Pilihan yang sulit

Masih ditempat yang sama, Zevila ditemani Tuan Danian untuk memproses penyelesaian masalah yang tengah menimpa dirinya.

"Jadi, gimana dengan keputusan kamu, Zevila? apakah kamu benar-benar sudah bertekad untuk tidak membawa masalah kematian ayah kamu ke ranah hukum?" tanya Tuan Danian memastikannya.

Zevila mengangguk, tanda mengiyakan.

"Iya, Paman. Keputusan aku sudah bulat, yaitu untuk tidak membawa kasus kematian Papa ke ranah hukum. Bagiku kurang puas kalau tidak membalaskan dendam pada putranya, siapa lagi kalau bukan Razan. Paman tenang saja, aku bakal cari ide untuk memulai rencana yang aku buat khusus untuk Razan. Paman cukup memberi saran, tapi keputusan tetap ada pada diriku." Dengan tegas, Zevila menjawabnya.

Tuan Danian pun mengiyakan.

"Baik lah, jika itu sudah menjadi keputusan kamu. Paman tidak akan menghalangi niatmu untuk memberi efek jera kepada Razan, lelaki yang akan menjadi suami kamu nantinya."

"Iya, Paman."

Zevila menjawabnya dengan tegas.

"Kalau begitu, saya mau minta tanda tangan soal untuk mengganti kerugian yang cukup besar jumlah nominalnya. Bahkan, satu Perusahaan saja masih kurang. Jadi saya akan mengambil alih Perusahaan mendiang Tuan Zeno, karena itu adalah hak saya."

Akhirnya Tuan Avirlang mengajukan permintaannya, yakni untuk mengambil alih Perusahaan milik mendiang ayahnya Zevila.

Rasanya begitu berat untuk melepaskan sesuatu yang menjadi jaminan hidupnya, namun Zevila bisa apa? dalam benak pikirannya terfokus untuk membalaskan dendam atas kematian orang tuanya.

Meski sudah ada dua pilihan, Zevila lebih memilih untuk bermain api dengan seseorang yang akan menjadi suaminya. Bahkan, resiko saja tidak ia pikirkan. Bagi Zevila, membalaskan dendam adalah jalan satu-satunya untuk membuatnya puas, dan tidak ada lagi beban dipundaknya.

"Zevila, coba kamu pikirkan lagi. Takutnya saran dari Paman yang kamu terima ini salah, dan Paman tidak ingin kamu akan menyalahkan Paman. Tolong pikirkan baik-baik, Zevila, jangan turuti egomu." Tuan Danian mencoba untuk mempertimbangkan kembali soal keputusan yang diambil oleh keponakannya.

Rasanya memang begitu berat untuk kehilangan Perusahaan yang menjadi modal hidupnya, tapi tidak lagi mempunyai cara lain selain mengiyakan.

"Aku sudah yakin kok, Paman. Keputusan yang aku ambil ini, memang sudah tidak bisa diganggu gugat. Aku akan menyerahkan Perusahaan Papa satu-satunya kepada Tuan Avirlang, dan aku akan memulai rencana yang seperti Paman katakan."

"Ya sudah, kalau itu memang pilihan kamu. Paman hanya bisa mendoakan yang terbaik buat kamu, dan kamu tidak menyesalinya."

"Iya, Paman," jawab Zevila penuh percaya diri.

Kemudian, Tuan Danian segera menulis surat perjanjian. Soal tanda tangan, tentunya tidak diwaktu itu juga, melainkan hari esoknya.

"Karena sudah tidak ada yang dibicarakan, kami mohon undur diri," ucap Tuan Danian mengakhiri obrolannya.

"Baik, tidak apa-apa. Soal perjanjian, besok saya yang akan datang ke rumah Tuan," jawab Tuan Avirlang.

"Kalau begitu, kami pamit pulang, permisi, sampai bertemu lagi besok." Tuan Danian pun pamit pulang.

Setelah urusannya selesai, Tuan Danian bersama keponakannya bergegas pulang.

Sedangkan di tempat lain, Razan yang baru selesai berkemas, tiba-tiba teringat bahwa dirinya mempunyai janji dengan Tuan Vikto. Alhasil, ia segera keluar untuk menemui Rivan.

Saat pintu diketuk, dengan otomatis langsung terbuka dengan sendirinya.

"Ada apa lagi Kak Razan?" tanya Rivan saat dirinya tengah sibuk dengan pekerjaannya.

"Tidak ada apa-apa, cuma mau ngasih tau aja sama kamu, soal pertemuan penting dengan pemilik Perusahaan Gertana, yaitu Tuan Vikto. Jadi, besok kamu yang akan melakukan pertemuan penting dengannya, itupun kalau ada konfirmasi dari orang kepercayaan ku. Soal membahas apanya, aku sendiri belum tahu, hanya menyampaikan pesan ingin melakukan pertemuan, itu saja," jawab Razan menjelaskan.

"Iya Kak, aku siap menggantikan posisi Kakak. Tidak perlu khawatir, aku akan berusaha sebaik mungkin untuk keberhasilan di Perusahaan ini. Apakah masih ada yang ingin Kak Razan sampaikan?"

"Tidak ada, hanya itu saja yang ingin aku sampaikan sama kamu. Ya udah kalau gitu, aku mau langsung pergi. Semangat buatmu, semoga kamu berhasil dan sukses."

Razan tidak lupa memberi semangat buat saudara sepupunya. Meski tidak begitu akrab diantara keduanya, tetap bersikap baik satu sama lain. Walau terkadang ada pendapat yang tidak disetujuinya.

Dilain posisi, Zevila yang tidak ingin terlalu pusing memikirkan rencana yang akan dibuat, memilih untuk memenangkan pikirannya di suatu tempat.

"Aku berhenti di Danau Kemuning aja ya, Paman," ucap Zevila yang sudah memakan waktu setengah perjalanan.

"Kamu ada janji?" tanya Tuan Danian ingin tahu.

"Gak ada kok, Paman. Aku cuma ingin bersantai sejenak untuk hari ini, soalnya ada janji juga sama temen aku, gak apa-apa 'kan, Paman?"

"Kalau ada apa-apa sama kamu, gimana? Paman tidak ingin terjadi sesuatu pada diri kamu, Zev. Gimana kalau Vira yang menemani kamu? biar kamu ada temannya,"

"Gak usah, Paman. Aku bareng Renata kok, temen kuliah aku, jugaan gak lama, nanti biar pulangnya bareng dia aja, Paman." Zevila berusaha untuk meyakinkan pamannya agar tidak menjadi kekhawatiran.

"Ya udah kalau memang itu maunya kamu, Paman gak akan melarangnya, tapi ingat, pulangnya jangan sampai kemalaman." Tuan Danian tak lupa mengingatkan keponakannya agar pulang tidak larut malam.

"Iya, Paman, aku nanti langsung pulang kok," jawab Zevila meyakinkannya.

Kemudian, Tuan Danian meminta kepada supirnya untuk berhenti di Danau Kemuning. Jarak tempuh yang tidak memakan waktu lama, akhirnya sampai juga di tempat yang ia tuju, dimana lagi kalau bukan di Danau Kemuning.

Setelah sampai di lokasi, Zevila segera turun, dan tidak lupa untuk menghubungi teman baiknya. Merasa penat karena yang tengah dipikirkannya begitu rumit, Zevila mencari tempat yang bisa membuatnya tenang, dan tidak semakin berisik dan menambah pusing.

Sambil mencari tempat yang longgar, Zevila tidak lupa untuk memesan makanan dan minuman. Kemudian, Zevila duduk di tepi Danau seorang diri. Tidak hanya duduk dan berdiam diri, alih-alih mencari kesibukan, yakni memainkan ponselnya, dan juga mengambil foto yang kiranya terlihat bagus tempatnya.

"Cie... yang lagi serius mengambil momen, gak sedang ditemani sang pujangga kah?" ledek Renata saat Zevila tengah mengambil foto.

"Dih! kata siapa ditemani sang pujangga, sama nyamuk mah iya. Bete banget akunya Ren, makanya aku telpon kamu tadi, biar cepetan datang, eh beneran datang."

"Hem, kebiasaan kamu mah begitu. Sukanya yang dadakan, gak mau nunggu atau apa lah. Eh, asal jangan nikahnya juga dadakan, bisa-bisa kamu jadi tahu bulet," lagi lagi Renata kembali meledek teman baiknya.

Saat itu juga, Zevila langsung menyentil keningnya.

"Aw! sakit, tau. Kamu ini, sebenarnya kenapa sih, tadi ditelepon serius banget, kek orang lagi sedih kamunya. Gak lagi ada masalah 'kan?"

Zevila menggelengkan kepalanya, menjawab dengan seperlunya

Terpopuler

Comments

Piet Mayong

Piet Mayong

masih nebak nebak,....

2023-10-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!