Sementara, Zico kesulitan untuk memejamkan kedua matanya pada malam itu.
Masalahnya, dia baru saja mengalami patah hati yang mendalam setelah mengetahui fakta bahwa tunangannya, Tiara, berselingkuh dengan pria lain, kejadian yang baru terjadi kemarin.
Sebelum kejadian itu, Zico hendak menemui Tiara di apartemen yang ditempatinya.
Namun, apa yang menimpanya adalah kejutan yang tak diinginkan.
Ia melihat gadis itu keluar dari lobi apartemen, di sambut oleh seorang pria yang jelas bukan dia.
Zico yang masih berada dalam mobil, merasakan amarah dan kekecewaan yang memuncak.
"Bangsat!" umpat Zico dengan suara yang penuh emosi sambil memukul stang kemudi mobilnya.
Tanpa pikir panjang, Zico memutuskan untuk mengikuti mereka dengan cara mengendap-ngendap.
Perjalanan yang mereka tempuh ternyata cukup jauh dari pusat kota, membawa mereka ke sebuah resort yang terletak di desa Ciwidey.
Zico terus berusaha masuk ke dalam tempat tersebut, meskipun mengalami beberapa kendala saat pertama kali mencoba.
Akhirnya, ia berhasil sampai di sebuah kamar di mana Tiara dan pria asing itu berada.
Dengan tekad yang membara dan hati yang penuh amarah, Zico mengetuk pintu dan berteriak, "room service."
Tidak butuh waktu lama, pintu kamar terbuka, dan orang yang muncul adalah pria yang selama ini bersama Tiara.
Tanpa berpikir panjang, Zico yang dikuasai oleh nafsu dan emosi langsung melancarkan bogem mentah ke arah wajah Daniel secara membabi buta.
Wajah Tiara langsung memucat ketika menyadari kedatangan Zico yang tiba-tiba.
"Sayang, hentikan!" Jerit Tiara mencoba menjadi penengah untuk menghentikan pertengkaran keduanya.
Namun, Daniel tampaknya tidak menerima perdamaian dan membalas dengan mendaratkan pukulan ke dada Zico, hingga beberapa property di kamar itu jatuh berserakan.
Situasi semakin memanas, dan akhirnya seorang resepsionis dan beberapa petugas keamanan datang untuk meredakan pertengkaran mereka.
Keributan tersebut mulai mencuri perhatian para tamu dan pegawai di resort tersebut, menciptakan suasana yang sangat tidak nyaman.
"Sudah, Pak, sudah! Sebaiknya kalian selesaikan masalah ini di luar, karena kalian sudah mengganggu kenyamanan fasilitas kami!" kata salah satu petugas keamanan sambil menyeret paksa Daniel dan Zico yang sama-sama berusaha untuk berduel satu sama lain.
Keduanya diarahkan keluar dari kamar, tetapi masih dalam pengawasan ketat.
Sementara itu, Tiara berdiri dalam kebingungan dan tertekan.
Dia tidak tahu harus membela siapa karena Daniel tidak mengetahui bahwa Tiara adalah kekasih Zico.
Namun, secara spontan, Tiara berlari ke arah Zico, merasa terikat resmi dengannya karena rencana pernikahan mereka yang sebentar lagi akan dilangsungkan.
Namun, tindakan itu membuat Tiara sangat bersalah karena dia sebenarnya telah berkhianat pada Zico, yang sudah menjalin hubungan dengannya selama 5 tahun.
"Oh, jadi ini yang kau lakukan di belakangku?!" Zico menyoroti wajah Tiara yang penuh dengan air mata, ia merasa sangat kecewa dan terkhianati olehnya.
Sementara, Daniel masih berada di tempat tersebut dengan rasa kecewa yang sama dialami Zico saat ini.
"Tiara, apa maksudnya ini?!" Zico meminta penjelasan, sedangkan Tiara menundukkan kepala, tampak malu, tegang, dan takut kehilangan cinta keduanya.
"Maafkan aku," hanya itu yang terlontar dari mulut Tiara dengan suara yang terputus akibat tangisnya.
Zico akhirnya melepas cincin pertunangan dan melemparkannya di hadapan Tiara, sebagai tanda kekecewaan yang mendalam.
"Aku tidak sudi melihat kamu lagi! Dasar wanita murahan!" umpat Zico dengan nada penuh kemarahan, tanpa berniat kembali memperdebatkan hubungan dengan wanita yang telah kehilangan kepercayaan tersebut.
Tiara berusaha mengejar langkah Zico yang sudah masuk ke dalam mobilnya. "Sayang, maafkan aku! Please!" rintih Tiara dengan suara serak, tetapi Zico enggan mengindahkan permohonan wanita itu, memutuskan untuk kembali ke kota Bandung.
Sementara itu, Daniel juga merasa marah terhadap tindakan Tiara yang telah membohonginya.
"Ternyata kamu sudah punya orang lain! Tega kamu, Tiara!" Daniel meninggalkan Tiara, dan Tiara mencoba menahannya karena dia tidak tahu bagaimana harus pulang.
"Daniel, maafkan aku!!!" Tiara mencoba memohon, tetapi hubungan mereka sudah terlalu rumit dan terluka untuk diperbaiki.
Sesaat, Zico tersadar dari lamunannya, dan itu hanya membuat sakit kepala yang dideritanya semakin menjadi karena terlalu keras memikirkan keadaan pasca putus dengan Tiara.
Zico mencoba meredakan amarah, ia meneguk minuman beralkohol dengan kadar yang tinggi, hingga membuatnya mabuk dan merancau tak jelas.
"Tiara, kau benar-benar sudah membuatku muak dan kecewa!" Zico terus berbicara penuh emosi sambil tertawa-tawa seperti sedang berbicara dengan seseorang yang tak ada.
...
Sementara itu, Joe terbangun dalam keadaan bingung setelah bermimpi tentang sesuatu yang nakal.
"Ah, kenapa aku sampai bermimpi begituan tentang dia?!" Joe melepas selimutnya dengan rasa tidak nyaman di area pribadinya, lalu ia melirik ke arah jam dinding bundar di ruangan tersebut.
"Masih jam 2 subuh," gumam Joe. Rasa kantuknya tiba-tiba hilang, digantikan oleh bayangan nakal yang bergelayut dalam pikirannya, mengisi kesunyian dengan ketegangan dan hasrat yang semakin kuat.
"Yah, harus mandi lagi deh!" gumam Joe, merasa perlu membersihkan diri setelah mimpi yang tak diinginkan tadi.
Ia segera membersihkan tubuhnya dan berganti pakaian, mencoba mengusir bayangan dari mimpi itu, dan enggan memejamkan kedua matanya lagi.
Joe keluar dari dalam kamar, lalu menemui Zico yang sedang merancau tak jelas, memanggil-manggil nama mantan kekasihnya, Tiara, sementara kadang-kadang ia mengumpat dengan kalimat-kalimat kotor.
"Zico!" seru Joe sambil menghampiri temannya yang jelas dalam pengaruh minuman beralkohol. Wajah Zico memerah dan terlihat tidak karuan.
"Hahaha, kalau kau ingin dia, ambil saja! Kalian ini sama-sama berengsek!" rante Zico, memandang Joe sebagai Daniel, kekasih gelap Tiara.
Joe menggelengkan kepala, lalu mendekati Zico dengan niatan baik dan berusaha membuatnya sadar.
Ia memutuskan untuk memberikan tamparan ringan di wajah Zico dengan harapan itu bisa membuatnya tersadar.
Namun, tindakan Joe justru memicu kemarahan Zico, yang hendak melayangkan bogem ke arah wajah Joe sebagai reaksi.
Dengan gerak reflek, Joe berhasil menghindari pukulan itu dan berteriak, "Zico, sadarlah! Kamu sedang mabuk!!"
Tapi Zico hanya merespons dengan amarah, menghina Joe sebagai pengkhianat.
Setelah melampiaskan kemarahannya pada Joe, Zico akhirnya merebahkan tubuhnya di atas sofa sambil tertawa-tawa, masih dalam keadaan mabuk.
Zico terus merancau dalam kondisi mabuk, memanggil nama Tiara hingga akhirnya tertidur dan terbatuk-batuk.
Joe merasa khawatir dan penasaran tentang hubungan antara Zico dan Tiara, karena Zico tidak pernah menceritakan permasalahannya selama ini.
"Aku harap Zico dan Tiara baik-baik saja, terlebih, mereka sebentar lagi akan melangsungkan pernikahan," pikir Joe. Ia melihat botol minuman yang tinggal setengahnya, jelas Zico telah minum terlalu banyak.
Joe memutuskan untuk mencoba kembali fokus pada pekerjaannya dengan membuka laptop dan membuka file pekerjaan yang tertunda.
Namun, mimpi tadi terus menghantuinya dan mengganggu konsentrasi.
"Tuhan..." gumam Joe sambil merutuki dirinya sendiri. "Wanita itu berhasil mempengaruhi akal sehatku!" lanjutnya sambil memikirkan wajah Jane dan insiden di klub malam.
"Aku yakin, perempuan seperti dia bukanlah perempuan baik-baik!" Joe mencoba menepis pikiran tentang Jane, tetapi sulit untuk melupakan pengalaman yang baru saja dialaminya.
Joe mencoba meredakan pikirannya dengan merokok, menciptakan lingkaran asap yang mengisi udara di sekelilingnya.
Ia menikmati perlahan aroma asap yang masuk ke dalam rongga mulutnya, lalu menghembuskannya lagi, berulang kali.
Namun, meskipun mencoba keras, pikiran tentang Jane terus menghantui Joe.
"Tapi, perempuan itu manis juga," batin Joe, merenung sejenak sebelum dengan cepat mengusir bayangan tentang Jane.
"Ah, sial! Mikir apa aku ini?!" pekik Joe, merasa kesal pada dirinya sendiri karena tak bisa melepaskan pikiran tentang Jane.
Ia memutuskan untuk mematikan rokok yang sudah semakin habis, berharap bisa mengalihkan perhatiannya dari bayang perempuan yang merasuk dalam pikirannya.
***
Sementara di lain tempat...
Jane saat itu terbangun dengan perasaan pusing dan mual yang teramat sangat, akibat pengaruh alkohol yang berlebihan.
Dengan tertatih, ia berjalan menuju kamar mandi pribadi yang terhubung dengan kamar tidurnya.
Setelah menyalakan keran air, Jane mulai muntah dengan keras, tubuhnya lemas dan terhuyung-huyung.
"Arrg!" teriak Jane dalam keadaan lemah, dengan cairan tubuh yang hampir habis. Meskipun merasa sangat lemah, ia masih mampu menyeimbangkan tubuhnya.
Setelah muntah cukup, Jane merebahkan kembali tubuhnya di atas tempat tidur dengan kondisi masih terasa lemah dan kepala yang pusing.
"Ini semua gara-gara Mama dan Papa!" pekiknya dengan amarah yang tersimpan selama ini terhadap kedua orangtuanya yang telah lama bercerai.
"Aku benci mereka!" sambungnya sambil melemparkan bantal ke dinding, tak sengaja mengenai sang Oma yang baru saja membuka pintu kamar Jane.
"Jane, apa yang kamu lakukan?!" tanya sang Oma dengan nada tinggi, ia tampaknya sudah semakin kesal dengan perilaku cucunya.
"Oma, kenapa Oma ada di sini?! Sana keluar!" usir Jane dengan kasar, membuat Oma Widya murka dan menekuk pinggang di hadapan Jane.
"Dasar cucu tak tahu berterima kasih! Selama ini siapa yang membiayai mu?" bentak sang Oma, membuat Jane terdiam sambil sesegukan.
"Tapi, aku tidak pernah meminta semuanya itu!" jawab Jane semakin marah dengan situasinya.
"Kenapa Oma membiayai ku kalau ujung-ujungnya selalu menghitung-hitung rugi? Biarkan saja aku lontang-lantung di jalanan, toh, tak akan ada yang peduli!" ucap Jane dengan nada pemberontakan, membuat Oma Widya semakin kesal atas kata-kata cucunya.
Sang Oma dengan penuh perhatian memeluk tubuh Jane yang sedang terisak memikirkan kedua orangtuanya yang sudah hidup dengan keluarga baru mereka tanpa memikirkan perasaan Jane saat ini.
"Jane, maafkan Oma, Oma seperti itu karena sayang padamu," ungkap Oma Widya, dan tangisan Jane semakin kencang ia merindukan Ayah dan Ibunya.
"Papa dan Mama tidak sayang dan peduli lagi sama aku, Oma!" kata Jane dengan emosi, dan Oma Widya mengelus punggung sang Cucu dengan kasih sayang.
"Mereka sebenarnya sayang kepadamu, hanya saja keadaanya sudah berubah," tutur Oma, lalu kembali mendekap Jane.
"Kau sudah dewasa, sayang, kau sudah bisa menentukan jalan hidupmu," sambungnya, Jane mengangguk dan menghapus air mata.
"Aku benci yang namanya pernikahan!" pekik Jane memikirkan pernikahan kedua orangtuanya yang tak harmonis menjadi pengalaman buruk baginya dimasa depan.
...
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 155 Episodes
Comments