TOLONG JANGAN PLAGIAT, KAMI BISA PROSES SESUAI HUKUM. DAN YANG SUDAH PLAGIAT KEMARIN ****TOLONG DIHAPUS. BELAJAR, BUKAN MENCURI ITULAH DUNIA MENULIS.
INI KARYA TERKONTRAK PLATFORM, TIDAK TERBIT DI PLATFORM LAIN JUGA AKUN YOUTUBE, INI HANYA ADA DISINI, KARENA MILIK SAYA DARI OTAK SAYA. JIKA ADA LAIN, HARAP KASIH TAU DI KOLOM KOMENTAR AGAR DITINDAK LANJUTI.
________________________________
Telpon dari seseorang yang penting, membuat Dimas harus meninggalkan rena dan menemui sejenak. Tidak ada waktu lagi untuk menunda pertemuan, ia memacu kendaraan sangat cepat untuk menuju sebuah hotel lebih dulu. Telah lama kehadiran orang itu dinanti, namun waktu selalu saja tidak berpihak hingga mereka hanya bisa bertemu beberapa menit saja sebelum seseorang itu kembali ke tempat lain untuk pekerjaan.
Usai bertemu sejenak, Dimas menujuke kantor untuk meminpin sebuah meeting telah dijadwalkan. Meeting sudah diundurnya beberapa waktu, dan tak mungkin untuk di undur kembali. Dia harus bisa profesional dalam mengurus perusahaan dipercayakan padanya, tanpa mencampurkan urusan pribadi didalamnya.
Rela mondar-mandir demi sebuah tanggungjawab, Dimas kembali lagi ke rumah sakit untuk melihat keadaan Rena. Sebelum pergi, ia menyerahkan semua urusan kantor pada sekretarisnya dengan pesan segera menghubungi ketika ada sesuatu hal mendesak untuk dikerjakan.
"Maaf, pasien yang tertabrak tadi kemana ya?" tanay Dimas begitu memasuki ruang UGD dan tak mendapati seseorang tadi berbaring ketika ditinggalkan.
"Pasien atas nama Rena Putri sudah dipindahkan ke ruang inap, Pak. Sesuai apa yang tadi diminta oleh orang yang menabrak," jelas perawat jaga tersebut sopan, tidak mengetahui jika Dimas adalah orang yang menabrak karena sudah berganti shift.
"Baik, kalau begitu terima kasih banyak" Dimas mengakhiri pertanyaa, memutar tubuh untuk mencari kamar tadi dipesan.
"Sama sama, Pak." Perawat perempuan itu menjawab santun.
Dimas menyusuri lorong rumah sakit dengan langkah lebar menuju kamar telah dipesan pada bagian administrasi tadi. Memang sebenarnya Rena sudah boleh pulang usai di gips, namun Dimas meminta untuk beberapa hari dirawat lebih dulu agar dapat pulih tanpa aktifitas lain dikerjakan.
Sebuah kamar bertuliskan VVIP, dimasuki Dimas usai mengetuk tiga kali pintu dan tidak mendapat jawaban. Didapatinya Rena tertidur pulas sendiri di dalam kamar, ia pun menutup kembali pintu dengan sangat lirih begitu memasuki ruangan.
Ia duduk di sebuah sofa dalam kamar rumah sakit, memperhatikan dari jauh wajah seseorang berhidung mancung tersebut. Meraih sebuah ponsel untuk mengirimkan pesan, Dimas memberikan kabar jika dirinya telah tiba di rumah sakit pada seseorang mengetahui akan kecelakaan pagi ini.
Melihat kembali ke arah ranjang usai mengirim pesan, Dimas beranjak dari duduk saat mengetahui sebagian wajah cnatik itu tertutup oleh rambut. Perlahan dan sangat hati hati, Dimas menyibakkan rambut indah tersebut dan meletakkan di samping.
"Cantik," gumam lirih Dimas mengamati wajah tampak polos dalam lelap, tersentak ketika ponsel di atas meja berdering dan segera dihampiri untuk di angkat.
"Papi, kapan pulang?" terdengar seketika suara melengking dari ujung panggilan sudah di angkat.
"Hari ini Kamu di rumah sama Bibi dulu ya? Papi ada urusan penting dan belum bisa pulang malam ini," lirih Dimas menjelaskan pada putrinya, takut mengganggu tidur Rena.
"Iya, Papi. Hati hati," sahut Aulia mengerti tanpa protes.
"Cepat tidur malam ini, gak boleh buat Bibi kerepotan! mengerti?!" kata Dimas tegas.
"Mengerti, Papi." Aulia menjawab kembali.
Setelah berpesan pada putrinya, Dimas menutup sambungan telpon dan mengantongi di saku celana. Sengaja tadi ia menjauh ketika menerima panggilan, kini ia menoleh dan mendapati perempuan tadi tertidur sudah membuka mata dan menatap ke arahnya.
"Maaf, Kamu pasti kaget. tadi Aulia yang telpon," ucap Dimas berjalan mendekat ke arah ranjang pasien.
"Tidak kok, Pak. Saya memang terbangun bukan karena telpon Bapak, lebih baik sekarang Bapak pulang ke rumah. Kasihan anak dan istri Bapak menunggu, biar Saya menghubungi teman teman Saya," kata Rena merasa tak enak.
"Bukan masalh, Saya juga sudah janji buat tanggungjawab sampai Kamu sembuh, kan?" jawab Dimas masih berdiri di samping ranjang.
"Orang yang aku tunggu juga tidak akan mungkin kembali," batin Dimas sendu.
Rena merasa tidak enak dengan perlakuan Dimas dan takut terjadi salah paham antara Dimas dan Istrinya jika Ia tetap menunggu di rumah sakit seperti ini. Namun Rena hanya bisa mengiyakan keinginan lelaki ingin bertanggungjawab karena telah menabrak dirinya. Sejujurnya Rena merasa kurang nyaman karena untuk pertama kali harus berada di suatu ruangan dengan seorang pria, apalagi pria tersebut telah memiliki istri dan juga anak.
"Kamu mau ngapain?" tanya Dimas melihat Rena mulai mengubah posisinya untuk berusaha duduk dan beranjak dari tempat tidur.
"Um, ini pak Saya mau__" sahut Rena malu malu sambil terus berusaha bangun, namun dengan cepat Dimas berdiri dan mendekatkan dirinya ke hadapan Rena. Wajah Rena seakan terbakar, dengan jantung mulai berdegup kencang kembali tanpa tahu kenapa dia bisa merasakan seperti itu pada lelaki yang sudah memiliki keluarga.
"Kamu kan lagi sakit, jadi diam saja di ranjang Kamu. Jangan banyak bergerak, Kamu mau apa biar saya bantu untuk." Dimas menatap Rena serta kedua tangan memegangi pundak perempuan mencoba bangun terbut dengan niatan agar kembali berbaring.
"Tapi saya mau ini, Pak__" coba Rena berucap, tak sanggup melanjutkan kata.
"Mau apa sih?!" tanya Dimas tegas, ia tak mengerti apa hendak dikatakan oleh perempuan tak langsung berucap sejujurnya.
Mendengar nada tegas tampak kesal tersebut, Rena menggigit bibir bawah seolah kebingungan menata kalimat. Ragu ragu ia mencoba memberanikan diri untuk mengatakan apa sudah dirasakan hingga membuatnya terbangun dari tidur lelap.
"Saya belum ke kamar mandi dari tadi siang, sekarang saya ingin ke kamar mandi," lirih Rena memang menahan untuk ke belakang, mengingat kondisi kaki yang tak mungkin ia gunakan untuk berjalan sendiri ke kamar mandi.
"Ya bilang dong dari tadi, kamu ini buat orang bingung saja." Dimas berucap santai sambil tersenyum lalu mengangkat tubuh Rena membawanya ke kamar mandi.
"Pak, tidak perlu. Saya bisa sendiri," ucap Rena sudah terlanjur diangkat tubuhnya oleh lelaki berotot tersebut.
Ucapan itu tak di dengarkan oleh Dimas dan tetap menggendong hingga depan kamar mandi lalu menurunkan tepat didepan pintu. Membiarkan rena berusaha seorang diri masuk kedalam kamar mandi dalam kamar, Diams menunggu sambil melipat tangan depan dada.
Sabar menunggu seseornag di dalam, Diams bersandar pada dinding dengan pikiran tak karuan. Sebuah bayang ditangkapnya jelas dalam ingatan, membuatnya merasakan kerinduan dalam luka yang coba dihilangkan. Matanya mulai sendu dalam lamunan akan sosok telah diharapkan selama ini menjadi pendamping hidup, seseorang tanpa sengaja telah mengisi relung hatinya begitu dalam.
Lamunan itu seketika buyar begitu mendengar suara pintu kamar mandi terbuka, dan menoleh pada perempuan berjalan sembari berpegangan pada dinding. hendak menggendong kembali namun cepat di tolak, Dimas melangkah tepat dibelakang tubuh Rena.
Ketika sampai di pintu kamar mandi, Dimas menurunkan tubuh Rena dan membiarkan nya masuk kedalam kamar mandi sendiri. Ia tetap berjaga di depan pintu kamar mandi untuk membantu Rena kembali ke ranjang ketika Rena telah selesai nanti.
Sepertinya malam ini Rena takkan sanggup memejamkan mata untuk terlelap karena adanya Dimas dalam ruangan. ia tak tahu bagaimana caranya mengatakan, dan memilih diam menerima setiap perlakuan juga perhatian dalam rasa tanggungjawab coba diberikan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 226 Episodes
Comments
riri 😘😘
ini sudah di revisi ya kakak author soalnya uda beda critanya sama yg pertama aqw baca
2020-10-16
4
Julekha Anwar
eheeem,,,, 😁🙊🙊
2020-09-18
0
tiya
magsng juga MUNGKIN D TEMPAT nya Dimas
2020-09-08
0