Gelapnya malam menyelimuti kota metropolitan ini seperti kain sutra hitam yang lembut, jalan-jalan tampak lengang seolah sedang tertidur pulas. Dari kejauhan, seseorang berjalan sendirian di trotoar terlihat seperti sedang melamun. Seakan raga dan jiwanya tak berada di tempat yang sama.
Sayup-sayup suara kendaraan yang melintas terdengar di kejauhan sana, melewati area pertokoan dan restoran yang lampu-lampunya menyala, namun tampak redup dan temaram.
Zoe Mafarulls mengepulkan asap rokok terakhirnya, kemudian membuang puntung rokok tersebut ke sebuah selokan kecil yang berada di sampingnya. Setelah itu, ia masuk ke dalam mobil dan menjalankan kendaraan tersebut menuju rumah orang tuanya. Menikmati waktu sendirian seperti itu memang sudah menjadi kebiasaan baru bagi Zoe sejak 3 tahun ke belakang, janji pulang kantor sebelum jam 9 malam pada sang ibu nyatanya hanya di mulut saja. Zoe malah luntang-lantung di pinggir jalan menikmati udara malam di jam 1 dini hari.
Sebenarnya, apa alasan Zoe menjadi seperti ini? Hingga hidupnya terasa kosong meski sudah bergelimang harta sekalipun. Zoe Mafarulls sukses besar memimpin perusahaan yang bergerak di bidang properti, kuliner, teknologi, perhotelan dan juga pariwisata. Menggantikan posisi sang ayah yang kini sudah pensiun. Di bawah kepemimpinannya, perusahaan MZ Company berhasil masuk ke jajaran perusahaan paling berpengaruh se-Indonesia. Zoe berhasil meraih berbagai penghargaan, termasuk penghargaan 'Presiden Direktur Terbaik' dari majalah Forbes.
Sesampainya di rumah, Zoe langsung merebahkan dirinya ke atas kasur tanpa berganti pakaian. Rasanya terlalu lelah walau hanya sekadar mengambil pakaian ganti saja. Matanya menerawang, menatap langit-langit kamar miliknya yang didominasi warna monokrom, sangat mewakili hatinya yang abu-abu gelap tanpa adanya warna lain yang menghiasinya.
"Aku gak punya perasaan apa-apa sama kamu, Na. Sampai kamu menangis darah sekalipun, gak tahu kenapa aku gak merasa iba sedikitpun."
"Cinta itu gak bisa dipaksain, Shena. Aku cuma bisa anggap kamu sebagai sahabat, gak lebih!"
"Kumohon ..., pikirkan sekali lagi, Zoe!"
Isakan kecil lolos begitu saja dari mulut seorang Zoe Mafarulls saat ingatannya kembali ke masa lalu, saat ia menolak mentah-mentah ketulusan cinta dari sahabatnya sendiri, Shena Morghia. Namun, ketika ia menyadari perasaannya sendiri, Shena malah terlanjur memilih laki-laki lain.
Nasi sudah menjadi bubur, waktu yang telah berlalu penuh kepiluan serta penyesalan mendalam itu kini tak lagi bisa diubahnya. Zoe juga tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama seperti dulu.
"Maafin aku, Na. Kumohon ... bangun dan berhenti menghukumku dengan cara seperti ini!" Air mata Zoe mengalir dari sudut matanya yang ditutup oleh lengannya sendiri. Mulutnya sedikit menganga lantaran dadanya mulai merasa sesak. Ini sangat menyakitkan.
Banyak orang mengatakan bahwa waktu adalah obat. Akan tetapi, bagaimana dengan Zoe? Bahkan setelah 3 tahun lamanya, Zoe tidak mampu membiasakan diri tanpa adanya gadis itu menemani hari-harinya, merecoki kegiatannya dan mengomeli dirinya ketika Zoe melakukan kesalahan. Zoe benar-benar sangat merindukan semua itu dari Shena.
"Aku mencintaimu, Shena. Jika memang dengan membuatku tersiksa hingga sesakit ini membuatmu bahagia, maka lakukanlah, Sayang! Sepuas dirimu."
...*...
...*...
"Zoe, udah berapa kali Mama ingetin kamu. Pedulikan dulu dirimu sendiri, baru setelah itu orang lain. Kalau kamu begini terus lama-lama Mama jengah, Zoe!" sungut Mama Amelia ketika mendapati sang putra tengah bersiap di kamarnya. Saking sudah tidak tahannya, ibunda dari Zoe itu langsung menerobos masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Ia sudah sangat kesal lantaran perkataannya seperti dianggap angin lalu oleh sang putra.
Tak ada jawaban dari Zoe, Mama Amelia pun kembali bersuara, "Sekarang Mama tanya, mau sampai kapan kamu pulang larut malam gak jelas begitu, hem?"
Zoe tetaplah Zoe, ia masih tetap diam seraya memasang dasi yang berwarna senada dengan kemeja hitam yang ia kenakan. Bagi Zoe, omelan sang ibu sudah seperti musik penghantar ketika ia sedang bersiap. Situasi seperti ini hampir setiap pagi dialaminya, apa lagi kalau bukan karena ia selalu pulang malam tanpa alasan yang jelas. Tidak lembur bekerja, tidak ada tugas luar kota, atau hal-hal penting lainnya.
Zoe hanya keluar malam berjalan-jalan tidak jelas dengan alasan menghilangkan rasa penat setelah duduk berjam-jam di meja kerjanya. Padahal, pekerjaannya tidak sedang mengharuskan Zoe untuk lembur hingga larut malam, sekalipun begitu, ia memiliki kaki tangan yang dapat diandalkannya.
"Zoe laper, Ma. Ayo kita turun ke bawah!" ucap Zoe lembut ketika mendekati sang ibu yang masih berdiri menyilangkan tangannya di dada.
"Kamu tahu kan, Zoe. Mama begini karena sayang dan peduli sama kamu. Kamu itu anak satu-satunya Mama, kalau kamu sampai kenapa-napa bisa gak waras mamamu ini!"
Tak mempan dengan kata-kata, Zoe segera memeluk sang ibu berharap bisa menenangkannya. Kalau sudah mengomel panjang kali lebar seperti ini, sang ibu memang agak susah untuk dibuat berhenti.
"Hem, aku tahu." Zoe mengusap kedua bahu Mama Amelia, kemudian melepas pelukannya.
"Sebelum ke kantor, Mama mau minta tolong, bisa kan, Zoe?"
Mendapat pertanyaan seperti itu, tanpa curiga Zoe pun tentu langsung mengiyakan.
"Mulai hari ini tolong kamu antar-jemput Erlita, ya! Kasihan dia, Zoe. Kalau pagi sering kesiangan karena harus nunggu angkutan umum ke rumah sakit, kalau naik taksi tiap hari ya dia pasti keberatan dengan biaya ongkosnya yang mahal, bisa berkurang nanti jatah bulanan buat dia kirim ke keluarganya di kampung. Belum lagi kalau pas pulang malam, anak gadis gak boleh dibiarin sendirian, Zoe."
Kedua tangan Zoe yang semula berada di bahu sang ibu perlahan turun dan mengepal tanpa Zoe sadari.
"Kenapa harus aku?" Hanya itu yang bisa Zoe lontarkan setelah beberapa saat sempat terdiam.
"Kamu lupa, Erlita itu tanggung jawab kita, Zoe. Kalau ada apa-apa sama dia kan kita juga yang repot. Dia juga udah banyak berjasa sama kita, terutama sama keluarga Shena."
Mendengar penuturan sang ibu, akhirnya Zoe pun hanya bisa mengangguk menyetujuinya. Ia masih belum bisa berkata-kata. Tentu Zoe juga peduli terhadap Erlita, sebab dia sendirilah yang mempekerjakan wanita itu untuk merawat gadis yang dicintainya. Akan tetapi, selama ini ia dan Erlita belum pernah berurusan secara langsung. Namun, sepertinya hubungan gadis itu telah cukup dekat dengan sang ibu tanpa sepengetahuan dirinya.
Beberapa kali Zoe dan Erlita berpapasan ketika ia menjenguk Shena di rumah sakit, dan Zoe hanya menjawab singkat saja saat gadis itu coba menyapanya. Bukan apa-apa, Zoe melakukan itu karena tidak ingin disalahpahami oleh sang ibu. Sebab dalam beberapa kesempatan, Mama Amelia cukup sering membahas gadis berlesung pipi itu di hadapannya. Tanpa diperjelas pun Zoe mengerti ke mana arah pembicaraan ibunya tersebut.
"Untuk hari ini aja, aku akan turuti keinginan Mama jemput gadis itu. Tapi tidak dengan setiap hari! Aku mampu mempekerjakan seseorang untuk jadi sopir gadis kesayangan Mama yang baru," ujar Zoe tak ingin dibantah.
Kata-kata Zoe barusan sebetulnya cukup menyindir sang ibu yang dulu selalu membanggakan sosok Shena, seolah tak ada satu pun gadis di dunia ini yang pantas mendampingi sang putra, selain Shena. Namun kini Zoe sadar ibundanya itu sudah berubah pikiran. Entah karena lelah dengan keadaan Shena yang tidak ada perubahan, ataukah memang hatinya sudah lain haluan.
Meski begitu, sungguh tak mudah bagi Zoe untuk menggantikan posisi Shena di hatinya oleh siapa pun. Hanya membayangkannya saja, Zoe sama sekali tidak sanggup.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Om Rudi
Joe kok jadi Zoe, Cantik? Bab 1 pakai Joe
2025-01-14
1
Om Rudi
semoga langgeng ceritanya
2025-01-14
1
R.F
2like hadir, semangat kak
mampir y
2024-01-07
1