Tidak terasa sudah dua jam Nala, Indira dan Hendri berada di ruangan itu, banyak sekali hal yang mereka bahas mengenai perkembangan bocah perempuan yang sampai saat ini belum bisa berbicara itu. Seumur-umur, Nala baru pertama kali mendengar suara putrinya sendiri.
Ya, Nasya sebenarnya sama dengan anak lain seusia dirinya. Namun gadis kecil itu mengalami kendala dengan suara, tidak sekalipun bocah itu berbicara meski di hadapan papanya sendiri.
Akan tetapi yang membuat Nala khawatir adalah melihat tingkah laku sang putri yang cukup aneh. Bocah itu tidak pernah bicara dengan siapapun, namun saat di kamar sendirian Nasya selalu mengoceh seakan tengah bercengkrama dengan seseorang. Nala menyadari itu setelah memasang CCTV di kamar putrinya.
"Jadi kira-kira penyakit apa yang diderita oleh putri saya, Dok?" tanya Nala pada Hendri, dia belum bisa tenang sebelum mengetahui tentang penyakit putrinya.
Saat Nala bertanya, kebetulan Nasya dan Indira tidak ada di ruangan itu. Indira berhasil meyakinkan bocah itu untuk ikut bersamanya melakukan pemeriksaan.
Belum sempat Hendri menjawab, tiba-tiba pintu ruangan berderit. Indira dan Nasya muncul bersamaan diikuti oleh seorang suster yang membantu membawakan hasil pemeriksaan barusan.
"Bagaimana, Dok?" tanya Nala dengan wajah panik, nampak sekali mukanya terlihat tegang dan sedikit pucat.
Sebelum menjelaskan semuanya, Indira terlebih dahulu menyerahkan Nasya pada Nala. Namun sayang bocah itu menolak dan malah memeluk paha Indira dengan erat.
"Nasya maunya sama Mama saja." cetus bocah itu dengan wajah cemberut.
"Nasya, dokter itu bukan..." ucapan Nala terhenti saat putrinya kembali bersuara, kali ini sangat jelas dan lantang.
"Tidak, ini Mama. Iya kan, Ma?" bocah itu mengangkat dagunya dan memandang wajah Indira dengan mata berkaca-kaca. Indira sendiri nampak bingung, dia tidak tau harus berkata apa agar tidak menyinggung perasaan bocah itu.
"Nasya..." suara Nala terdengar sedikit meninggi sehingga membuat bocah itu ketakutan dan bersembunyi di balik punggung Indira.
"Cukup, tolong pelan kan nada bicara Anda! Tidak seharusnya Anda menghadapi anak sekecil ini dengan emosi, dia belum mengerti apa-apa." selang Indira, dia sendiri sedikit kesal mendengar Nala meninggikan suara di hadapan bocah itu.
Nala tiba-tiba tertegun dan menggertakkan gigi. Dia ingin marah tapi tidak mungkin mengingat Indira adalah dokter yang akan membantu menyembuhkan putrinya, namun harga dirinya terasa diinjak, seumur-umur baru kali ini ada orang yang berani membentaknya.
Akan tetapi ada satu hal yang membuat Nala bisa bernafas dengan lega, penantiannya selama ini akhirnya terjawab sudah.
"Tidak ada penyakit apapun yang diderita oleh putri Anda. Mungkin Nasya hanya butuh waktu untuk menyesuaikan diri, barangkali selama ini Anda terlalu sibuk sehingga Nasya merasa asing seorang diri." jelas Hendri setelah mengambil hasil pemeriksaan yang diserahkan suster padanya.
Lagi-lagi Nala tertegun mendengar penjelasan yang keluar dari mulut Hendri. Apa yang dikatakan pria itu ada benarnya juga. Selama ini dia terlalu sibuk menumpuk harta sehingga lupa bahwa putrinya membutuhkan kasih sayang yang besar dari dirinya.
"Satu hal lagi, tolong katakan pada istri Anda untuk..."
"Saya tidak punya istri." potong Nala seraya mengeratkan rahang, entah marah atau tengah menahan rasa malu.
Sontak ucapan Nala itu membuat Indira dan Hendri bergeming, keduanya saling memandang satu sama lain dengan raut bingung.
"Tidak perlu membahas masalah pribadi! Tujuan saya datang ke sini hanya untuk memastikan bahwa putri saya baik-baik saja." imbuh Nala dengan nada dingin.
"Anda tenang saja, kami juga tidak berminat mengetahui tentang kehidupan pribadi Anda. Maksud Ayah saya baik, itupun kalau Anda dapat memahaminya." gerutu Indira merasa kesal, sombong sekali pria itu.
Lalu Indira memutar tubuh dan berjongkok di hadapan Nasya seraya bertanya. "Nasya anak baik, kan?"
Bocah itu langsung mengangguk menatap wajah Indira dengan pandangan berkabut.
"Nah, mulai sekarang Nasya tidak boleh lagi diam seperti biasa. Kalau Papa bicara, Nasya harus menjawabnya dengan sopan!" bujuk Indira sembari mengelus kepala bocah itu dengan sayang.
Bocah itu mengangguk lemah pertanda mengerti, sedetik kemudian dia pun berhamburan ke dalam pelukan Indira. "Nasya mau jadi anak baik, tapi Nasya maunya sama Mama saja."
Seeeeer...
Indira merasa sekujur tubuhnya berguncang hebat saat itu juga, ada sesuatu yang aneh yang terjadi pada dirinya. Dia sendiri merasa tidak mau melepaskan gadis kecil itu. Entah apa yang terjadi dengannya, Indira seperti tengah memeluk putrinya sendiri.
Bahkan Nala tak kalah terkejut mendengar penuturan putrinya. Apa selama ini dia salah memutuskan untuk tidak menikah? Ternyata Nasya sangat membutuhkan sosok seorang ibu, buktinya bocah itu menganggap Indira sebagai mamanya, padahal tidak ada ikatan apapun diantara mereka, bertemu saja baru pertama kali.
"Nasya, tolong lepaskan dokter itu! Kita pulang sekarang ya?" bujuk Nala, dia pun bangkit dari tempat duduk dan berjalan menghampiri keduanya.
"Tidak mau, Nasya mau sama Mama saja." geleng bocah itu seraya mempererat pelukannya, Nala sampai kesulitan mengambil putrinya dari dekapan Indira. Hendri yang melihat itu nampak sedikit bingung sembari geleng-geleng kepala.
"Nasya sayang, tapi dokter ini bukan..."
"Lalu dimana Mama Nasya, Pa?" tanya bocah itu.
Duarrr...
Nala hampir saja terhuyung mendengar pertanyaan putrinya, kakinya terasa lemah tidak bertenaga. Akhirnya yang dia takutkan terjadi juga, Nasya yang selama ini diam ternyata benar-benar merindukan sosok seorang ibu. Mungkin karena itulah dia menutup diri dari siapapun, termasuk ayahnya sendiri.
"Nasya mau tau dimana Mama Nasya? Baiklah, nanti Papa ceritakan kalau kita sudah sampai di rumah." kembali Nala mencoba membujuk sang putri meski perasaannya tengah berkecamuk tidak menentu. Dia sendiri tidak tau harus mengatakan apa saat tiba di rumah nanti.
Seketika Nasya tiba-tiba luluh mendengar ucapan sang papa. Dia menjauhkan diri dari Indira dan berjalan menghampiri Nala lalu mengangkat kedua tangannya. Nala pun mengangkat tubuh mungil putrinya itu dan menggendongnya.
Tanpa basa-basi Nala pun berpamitan pada Hendri dan Indira, tak lupa pula dia mengucapkan terima kasih sebelum akhirnya berlalu pergi meninggalkan ruangan itu.
Tidak lama setelah Nala dan Nasya menghilang, Indira terperangah di atas sofa. Dadanya mendadak sesak sehingga sulit baginya untuk bernafas.
"Kamu kenapa, Nak?" tanya Hendri penasaran saat menyadari ada yang aneh dengan putri angkatnya itu.
"Tidak apa-apa, Ayah. Dira baik-baik saja kok, kalau begitu Dira izin kembali ke ruangan Dira dulu ya."
Ibu satu anak itu memegangi dadanya sembari bangkit dari tempat duduk kemudian meninggalkan Hendri yang memperhatikannya dengan seksama. Entah kenapa jantung Indira mendadak berdebar kencang dan sedikit menusuk, dia merasa ada sesuatu yang hilang dari dirinya. Namun Indira tidak tau dan tidak mengerti akan apa yang dia rasakan saat ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
mama naura
next update terbaru KK thorr cantik 🥰🥰💪💪💪
2023-10-26
1
Kasih Bonda
next Thor semangat
2023-10-26
1