Merasa penat

Zevila yang semakin penat untuk mencerna setiap ucapan dari Pamannya, memilih untuk mengatur napasnya yang terasa shock ketika mendengar insiden kematian ayahnya disebabkan oleh seseorang, yakni mendiang orang tuanya Razan.

"Kamu tenang saja, kami pasti akan membantumu untuk membalaskan dendam atas kematian ayahmu. Jadi, kamu tidak perlu terkecoh menerima paksaan untuk menikah dengan Razan, lelaki yang sebenarnya harus kamu singkirkan untuk selama-lamanya."

Tuan Danian berusaha untuk meyakinkan Zevila agar percaya dengan ucapannya.

"Baik, Paman, aku yang akan menikah dengan Razan, dan aku juga yang akan membalaskan dendam ku padanya. Tidak perlu lewat Vira, karena aku yang akan melakukannya sendiri."

Kamu serius?" tanya Tuan Danian kepada keponakannya.

Zevila mengangguk dan mengiyakan.

Dengan perasaan yang sudah sangat geram dan dongkol, Zevila langsung memberi keputusannya, yakni menikah dengan Razan, lelaki yang diketahui sudah menyebabkan kematian ayahnya.

"Aku gak terima kalau Zevila yang menikah dengan Razan, Pa! pokoknya aku yang harus menjadi istrinya."

Vira tiba-tiba menyahut saat mendengar Zevila menyanggupi untuk menerima paksaan dari Razan.

"Diam, kamu!" bentak Tuan Danian kepada putrinya.

"Pa!"

"Diam!"

"Baik lah, jika Zevila bersedia menikah dengan Razan. Tapi ingat, tujuan kamu menikah dengan Razan itu hanya untuk membalaskan dendam padanya, bukan untuk jatuh cinta."

"Pa! aku gak terima jika Zevila menikah dengan Razan. Karena dia lelaki yang aku cintai!" sahut Vira ikut menimpali bercampur emosi.

"Lebih baik kamu masuk ke kamar, biar otak mu agak warasan sedikit, ngerti kamu!"

"Tapi, Pa-"

"Tidak ada tapi tapian, sekarang juga kamu masuk ke kamar." Perintah Tuan Danian kepada putrinya.

Vira yang tidak bisa berkata apa-apa lagi, dirinya hanya bisa nurut dan mengikuti apa kata sang ayah.

Sedangkan Zevila yang penuh kebencian, sedikitpun tidak segan-segan jika harus membalaskan dendamnya kepada lelaki yang memilih dirinya untuk dinikahi. Namun, bukannya menolak, justru siap untuk menikah dengan Razan, tentunya untuk membalaskan dendamnya kepada seseorang yang diketahui anak dari orang yang sudah menyebabkan kematian ayahnya.

"Waktu kita tidak banyak, kita segera berangkat untuk mengurus masalah yang sedang ditangani oleh polisi. Hari ini juga, kita akan selesaikan masalah ayah kamu, secepatnya agar segera diproses." Kata Tuan Danian yang sudah siap untuk berangkat.

Zevila yang sudah bersemangat karena akan mulai karirnya di kantor, kini harus mendapatkan masalah yang lumayan cukup berat untuk ditangani. Namun, mau bagaimana lagi, hanya bisa berusaha dan berusaha, yakni mendapat keputusan yang baik.

Di tempat lain, Razan yang tengah dalam perjalanan menuju tempat kerjanya, teringat dengan sosok Zevila. Namun, lamunannya buyar saat sudah sampai di depan pintu masuk.

Lain lagi di kediaman keluarga Wigunanta, Rivan yang sudah siap untuk berangkat ke kantor, rasanya begitu malas saat mengingat ucapan dari Razan yang akan tetap menikahi perempuan yang disukainya.

"Rivan, kamu gak ke kantor? dah jam berapa ini?" tanya Tuan Arta membuyarkan lamunannya.

"Nanti, Pa, lagi males berangkat terlalu pagi. Oh iya, Kak Razan beneran gak pulang kah? perasaan dari tadi gak kelihatan,"

"Mungkin tidur di rumah kosannya Dendi, kemana lagi kalau gak ke rumah kosannya. Kenapa memangnya? kelihatan lesu kamunya,"

"Gak apa-apa, ya udah ya, Pa, aku berangkat duluan."

Rivan yang sama sekali tidak bersemangat, segera berangkat ke kantor. Dengan kecepatan tinggi, Rivan mengendarai mobilnya tanpa supir yang mengantarkannya ke kantor.

Saat sampai di tempat kerjanya, hilang sudah semangatnya. Pikirnya setelah menduduki kursi impiannya, yakni pindah tempat dan menjadi kepala pimpinannya perusahaan, kemudian Rivan berencana untuk melamar pujaan hatinya, perempuan yang disukainya sejak masih sekolah dan kuliah.

Kini, saat mengetahui kalau saudara sepupunya memilih Zevila untuk dinikahi, hatinya hancur, meski kenyataannya belum benar keputusannya. Tetap saja, Rivan tidak bersemangat ketika yang menjadi saingannya adalah saudaranya sendiri.

Baru juga masuk, ingin rasanya putar balik dan mencari tempat yang bisa menenangkan pikirannya. Namun, tidak disangka jika di hadapannya ada sosok Razan yang berdiri tegap di depannya.

"Ada yang ingin aku bicarakan sama kamu, ayo ikut aku."

Razan mengajak Rivan untuk membicarakan sesuatu hal penting di tempat lain. Rivan yang tidak bisa menolak ajakan saudaranya, mengiyakan dan mengikutinya dari belakang. Rupanya mengajaknya masuk ke ruang kerjanya.

"Duduk lah, ada hal penting yang ingin aku sampaikan, yakni mengenai tanggung jawab sepenuhnya padamu."

Razan tidak ingin bertele-tele, dan langsung bicara ke pokok intinya. Tidak ada pilihan lain selain menerima perintah dari sang kakak, Rivan duduk di depan saudara sepupunya.

"Memangnya hal penting apa yang ingin Kak Razan sampaikan padaku?" tanya Rivan yang begitu serius menatap saudara sepupunya.

"Mulai besok kantor ini kamu yang akan urus, dan kamu yang akan bertanggungjawab sepenuhnya, berhasil atau tidaknya, ada pada diri kamu. Aku percayakan semua yang mengenai kantor ini, kamulah orangnya. Jangan kecewakan keluarga Wigunanta, kamu mengerti?"

"Kak Razan beneran yakin kah, jika aku yang akan urus semuanya? kalau sampai aku gagal, bagaimana?"

"Itu berarti kamu gagal untuk meraih keberhasilan, dan aku akan ambil alih. Jika terjadi kemerosotan soal pendapatan yang bisa menumbangkan perusahaan, maka tidak ada kesempatan kedua untuk mu, paham 'kan?"

"Baik lah, jika Kak Razan mempercayai ku untuk mengelola perusahaan di kantor ini, maka aku akan menyanggupinya. Tapi ingat, jika aku gagal, jangan menyalahkan ku dalam sepihak."

"Tergantung permasalahannya, bisa ditoleransi atau enggaknya," ucapnya.

"Sudah tidak ada yang dibicarakan lagi 'kan? kalau tidak ada, aku mau pamit keluar, pekerjaan ku hari ini numpuk, permisi."

"Satu lagi, jauhi Zevila, karena dia sudah menjadi calon istriku."

Rivan yang mendengarnya, napasnya terasa panas, juga tak lupa mengepalkan kedua tangannya yang terasa geram saat perempuan yang disukainya telah direbut oleh saudara sepupunya sendiri.

'Mentang-mentang kamu yang berkuasa di keluarga Wigunanta, dengan seenak jidat mu untuk menguasai segalanya, tidak akan!' batin Rivan penuh geram dan terasa dongkol.

"Kak Razan tenang saja, karena aku tidak akan merebutnya darimu." Sahut Rivan tanpa menoleh, lalu bergegas pergi meninggalkan ruang kerja saudaranya.

Razan yang sudah mendengarnya, pun segera membereskan tempat kerjanya, lantaran Rivan yang akan menggantikan posisinya. Sedangkan dirinya akan pindah tempat kerjanya, yang tidak lain di sebuah perusahaan yang satunya, yakni milik mendiang ayahnya yang pernah diduduki.

Di tempat lain, Zevila yang tengah ditemani Tuan Danian, rasanya benar-benar sudah tidak sabar untuk bertemu dengan seseorang yang ada di video call, ingin segera berhadapan langsung dan meminta bukti yang akurat. Juga, tidak ingin berlama-lama menunggu.

Terpopuler

Comments

Piet Mayong

Piet Mayong

kok aku jadi curiga ya, dalang sebenarnya itu paman kamu sendiri zevila...

2023-10-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!