"Kamu dari mana saja?" seorang wanita cantik menghampiri Nala dan Nasya yang baru saja tiba di kediaman mereka.
"Hmm..." deham Nala yang nampak sedikit cuek lalu melanjutkan langkahnya menuju ruang tengah. Sedangkan Nasya sendiri nampak cemberut menatap wanita itu sekilas, dia kemudian membuang muka dan berlari kecil menuju kamar.
"Ada apa dengan bocah itu? Sangat tidak sopan." ketus wanita yang diketahui bernama Sarah itu.
"Tolong perbaiki cara bicaramu! Bocah yang kau maksud itu adalah putriku." berang Nala meninggikan nada bicara seraya menatap Sarah sangat tajam.
"Putri apanya, anak itu..."
"Cukup!" bentak Nala tersulut emosi, dia tidak akan senang bila mana putrinya dibicarakan, apalagi oleh orang yang sama sekali tidak ada ikatan apa-apa dengannya.
"Apanya yang cukup? Semua orang juga tau bahwa anak itu bukanlah darah daging mu. Untuk apa..." seketika ucapan Sarah terhenti saat Nala tiba-tiba mengangkat tangan di udara, beruntung pria itu segera tersadar hingga urung melayangkannya ke wajah Sarah.
"Kenapa berhenti? Ayo, tampar saja!" tantang Sarah, dia sama sekali tidak takut pada Nala.
"Sudahlah, sekarang tolong tinggalkan rumah ini!" Nala benar-benar lelah, dia tidak ingin berdebat, hal itu hanya akan membuat kepalanya semakin pusing.
"Tapi..."
"Pergilah, aku ingin sendiri!" usir Nala seraya menyibak rambutnya ke belakang kemudian berlalu pergi meninggalkan Sarah begitu saja.
"Nala..." pekik Sarah, sayang pria itu tidak merespon dan malah masuk ke kamar Nasya.
"Brengsek, lagi-lagi anak sialan itu membuatku semakin jauh dari Nala. Awas saja, aku akan membuatmu menyesal bahkan pergi dari dunia ini!" batin Sarah melampiaskan amarahnya yang sudah membuncah, gara-gara kehadiran bocah itu dia harus menunggu dan entah sampai kapan tetap menunggu.
Ya, enam tahun yang lalu Sarah dan Nala sempat melangsungkan pertunangan. Tapi tiba-tiba Nala berubah pikiran sesaat setelah kembali dari luar kota. Tidak ada yang tau alasan apa yang membuat Nala tidak jadi menikahi Sarah hingga detik ini.
Sebenarnya Nala sudah menjelaskan pada Sarah bahwa sampai kapanpun dia tidak akan pernah menikahi wanita itu. Hanya saja Sarah terlalu agresif, dia tidak bisa menerima keputusan itu dan selalu saja mendatangi kediaman Nala tanpa diminta.
Di kamar, Nala menghampiri Nasya yang tengah menangis di sisi ranjang. Bocah itu menekuk kedua kaki dan menyembunyikan wajahnya diantara kedua lutut.
"Nasya, kamu kenapa sayang?" tanya Nala, dia pun ikut duduk di samping Nasya dan memeluknya dari samping.
Akan tetapi, Nasya tidak menjawab dan malah kembali pada mode diam seperti yang biasa dia lakukan.
"Nasya, tolong bicaralah! Ini Papa loh, Nak. Kenapa Nasya seperti ini lagi? Bukankah di rumah sakit tadi..."
Bocah itu mendorong Nala hingga pelukan mereka terlepas, manik matanya berbinar menatap Nala seakan menyimpan seribu tanda tanya.
"Sebenarnya Nasya ini siapa, Pa? Apa benar bahwa Nasya bukan anak kandung Papa? Lalu dimana orang tua Nasya?"
Duarrr...
Seakan disambar petir di siang bolong, jantung Nala bergemuruh kencang mendengar pertanyaan yang tidak seharusnya Nasya tanyakan padanya.
Kenapa bocah itu bisa kepikiran untuk menanyakan siapa dirinya? Apa Nasya mendengar ucapan Sarah tadi?
"Kenapa diam saja, Pa? Apa semua itu benar? Kenapa Papa membohongi Nasya? Apa salah Nasya, Pa?" bocah itu terisak dan melompat turun dari ranjang, dia ingin keluar dari kamar tapi Nala berhasil menghadang langkahnya.
Seketika Nala menjatuhkan diri di lantai dan memeluk Nasya dengan erat. Tidak terasa air mata pria itu jatuh tanpa dia sadari.
Nala benar-benar dilema. Dia tidak tau harus berkata apa. Yang dia tau Nasya adalah putrinya, dia sangat menyayangi bocah itu melebihi apapun di dunia ini. Dia bahkan tidak peduli meski tidak ada ikatan darah diantara mereka.
Ya, lima tahun yang lalu Nala menemukan Nasya di sebuah taman. Malam itu hujan turun sangat deras, tidak ada siapapun di sana. Nala yang saat itu sedang emosi, berpikir menenangkan diri di taman itu. Siapa sangka dia akan bertemu dengan bayi malang yang tengah menangis di bawah pohon bonsai hingga akhirnya memutuskan membawa Nasya pulang ke kediamannya.
Nala merawat bayi itu dengan penuh kasih sayang layaknya seorang ayah, dia dibantu oleh seorang bibi yang sudah lama mengabdikan diri di rumahnya.
Sebenarnya Nala tidak berniat membohongi Nasya, dia hanya butuh waktu sampai Nasya beranjak dewasa dan benar-benar siap mengetahui kebenaran.
Namun kini hati Nala terasa ngilu bak diiris sembilu tajam, tidak seharusnya Nasya mengetahui fakta diusia sekecil ini. Bagaimana dengan mental Nasya ke depannya?
"Apapun yang terjadi, Nasya tetaplah anak papa, putri kesayangan papa." lirih Nala berlumuran air mata.
"Tapi, Pa..."
"Tidak ada tapi-tapi! Nasya putri papa dan akan menjadi kesayangan papa selamanya." Nala mendekap erat tubuh mungil itu seraya mengelus rambut keritingnya dengan sayang.
Nala tau lambat laun kenyataan ini akan terungkap, tapi dia tidak bisa mentolerir kelakuan Sarah. Gara-gara wanita itu Nasya jadi seperti ini, dia tidak akan pernah mengampuni siapa saja yang sudah berani mengusik ketenangan putrinya.
Di tempat lain, Indira baru saja tiba di kediaman orang tua angkatnya. Dia pulang dalam keadaan lemas, tiba-tiba saja dia merasa tidak enak badan sehingga memilih pulang terlebih dahulu.
Indira bahkan tidak sempat menemui putranya, dia langsung memasuki kamar dan memilih berbaring di atas ranjang dan memejamkan mata perlahan.
"Ma... Mama..."
Deg...
Indira terkesiap dan terbangun dari tidurnya. Tubuhnya tiba-tiba gemetaran seiring keringat dingin yang mengalir membasahi pakaiannya.
Indira mengusap wajahnya kasar, deru nafasnya terdengar memburu kala mengingat kembali suara bocah perempuan yang memanggil dirinya.
Sebenarnya apa yang terjadi dengannya? Bukan kali ini saja Indira bertemu dengan anak kecil seperti Nasya, tapi kenapa kali ini rasanya sangat berbeda?
Indira tidak bisa melupakan wajah imut bocah itu, dia seakan sudah sering bertemu sebelumnya.
"Ibu... Ibu sudah pulang? Ibu kenapa?" tanya Isa yang tiba-tiba menyelonong masuk ke dalam kamar, bocah itu mengerutkan kening melihat tubuh sang ibu yang sudah basah bermandikan keringat.
Indira sontak terpanjat, dia benar-benar terkejut karena tidak menyadari kedatangan Isa.
Segera Indira menyeka wajahnya dan merapikan rambutnya kemudian turun dari tempat tidur lalu menghampiri Isa dan memeluknya.
Indira tanpa sadar menitikkan air mata, dia sendiri tidak mengerti kenapa hatinya mendadak mellow setelah melewati hari ini.
Andai waktu itu Indira tidak mengalami pendarahan dan koma, mungkin dia masih bisa melihat wajah putrinya untuk pertama dan terakhir kali. Kenapa semua ini harus terjadi pada dirinya? Dia bahkan selalu bermimpi bersama seorang gadis kecil yang tidak bisa dia lihat dengan jelas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
mama naura
lanjut next update terbaru KK thorr cantik
2023-10-27
1
Kasih Bonda
next Thor semangat
2023-10-27
1