Zevila bersama Pamannya yang tengah melakukan pertemuan penting dengan seseorang yang dijadikan alat bukti, tengah duduk yang saling berhadapan.
Dengan posisi duduk bersebelahan, Zevila berusaha untuk tetap tenang dan tidak bersikap gegabah. Tidak memakan waktu lama, akhirnya yang sudah ditunggu-tunggu datang juga. Terasa sedikit lega, setidaknya tidak lagi cemas, lantaran masih terus kepikiran mengenai soal bukti yang akurat.
Setelah tidak ada yang ditunggu, Tuan Danian membenarkan posisi duduknya, dan memulai membuka obrolan yang akan dibahas, yakni soal kematian ayahnya Zevila.
"Apakah bukti yang Anda bawa sekarang ini dapat kami percaya?" tanya Tuan Danian begitu serius.
"Benar, Tuan, semua tidak ada yang direkayasa. Saya membawa bukti dengan sangat jelas, karena pada waktu itu saya menjadi orang kepercayaan Tuan Zeno."
Seseorang yang tengah membawa bukti, kini tengah menyodorkannya kepada Tuan Danian.
"Lalu, kenapa Anda tidak mengatakannya sejak awal kalau masih ada bukti soal kematian ayah dari keponakan saya? ha!"
Tuan Danian sedikit membentak seseorang yang ada dihadapannya, yakni lelaki yang berusia sekitar empat puluh lima tahunan, namanya Rudi.
"Maaf, Tuan, saya takut pada waktu itu," jawabnya.
"Ya sudah, aku akan melihat bukti yang akan kamu tunjukkan kepada kami sekarang ini sambil menunggu pihak yang bersangkutan, Tuan Avirlang."
Tuan Danian akhirnya membuka rekaman bukti soal kematian Tuan Zeno, yakni sang kakak.
Zevila yang juga merasa penasaran, sudah tidak sabar rasanya ingin melihat dan mendengarkannya langsung, meski hanya tinggal rekaman video semata.
Video yang memakan durasi yang tidak panjang, Tuan Danian bersama Zevila begitu fokus saat indra penglihatannya tertuju pada sebuah layar laptop, juga indra pendengarannya yang fokus, tidak ada yang dilewatkan oleh Paman dan keponakan.
Zevila begitu sedih mendengarnya, mimik mukanya begitu sulit untuk ditangkap, antara malu dan sedih tercampur menjadi satu. Benar-benar sangat menyakitkan ketika mendengar rekaman video antara Tuan Arival dan Tuan Zeno.
"Kesalahan ada pada ayahmu dan juga ayahnya Razan, yaitu mendiang Tuan Arival. Bagaimana menurut kamu, Zevila? apakah kasus ini akan dibawa kemeja hijau? atau kamu lebih memilih membalaskan dendam mu kepada penerus dari mendiang Tuan Arival? kalau kamu melaporkannya kepolisi, semua akan cepat diatasi, tapi sayangnya, meski Razan adalah anaknya, seorang anak tidak akan bisa menjadi pengganti jeruji besi, karena yang salah adalah ayahnya."
Dengan penuh panjang lebar, Tuan Danian mencoba memberi saran kepada keponakannya. Sedangkan Zevila sendiri tengah berpikir untuk mencari solusi yang tepat, dan tidak gegabah ketika mengambil kesimpulan.
"Tapi, Paman, bagaimana kalau Tuan Avirlang menuntut kasus kerja samanya dengan Papa, Paman? aku dong yang rugi, harus mengganti kerugian yang cukup besar." Zevila kembali meminta solusi dari pamannya mengenai kerugian oleh pihak yang bersangkutan.
"Iya juga sih, karena yang mengompori ayah kamu itu, ayahnya Razan, kalau dilaporkan ke polisi, palingan juga suruh ganti rugi, dan kamu tidak bisa membalaskan dendam, karena pastinya kamu tidak akan dinikahi oleh Razan, gimana menurut kamu? apakah kamu bersedia mengganti kerugian pihak sebelah?"
Lagi-lagi Zevila bertambah pening, antara membalaskan dendam, atau memilih untuk mengganti rugi dengan cara dibagi dua, tapi tidak akan membuatnya puas, pikir Zevila yang tengah memikirkan cara untuk mendapatkan solusi yang tepat.
"Aku pikir-pikir dulu ya, Paman, soalnya aku lagi bingung, antara membalaskan dendam atau bagi dua untuk mengganti rugi. Kalau aku yang mengganti kerugian, bagaimana dengan kita, Paman? apa gak jatuh miskin?"
"Iya juga sih, tapi 'kan yang hilang cuma perusahaan ayah kamu, rumah akan tetap utuh, dan soal makan, nanti kamu bisa tinggal di rumah suami kamu, si Razan. Selain membalaskan dendam, kamu juga harus pintar menguasai harta kekayaan keluarga Wigunanta agar jatuh ke tangan kamu, yaitu menyingkirkan Razan, dan sebagai ganti rugi apa yang sudah kamu korbankan, juga balas dendam mu kepada ayahnya yang sudah mengakibatkan kematian ayah kamu."
Dengan panjang lebar, Tuan Danian memberi saran yang cukup membahayakan keselamatan keponakannya. Entah apa yang menjadi tujuannya, Tuan Danian menunjukan kebenciannya kepada mendiang Tuan Arival.
"Terus, bagaimana dengan Vira, Paman? bukankah Vira yang seharusnya menikah dengan Razan? kenapa mesti aku, Paman?"
"Paman tidak sudi menikahkan Vira dengan Razan, anak dari seseorang yang sudah mengakibatkan kematian ayah kamu. Makanya, Paman meminta kamu untuk menerima kemauan Razan yang memilih kamu untuk menjadi istrinya. Karena ini kesempatan langka, dan kamu tidak perlu mengemis, 'kan?"
"Benar juga kata Paman, kasihan Vira kalau sampai dijadikan umpan si Razan, kalau begitu aku siap untuk masuk ke kediaman keluarga Wigunanta."
Sesuai keputusan yang diambil, Zevila tidak akan menyia-nyiakan kesempatan emasnya untuk membalaskan dendamnya atas kematian ayahnya yang cukup tragis.
Setelah berdiskusi panjang lebar, dan menurutnya sudah tidak ada lagi yang dibicarakan, Zevila merasa sedikit tenang karena menemukan cara untuk membalaskan dendamnya.
Tidak lama kemudian, Tuan Avirlang yang sudah ditunggu-tunggu, akhirnya datang juga dengan tepat waktu, dan tidak perlu menunggunya lama.
"Silakan duduk, Tuan," ucap Tuan Danian mempersilakan duduk kepada Tuan Avirlang.
"Terima kasih," jawabnya dan segera duduk, tepatnya disebelah Pak Rudi.
Karena tidak ingin membuang-buang waktu, dan tidak mau berlama-lama, Tuan Avirlang langsung membicarakan pokok intinya. Zevila dan Tuan Danian mendengarkannya, dan tidak ada satu kalimat pun yang terlewatkan.
Selesai mendapat penjelasan yang cukup akurat, Zevila menarik napasnya dalam-dalam, dan mengeluarkannya perlahan.
Menyakitkan sudah pasti, tapi mau bagaimana lagi, Zevila tidak mempunyai pilihan lain, dan saran yang diberikan dari Pamannya, pun ia terima. Dalam pikirannya Zevila hanya satu, membalaskan dendamnya untuk membuatnya puas, dan tidak hanya dirinya saja yang harus merasakan sakit karena kehilangan orang tuanya.
"Bagaimana Zevila? apakah kamu bersedia untuk mengganti kerugian Tuan Avirlang?" tanya Tuan Danian mengenai ganti rugi soal kerugian yang diterima oleh Tuan Avirlang.
Zevila tengah berpikir, takutnya keputusan yang ia ambil itu salah.
"Zevila, gimana dengan keputusan kamu?" Tuan Danian kembali bertanya, sekali membuyarkan lamunannya.
"Baik, Paman, aku bersedia mengganti rugi Tuan Avirlang, dan siap memenuhinya," jawab Zevila berusaha meyakinkan diri sendiri, bahwa apa yang menjadi keputusannya adalah pilihan yang terbaik.
"Kamu serius, 'kan? dan tidak ada yang kamu sesali?"
Tuan Danian kembali bertanya dan memastikan, yang ditakutkan dirinya akan disalahkan ketika keponakannya ternyata tidak mengiyakan.
Zevila mengangguk tanda setuju.
"Iya, Paman, aku serius mengganti kerugian Tuan Avirlang," jawab Zevila meyakinkan pamannya.
"Baiklah, jika jawaban kamu ini adalah keputusan kamu yang mutlak, Paman akan membantu proses penyelesaian soal permasalahan mendiang ayah kamu," ucap Tuan Danian.
Zevila menghela napasnya, berharap keputusan yang ia ambil tidak salah, pikirnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
Piet Mayong
masih nyimak dulu
2023-10-24
0