliskan.
"Zea, Zivanna."
Zea merasa malu dan menunduk dengan kedua pipi yang berubah menjadi merah. "Ish!" tuturnya sambil menepis lembut Zico dan enggan menatap wajahnya yang penuh senyuman.
Zea melanjutkan penanganan luka di tubuh Zico dengan sangat hati-hati, sementara Zico terus memperhatikannya dengan pesona yang tak disadari.
Zico bertanya, "Sudah lama jadi perawat?"
Zea menjawab, "Saya masih sekolah, Pak, hanya saja sekarang sedang mengikuti PKL atau Praktik Kerja Lapangan." Dia adalah seorang siswi menengah kejuruan Farmasi yang sedang menjalani praktek, bersama rekannya yang bernama Agum.
Zico mengangguk paham dan obrolan mereka terus berlanjut.
Sementara itu, Joe diam-diam memperhatikan kedekatan antara Zico dan gadis perawat berparas cantik itu.
Joe mencibir, "Baru saja selesai, sudah mendapat mangsa baru!"
Zico menjawab dengan guyonan, "Huu... sirik aja!"
Kekehan Zea dan Agum membuat suasana menjadi ceria.
Namun, Zico terus memperhatikan wajah cantik Zea yang begitu alami, bahkan hingga membuatnya terpana.
Tak disadari oleh Zea, Zico terus melihatnya, membuat gadis itu merasa malu.
Zico sangat tampan dan mempesona, tetapi nasibnya sangat ironis setelah pengkhianatan mantan tunangannya.
Zico menyerahkan ponselnya kepada Zea, yang membuat gadis itu heran dan bertanya, "Untuk apa?"
Zico tersenyum dan terus menyodorkan ponselnya, menjawab, "Catat nomor WhatsApp-mu di sini."
Zea mengangguk dan meraih ponsel Zico dengan tangan yang gemetar.
Sementara itu, Joe terkekeh dan mencibir, "Huu... jangan mau, Neng, dia cuma modus! korbannya sudah banyak."
Zico terbelalak dan menegur Joe, "Sttt! Apaan sih?" Sementara Agum, rekan perawat sesama Zea, hanya bisa menggelengkan kepala.
Agum mencolek siku Zea, "Wah, ada yang cinlok nih." Zea langsung menundukkan kepala sambil tersenyum tipis.
Zea mencatat nomor WhatsApp Zico dan mengembalikan ponsel itu ke tangan pemiliknya.
"Makasih ya, Zea," ucap Zico sambil tersenyum, lalu dia segera memanggil nomor Zea.
Zea merogoh saku celananya untuk meraih ponselnya yang bergetar, lalu menatap layar dan bertanya kepada Zico, "Ini nomor Bapak?"
Zico mengangguk dan menjawab, "Ya, itu nomor saya. Simpan ya, siapa tahu nanti saya ada keperluan." Zico tampak senang mengenal Zea.
Zea kemudian bertanya, "Terus, nama Bapak siapa?" Karena sejauh ini, Zea belum tahu nama lengkap Zico.
"Zico Elvano," jawabnya dengan bangga, merasa puas dengan namanya.
"Oke, sudah saya simpan nomor Bapak," kata Zea. Saat itulah Zico memberikan penjelasan lebih lanjut. "Jangan panggil saya 'Bapak,' ya, usia saya baru 28 tahun."
Tiba-tiba Joe melempar guyonan dengan suara yang dibuat-buat seperti seorang wanita.
"Iya, Akang," ucapnya, membuat Zico terkekeh dan menatap Joe yang terus tertawa dengan jenaka.
"Kak Zico, sekarang sudah selesai," kata Zea sambil bangkit dari posisinya setelah menangani luka di bagian tubuh Zico, begitu pula dengan Joe.
Meski kain perban memenuhi kening dan siku mereka, kini keduanya merasa lebih baik setelah mendapat perawatan dari tim medis.
Zico berucap, "Terima kasih, Zea." Zea hanya tersenyum dan mengangguk sebagai respon.
"Sama-sama, Kak," balas gadis cantik itu, lalu kembali memasuki mobil petugas rumah sakit.
Sementara Joe dan Zico masih dalam pengawasan orang-orang di sekitarnya. Sambil menunggu petugas derek tiba, mereka berbincang-bincang dengan beberapa warga yang dengan ramah menawarkan kopi dan rokok.
Joe dan Zico terlihat akrab dengan mereka, meski baru saja saling mengenal. Joe, yang ingin lebih tahu tentang salah satu dari warga, bertanya, "Rumah Bapak di mana, ya?"
Seorang Bapak pedagang warung menjawab, "Rumah saya di Pasir Jambu." Obrolan mereka berlanjut dengan hangat.
Setelah menunggu berjam-jam, mobil derek akhirnya tiba dan segera mengevakuasi mobil Joe dari tempat kejadian.
Zico dan Joe yang telah menghubungi sopir pribadi Zico sebelumnya akhirnya bisa kembali ke Bandung setelah berpamitan dengan warga sekitar.
Mereka tiba di kota saat malam hari, merasa lega bahwa petualangan yang awalnya berjalan tidak sesuai rencana itu telah berakhir.
Meskipun awalnya Joe merasa putus asa terjebak dalam kemacetan yang sangat panjang, keduanya akhirnya menganggap ini sebagai pengalaman liburan yang tak terlupakan.
Joe dan Zico duduk di ruang tamu, masing-masing membuka laptop.
Meskipun tubuh mereka masih terasa nyeri dari kejadian sebelumnya, kini kedua pria tampan itu tampak sangat asyik saat mentransfer beberapa hasil foto yang diambil dari kamera SLR mereka ke komputer.
Keduanya tertarik untuk melihat hasil jepretan mereka di tempat wisata Ciwidey, meskipun perjalanan di sana berakhir dengan kecelakaan yang tidak terduga.
"Nah, yang ini keren, aku kelihatan kece kayak aktor Korea," puji Zico pada dirinya sendiri sebagai penggemar berat Korea, dan Joe terkekeh.
"Preet," cibir Joe sambil melahap cemilan. Namun, pandangannya tetap fokus menatap monitor di depannya.
Seusai mengurusi hasil photo mereka dan mengunggahnya ke instagram, kini mereka kembali fokus pada pekerjaan.
"Joe," seru Zico, dan Joe langsung mengangkat wajahnya memberi respon pada Zico.
"Soal recuitmen Sekretaris baru itu, bagaimana?" Zico meminta pendapat kepada Joe, tampaknya Joe tak terlalu memandang serius mengenai hal tersebut.
"Kamu tinggal atur-atur saja!" jawabnya sementara fokusnya terus menatap layar laptop di depan.
"Baiklah," kata Zico menghela napas panjang.
Zico memutuskan untuk mengirim lampiran email jadwal interview kepada salah satu pelamar yang terpilih dan lolos seleksi.
"Nama : Jenifer Jane." Zico membaca ulang data diri pelamar, lalu menatap foto nya.
"Sepertinya, aku gak asing dengan wajah ini, tapi dimana aku pernah melihatnya?" batin Zico bertanya-tanya.
"Joe!" panggilnya, ia berusaha memberi tahu Joe. Tetapi Joe masih enggan menanggapi.
"Ah, apaan sih? Gak usah panggil-panggil dulu!" tolak Joe, Zico berusaha menjelaskan.
"Wajah perempuan di photo ini, persis seperti perempuan yang kita temui kemarin malam," kata Zico dengan lantang, tampaknya Joe malah asyik memasang headsfree di kedua telinganya hingga ia tak mendengar perkataan Zico.
"Ahelah, Joe, Joe!" pekik Zico yang kesal atas respon sahabatnya, Joe.
***
Email tersebut sampai kepada Jane, ia langsung membuka pesan email di ponselnya, kemudian ia meloncat kegirangan di atas tempat tidur.
"Hore, besok aku interview," teriaknya dengan hati yang berbunga-bunga.
"Yeah, yuhu..." Jane tak bisa memendam rasa bahagianya saat perusahaan bergengsi mengundangnya untuk walk interview besok.
Setelah perjuangan yang panjang dalam mencari pekerjaan, momen ini adalah hal yang ia nantikan.
Jane merasa sangat bersyukur karena mendapatkan kesempatan untuk interview di perusahaan impian.
Setelah menutup email dengan gembira, ia langsung mempersiapkan diri untuk besok.
Ia membuka lemari dan mengeluarkan berbagai pakaian formal yang dimilikinya.
Dengan teliti, Jane mulai memadu padankan setiap potongan pakaian hingga beberapa opsi berceceran di atas tempat tidurnya.
Ia ingin tampil sempurna dan memberikan kesan yang baik pada saat interview.
Jane berlatih dengan sungguh-sungguh di depan cermin.
Dengan penuh percaya diri, dia mulai berbicara, "Perkenalkan, nama saya: Jenifer Jane, usia saya 21 tahun..." Ungkapnya dengan suara lantang seakan-akan tengah berhadapan dengan orang penting.
Jane mencoba memastikan bahwa dia bisa mengatasi wawancara besok dengan percaya diri dan meyakinkan bahwa dia adalah kandidat yang pantas.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 155 Episodes
Comments