Hanya Demi Bidadari Kecil
Suara alarm yang sangat lantang pagi ini membuat tidur Indira terusik hingga dia pun terbangun. Namun tiba-tiba dia merasa sesak akibat benda besar yang tengah menindih sebagian tubuhnya.
Saat membuka manik mata dengan sempurna, betapa terkejutnya dia mendapati lengan seseorang yang melingkar di perutnya, bahkan kaki pria asing itu tengah menyilang membelit pahanya.
Ya, Indira benar-benar panik, sekujur tubuhnya terasa berguncang bak diterpa badai berkekuatan besar.
Indira membulatkan matanya sembari memijat pelipis dahi yang terasa cenat cenut seakan menusuk. Dia berusaha keras mengingat kembali apa saja yang sudah dia lakukan semalaman.
Akan tetapi yang Indira ingat, malam tadi dia tengah merayakan pesta ulang tahun temannya di sebuah villa. Namun dia sama sekali tidak mengenal pria itu, bagaimana bisa mereka berdua tidur di ranjang yang sama.
Indira nampak mengerjap, dia menoleh ke arah lantai dan segera menutup mulut saking syok nya.
Indira tidak dapat lagi mengingat apapun. Seketika dia menundukkan kepala memperhatikan tubuhnya yang ternyata dalam keadaan polos tanpa sehelai benang pun.
"Astaga, apa yang sudah aku lakukan?"
Indira tidak dapat lagi berkata-kata, segera dia mendorong tubuh pria itu dengan sekuat tenaga kemudian turun dari ranjang seraya meringis menahan rasa sakit diantara kedua pahanya.
Meskipun begitu, Indira berusaha menguatkan diri dan segera mengenakan pakaian terburu-buru. Tanpa pikir panjang dia pun meninggalkan kamar itu tanpa memastikan dulu bagaimana rupa pria yang sudah merenggut kesuciannya.
Tadi malam harusnya menjadi hari yang paling membahagiakan bagi Indira. Tidak hanya merayakan ulang tahun temannya, mereka juga sudah mengatur acara perpisahan setelah lulus dari bangku SMA.
Akan tetapi dia sama sekali tidak menyangka bahwa acara tersebut akan berakhir seburuk ini. Dia bahkan tidak tau bagaimana caranya bisa sekamar dengan pria asing itu, bahkan mereka sudah melakukan hubungan yang seharusnya tidak mereka lakukan.
...****************...
Di sebuah rumah kecil yang sangat sederhana, Indira terpaku di dalam sebuah kamar sembari mematut potret mendiang kedua orang tuanya yang sudah tiada.
Tanpa terasa air mata gadis itu tiba-tiba jatuh tepat di atas potret usang yang dia pegang. Sekarang tidak ada lagi yang tersisa, dia bahkan harus mengurungkan niatnya untuk mengambil beasiswa di sebuah universitas.
Ya, dari kecil Indira sangat ingin menjadi polwan. Kini cita-cita itu harus dia kubur dalam-dalam karena dia sendiri tau bahwa dia tidak akan diterima setelah melewati kejadian semalam.
Puas meratapi nasib diri yang tak henti diterpa badai kehidupan, Indira mengusap wajah untuk menghilangkan sisa-sisa air mata yang berjatuhan di pipinya. Dia memasukkan bingkai foto kecil itu ke dalam sebuah koper yang sudah terisi dengan pakaian kemudian menutup resleting lalu pelan-pelan berjalan meninggalkan rumah tersebut menuju terminal.
Sebenarnya Indira ragu meninggalkan kediamannya, tapi dia sendiri harus mengambil sikap agar bisa melupakan kejadian tersebut dan memulai kehidupan baru.
Pukul empat sore mobil yang ditumpangi Indira berhenti di terminal ibukota. Setelah turun dan mengambil koper miliknya, dia pun melanjutkan langkahnya menuju sebuah alamat yang sudah lama dia dapatkan. Indira berharap dia bisa menumpang tinggal di rumah sang paman sampai menemukan pekerjaan yang cocok untuk dirinya.
Beruntung alamat tersebut tidak terlalu jauh sehingga tidak sulit menemukannya. Indira berhasil tiba di rumah tersebut setelah menaiki sebuah ojek online.
Sayangnya kedatangan Indira malah disambut sinis oleh sang bibi yang dari dulu memang tidak suka pada dirinya. Hal itu dikarenakan perlakuan sang paman yang selalu mementingkan Indira dibanding istri dan anaknya.
Wanita gendut yang berumur kisaran empat puluh tahun itu mengangkat sebelah bibir hingga membentuk senyuman sinis sambil bertanya. "Apa yang kau lakukan di sini?"
"Sore Bibi, bagaimana keadaan Bibi dan..." ucapan Indira seketika terhenti saat sang bibi menyela.
"Tidak perlu berbasa-basi! Aku tau tujuanmu datang ke kota ini. Apa uang yang suamiku kirim setiap bulannya tidak cukup? Kenapa harus mendatangi kami?"
Indira lantas terdiam dan masih sempat tersenyum mendengar ucapan sang bibi. Agaknya dia salah besar mengambil keputusan untuk datang ke kota itu.
"Tidak kok, Bi. Indira tidak datang untuk tinggal, Indira hanya mampir. Kebetulan kontrakan Indira tidak terlalu jauh dari sini."
Gadis itu menggenggam erat gagang koper yang dia bawa, matanya berbinar namun berusaha keras untuk tidak menangis.
"Ya sudah, kalau begitu Indira pamit dulu. Kapan-kapan Indira mampir lagi jika ada waktu. Salam buat paman dan juga..."
"Tidak usah banyak bicara! Kalau mau pergi ya pergi saja." potong wanita dengan bobot besar itu.
Tidak ada alasan bagi Indira untuk tetap berada di tempat itu. Jangankan dihargai, dipersilahkan masuk saja tidak. Indira hanya bisa mengukir senyum meski rasanya begitu pahit.
Tidak jauh dari kawasan tersebut, Indira menghentikan langkahnya di sebuah halte. Dia benar-benar lelah bahkan bingung karena tidak tau harus pergi kemana setelah ini. Dia tidak mengenal siapapun, uang yang ada pun tidak akan cukup untuk menyewa sebuah kontrakan.
"Sabar Indira, kau itu kuat. Kau pasti bisa melewati ujian ini." Indira terus saja menguatkan dirinya sendiri, hingga tidak lama dia pun tiba-tiba tertidur di halte tersebut tanpa sadar hari sudah semakin gelap.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
mama naura
ni mampir di karya ya baru trus yg cerita Azzam masih lanjut kan KK thorr UD lama gak update 🤭💪🥰
2023-10-24
2
mama naura
coba ikutin ceritanya ayo semangat up up date KK thorr
2023-10-24
1
mama naura
mampir next update terbaru KK thorr 💪
2023-10-24
1